Mengenal Pillbox Jepang Tinggalan PD II di Pulau Doom Sorong

Mengenal Pillbox Jepang Tinggalan PD II di Pulau Doom Sorong
"Perlu memberikan edukasi kepada generasi muda kita terkait Perang Dunia II yang terjadi di kawasan Pasifik termasuk Papua. Sebab, pertempuran di Papua juga tidak kalah hebatnya. Bahkan, Papua menjadi episentrum dari Perang Pasifik tersebut. Tinggalan sejarahnya bisa dijadikan sebagai benda cagar budaya."

Sorong: Ibukota Afdeling Zuid & West Nieuw Guinea pada Masa Belanda

BILA kita berbicara Sorong, maka tidak sesederhana seperti menyebutkan nama tempat lainnya. Sorong yang saat ini kita kenal telah mengalami pemekaran hingga menjadi tiga daerah administratif pemerintahan. Yaitu Kabupaten Sorong dengan ibukota di Aimas, Kota Sorong beribukota di Sorong dan Kab. Sorong Selatan yang memiliki ibukota di Teminabuan.

Kata Sorong berasal dari bahasa Biak “Soren” yang artinya laut yang dalam dan bergelombang. Kata Soren dilafalkan oleh para pedagang Tionghoa, Maluku, Sangihe Talaud dan misionaris dari Eropa, dengan sebutan Sorong. Adalah kebiasaan logat di timur ini untuk menyebut huruf “n” dengan “ng”. Misalnya, kata ikan menjadi ikang dan seterusnya.

Kota Sorong pada mulanya merupakan salah satu kecamatan yang dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Sorong. Namun daIam perkembangannya telah mengalami perubahan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1996 tanggal 3 Juni 1996 menjadi Kota Administratif Sorong. Sedangkan Ibukota Kab. Sorong kini berada di Aimas.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 Kota Administratif Sorong ditingkatkan statusnya menjadi daerah otonom sebagai Kota Sorong. Kemudian pada tanggal 12 Oktober 1999 bertempat di Jakarta dilaksanakan pelantikan Pejabat Walikota Sorong Drs. J.A. Jumame dan selanjutnya secara resmi Kota Sorong terpisah dari Kabupaten Sorong pada tanggal 28 Februari 2000 dengan ibukota di Sorong.

Sejak pemerintahan Dutch Nieuw Guinea dibentuk, beberapa kali Sorong pernah menjadi ibukota Afdeling Zuid & West Nieuw Guinea ataupun Onderafdeling. Misalnya, pernah menjadi Onderafdeling dari Nederlandsch Nieuw Guinea (NNG) bersamaan dengan Manokwari, Hollandia (Jayapura), Schouten-eilanden, Jappenroep, dan West Nieuw Guinea.

Doom: Ibukota Onderafdelimg Sorong Masa Lampau

Dalam bahasa suku Malamoi, kata Doom atau Dum, artinya adalah pulau yang ditumbuhi banyak pohon buah. Ini tidak mengherankan karena saat itu di Pulau Doom banyak terdapat buah-buahan. Pohon sukun, menjadi salah satu tanaman endemik di Pulau Doom.

Sejak tahun 1935, Pulau Doom menjadi ibukota Onderafdeling Sorong. Sorong sendiri menjadi ibukota dari Afdeeling Zuid & West Nieuw Guinea. Saat itu ada beberapa Onderafdeling selain Sorong. Namun, tujuh tahun kemudian, Pulau Doom dikuasai oleh Jepang. Itu terjadi pada 4 April 1942, atau dua hari setelah Jepang berhasil menaklukkan Belanda di Fak Fak.

Tentara Jepang kemudian membangun berbagai pillbox atau louvrak di beberapa lokasi strategis. Dataran tinggi di tepi pantai adalah lokasi yang biasanya dipilih sebagai tempat bunker pengintaian itu. Tujuannya adalah untuk menghancurkan kapal-kapal pasukan Sekutu yang melintas di sekitar Pulau Doom.

Ini wajar, sebab Pulau Doom terletak antara jalur kapal laut dari dan menuju Sausapor (Sansapor) atau Morotai. Kedua lokasi tersebut telah dikuasai oleh Sekutu. Ini menambah penting dan strategisnya posisi Pulau Doom sebagai lokasi pertahanan Jepang. Apalagi, sekitar satu jam dari sana, terletak Pulau Jeffman yang merupakan pangkalan udara tentara Jepang.

Sedangkan Pulau Doom pada masa kini hanyalah menjadi bagian dari Distrik Sorong Kepulauan. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) 2019, Pulau Doom memiliki dua kelurahan, yaitu Kelurahan Doom Barat (terdiri dari 3 RW dan 10 RT) dan Kelurahan Doom Timur (terdiri dari 3 RW dan 18 RT). Namun, dua kelurahan tersebut tidak hanya meliputi Pulau Doom, melainkan juga terpencar-pencar di beberapa pulau lain di sekitarnya.

Dengan luas wilayah yang hanya 5 kilometer persegi, Pulau Doom termasuk padat dan banyak ditinggali oleh para pendatang dari Jawa, Buton, Bugis dan Toraja. Per 2018, jumlah penduduk Kecamatan (Distrik) Sorong Kepulauan sebanyak 11.666 jiwa, terdiri dari 6.035 penduduk laki-laki dan 5.631 penduduk perempuan.

Pillbox Jepang di Pulau Doom: Saksi Sejarah Tinggalan Perang Dunia II di Kawasan Pasifik

Sesuai dengan hasil penelusuran, ada tujuh pillbox yang tersebar di seluruh Pulau Doom. Pillbox tersebut terletak di beberapa lokasi, yang umumnya ada di dua tempat yang saling berdekatan. Bila melihat posisi kelekatannya, maka ada tiga pillbox yang berada di ujumg pulau, sedangkan empat pillbox lainnya berada di bagian ujung lainnya.

Bila diklasifikasi berdasarkan keletakannya di Pulau Doom, maka pillbox tersebut tersebar di beberapa Rukun Keluarga (RK) atau Rukun Tetangga (RT). Di RK 5 ada satu pillbox. Di RK 4 ada dua pillbox. Sebuah pillbox berada di RK 3 dan tiga pillbox lagi berada di RK 2. Termasuk pillbox yang berada di halaman pastori, masuk ke RK 2.

Ketujuh pillbox tersebut memiliki bentuk yang berbeda-beda. Ada yang berbentuk setengah bulat, ada yang setengah bulat dengan kaki, ada yang kotak, ada juga yang memiliki bentuk tidak beraturan. Bila melihat posisinya, kemungkinan antar satu pillbox dengan yang lainnya memiliki hubungan. Yang dimaksud hubungan disini adalah terhubung satu sama lain dengan goa-goa mirip katakomba.

Bahan pembuatan pillbox adalah semen dengan rangka besi atau batu bata (batako) atau batu karang. Biasanya, yang berbentuk kotak memiliki luas yang berbeda dibanding dengan yang setengah lingkaran. Begitu juga yang bentuknya tidak beraturan, hanya memanfatkan batu karang yang dilekatkan dengan semen. Jenis pillbox ini terlihat lebih alami dan tidak akan diketahui bahwa itu adalah sebuah bunker pertahanan.

Lubang intai pillbox di Pulau Doom semuanya mengarah ke pantai. Ini menunjukkan bahwa pillbox itu dibuat dengan tujuan untuk menggempur kapal pasukan Sekutu yang melintasi perairan sekitar Pulau Doom. Memang, pada tahun 1943, pasukan Sekutu atau ABDA memiliki pangkalan di Sausapor dan Morotai. Jenderal Douglas MacArthur, sebagai komandan tertinggi, menggunakan taktik lompat kodok (leapfrog strategy).

Taktik ini bertujuan menguasai satu demi satu pulau dan lokasi lainnya yang dikuasai Jepang, dengan mengerahkan kekuatan pasukan tempur laut dan udara. Oleh sebab itu, dengan pesawat-pesawat tempur canggih pada masanya, Sekutu kemudian melakukan pengeboman secara acak tapi terpola kepada pertahanan Jepang di Sorong, Manokwari, Ransiki, Momi, Biak, Sarmi dan Hollandia.

Tags:

No Responses

Tinggalkan Balasan