Mln. Rahmat Ali, H.A., O.T. dan Pengalaman Tinggal di Rumah Kontrakan
Sejak Jemaat Ahmadiyah Indonesia resmi berbadan hukum (1953) dan mendapat kebebasan untuk memiliki aset, maka berbagai jenis aset pun mulai diupayakan. Di tiap Jemaat Lokal (Cabang) atau Daerah, terjadi pembelian aset. Mulai dari tanah, bangunan, kendaraan, perabot rumah dan lain-lain. Intinya, aset bergerak (aktiva) dan tak bergerak (pasiva).
Namun, jauh sebelum Badan Hukum Penetapan Menteri Kehakiman RI itu turun, untuk tempat tinggal Mubalig pun masih relatif kesulitan. Itu terjadi pada masa awal kedatangan Mubaligin perintis ke Indonesia. Pada masa itu, mereka masih sewa atau kontrak atau pun menumpang sementara di rumah anggota Jemaat.
Misalnya Mubalig perintis untuk Indonesia, Mln. Rahmat Ali, H.A., O.T. pernah tinggal di rumah Mamak Gamuk, paman dari Muhammad Samin selama berada di Gampong Tepi Air, Tapak Tuan, Aceh (Oktober-Desember 1925). Muhammad Samin pernah belajar di Qadian selama beberapa waktu sebelumnya.
Selama tiga bulan Mln. Rahmat Ali tinggal di Tapak Tuan. Awalnya beliau tinggal di rumah Hasan Dato, orang tua Muhammad Samin. Di Tapak Tuan, pertabligan mulai dilakukan kepada kalangan anak muda dan orang tua. Namun, setelah ada resistensi, beliau kemudian berlayar meninggalkan Tapak Tuan menuju Padang pada Januari 1926.
Di Padang, Mln. Rahmat Ali, H.A., O.T. menempati rumah milik Daud Gelar Bangso Dirajo di kawasan Pasar Miskin, Padang. Bangunan kayu bertingkat itu pernah menjadi saksi akan mukjizat murid Hadhrat Imam Mahdi as tersebut. Rumah itu selamat dari terbakar ketika rumah di sekitarnya ludes dilalap oleh si jago merah.
Setelah pindah ke Batavia, Mln. Rahmat Ali, H.A., O.T. juga beberapa kali menempati rumah sewa atau menumpang di rumah anggota. Pada 1931, setiba dari Padang, beliau menempati rumah Jamal dan Aim di daerah Bungur. Jamal masih kerabat Daud Gelar Bangso Dirajo. Karena rumah itu kurang memadai, beliau pindah ke rumah sewa yang besar di Defenselijn van Den Bosch No. 39, Weltevreden (kini Bungur Besar, depan Stasiun KA Senen).
Mln. Rahmat Ali, H.A., O.T. juga kemudian menempati rumah petak secara cuma-cuma milik Haji Abdullah, seorang anggota Jemaat, pada Maret 1933. Lokasinya di Gang Bunder, Pasar Baru. Rumah Haji Abdullah sendiri berada di depan rumah petak itu, agak besar dan serambinya luas. Pengajian mingguan biasanya dilakukan disana.
Setelah dua tahun disana, Mln. Rahmat Ali, H.A., O.T. pun pindah lagi ke gedung besar dengan paviliun di Kleykamweg No. 41, Pasar Baru. Uang sewanya dibayar secara patungan oleh warga Ahmadi yang menetap disana: R. Mohammad Muhyiddin, R. Kartaatmadja, Sirati Kohongia, R. Sumadi Gandakusumah, Th. Dengan, Syagaf Tomulo dan Mln. Rahmat Ali sendiri.
Karena Mln. Rahmat Ali pulang cuti ke Qadian pada 1936, maka para penghuni lainnya banyak yang pindah sehingga rumah itu harus ditinggalkan. Atas prakarsa M. Usman Natawijaya dan Sirati Kohongia, akhirnya sebidang tanah pun disewa untuk dibangun shalat centre. Lokasinya berada di Petojo Oedik Gang VII (kini Jl. Balikpapan I/10, Jakarta Pusat).
Rumah Kontrakan yang Representatif
Bagi Mubalig yang ditugaskan di suatu Jemaat Lokal yang belum memiliki Rumah Dinas Mubalig (RDM), pastilah pernah menempati rumah kontrakan atau rumah sewa. Kondisi rumah itu berbeda-beda, tergantung daerahnya. Ada yang harga kontraknya lumayan mahal, ada juga yang standar. Hal itu berbanding lurus dengan kualitas rumah dan harga pasaran yang berlaku.
Bagi Mubalig yang telah memiliki anak dan sudah dewasa, tentu tidak cukup hanya dengan satu atau dua kamar. Oleh sebab itu, jumlah kamar dalam rumah itu juga menentukan. Begitu juga ruang tamu, ruang keluarga, kamar mandi dan dapur. Namun, bagi yang masih lajang, rumah kontrakan minimalis atau rumah petak pun relatif memadai.
Keamanan juga menjadi salah satu faktor penting bagi yang mengontrak. Keamanan internal rumah dan juga keamanan eksternal rumah. Keamanan internal rumah biasanya mencakup adanya pagar dan pintu gerbang, teralis, pintu samping dan pintu darurat lainnya. Tujuannya, bila terjadi hal yang tidak diinginkan, maka banyak sekali pintu keluar.
Kondisi air juga sangat vital. Sebab, air adalah sumber kehidupan. Oleh sebab itu, rumah kontrakan yang kondisi airnya sama sekali tidak meyakinkan bisa dipakai untuk berwudhu, bagaimana mungkin air itu juga bisa dipakai untuk mandi atau memasak. Mungkin airnya keruh, berlumpur, bau minyak atau kondisi tidak bagus lainnya.
Sedangkan keamanan eksternal adalah gangguan dari pihak luar. Gangguan ini biasanya juga mencakup masalah sepele. Misalnya, kondisi lingkungan yang selalu berisik/bising, mabuk-mabukan, premanisme hingga tindak pencurian. Terkadang, ada saja orang yang berkumpul di dekat rumah, mabuk-mabukan atau judi sepanjang hari. Tradisi ini biasanya terjadi di Timur Indonesia.
Selain itu, bagi Jemaat Lokal atau Cabang yang belum memiliki shalat centre atau masjid sendiri, rumah kontrakan mubalig juga biasanya akan difungsikan sebagai shalat centre dan pusat kegiatan Jemaat. Oleh sebab itu, rumah yang disewa biasanya yang agak besar dan luas. Kecuali, bila sudah ada shalat centre –baik milik Jemaat atau di rumah anggota– maka rumah dinas mubalig (RDM) seperlunya saja.
Rumah Kontrakan Mubalig Daerah Papua Barat
Selama dua tahun (Agustus 2020 – Juli 2022) ditugaskan di Daerah Papua Barat, Mubalig Daerah Papua Barat menempati rumah sewa di bilangan KODAM XVIII/Kasuari, Arfai, Anday, Manokwari. Rumah itu milik ketua salah satu partai tingkat provinsi. Lokasinya hanya 20 meter saja di depan gerbang markas TNI itu.
Related Posts
Mutasi : Antara Kebutuhan, Penyegaran dan Pengkhidmatan
Mutasi: Momen Mengukur Kuantitas dan Kualitas Rabtah Serta Merekatkan Silaturahmi
Kembali ke Papua Barat Dengan Segudang Pengalaman Berat
Dua Agenda Berdekatan di Bulan Mei Sebagaimana Dikabarkan Dalam Mimpi
Ngontrak Rumah di Kawasan Timur Indonesia dari Orang Lain Seolah Menjadi Keluarga Sendiri
No Responses