تَكُوْنُ النُّبُوَّةُ فِيْكُمْ مَا شَاءَ ا للهُ أَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ، فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ اَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا عَاضًا ، فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا جَبَّرِيًّا ، فَتَكُوْنَ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ، ثُمَّ سَكَتَ
“Kenabian akan tetap berada diantara kalian selama Allah menghendaki. Kemudian akan berlaku masa khilafah yang mengikuti jejak kenabian (khilafah ‘ala minhajin-nubuwwah), dan akan tetap berada selama Allah berkehendak. Kemudian diikuti masa kerajaan yang merusak (mulkan ‘adhan), dan dia akan tetap berada selama Allah berkendak. Kemudian setelah itu akan muncul kerajaan lalim (mulkan jabbariyyah), dan akan tetap berada selama Allah berkehendak. Kemudian muncul kembali khilafah yang mengikuti jejak kenabian (khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).” (Musnad Ahmad).
Dari hadis tersebut di atas dapat kita pahami bahwa ada suatu masa di akhir zaman akan berdiri kekhalifahan seperti halnya Khalifah Rasyidah di zaman sepeninggal Rasulullah SAW yaitu khalifah sebagai pengganti dan penerus nabi atau khalifah rasulillah.
Tarik ulur mengenai ada tidaknya kenabian setelah kenabian Muhammad SAW sepertinya juga akan mempengaruhi keyakinan sebagian bahkan sebagian besar dari ummat Islam dalam meyakini tegakknya khalifah akhir zaman ini. Karena satu keharusan bahwa tegaknya khallifah akhir zaman ini adalah diawali dengan kenabian. Jadi kenabian akhir zaman ini mutlak harus tegak sebelum tegakknya khalifah minhaj nubuwwah.
Kata khilafah artinya adalah suksesi, yang merupakan penerus seorang utusan Allah yang tujuannya untuk menyempurnakan tugas-tugas perbaikan dan tarbiyat akhlak yang diajarkan oleh nabi. Karena itulah khilafah dapat eksis dan berkembang walaupun tanpa harus adanya negara
Kenabian Setelah Muhammad SAW
Apakah kenabian sesudah kenabian Muhammad SAW akan menghapus syariat yang dibawa Nabi Muhammad SAW ? Tentu saja tidak, karena syariat yang dibawanya adalah syariat terakhir dalam sejarah kenabian manusia sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan bagimu nikmat-Ku dan telah Kuridhoi Islam itu sebagai agama bagimu.” (Almaidah ayat 3)
Jadi kenabian setelah Muhammad SAW adalah kenabian yang mengikuti kenabian Muhammad SAW, bukan kenabian di luar syariat Islam.
Asy-Syaikh al-Akbar Muḥy-id-Dīn Ibn ‘Arabī menjelaskan
فإن النبوة التي انقطعت بوجود رسول الله صلى الله عليه وسلم إنما هي نبوة التشريع، لا مقامها. فلا شرع يكون ناسخا لشرعه صلى الله عليه وسلم، ولا يزيد في حكمه شرعا آخر. وهذا معنى قوله صلى الله عليه وسلم:إن الرسالة والنبوة قد انقطعت فلا رسول بعدي ولا نبي، أي لا نبي بعدي يكون على شرع يخالف شرعي، بل إذا كان يكون تحت حكم شريعتي، ولا رسول أي لا رسول بعدي إلى أحد من خلق الله بشرع يدعوهم إليه. فهذا هو الذي انقطع وسد بابه، لا مقام النبوة. فإنه لا خلاف إن عيسى عليه السلام نبي ورسول، وأنه لا خلاف أنه ينزل في آخر الزمان حكما مقسطا عدلا بشرعنا لا بشرع آخر ولا بشرعه الذي تعبد الله به بني إسرائيل.
“Sesusungguhnya kenabīan yang terputus dengan kedatangan Ḥaḍrat Rasūlu-Llāh SAW hanyalah kenabīan dengan syarī‘at baru, tidak ada lagi maqām-nya. Maka, tidak akan ada lagi syarī‘at yang membatalkan syarī‘at beliau dan menambah hukum baru di dalamnya. Inilah makna dari sabda beliau SAW: Sesungguhnya kerasūlan dan kenabīan telah terputus, maka tidak ada rasūl dan nabī setelahku. Yakni, tidak akan ada lagi nabī yang akan membawa syarī‘at yang menyelisihi syarī‘at-ku. Bahkan, jika dia ada, dia akan berada di bawah hukum syarī‘at-ku. Juga, tidak ada lagi rasūl setelahku yang akan di utus kepada manusia dengan syarī‘at baru, yang dia menyeru mereka kepadanya. Inilah dia syarī‘at yang telah terputus dan terkunci pintunya, bukan maqām kenabīan secara umum. Karena, tidak ada perselisihan bahwa ‘Īsā as akan turun di akhir zaman sebagai hakim yang adil dengan syarī‘at kita, bukan dengan syarī‘at yang lain atau syarī‘at beliau yang dengannya Banī Isrā’īl menyembah Allāh”. (Kitab Futuhatul Makiyah, juz. 3, Hal. 159)
Jadi secara singkat bisa dipahami bahwa kenabian yang sudah terputus adalah kenabian pembawa syariat, sedangkan kenabian yang mengikuti syariat Muhammad SAW inilah yang akan tegak berdiri di akhir zaman yang diikuti dengan berdirinya kembali khalifah pengganti dan penerus kenabiaan tersebut.
Khalifah Ahmadiyah sebagai bentuk Kekhalifahan akhir zaman
Hazrat Mirza Ghulam Ahmad AS, Al-Masih dan Mahdi, mengumpamakan Khilafat sebagai manifestasi kedua dari kekuasaan Tuhan – kedatangan Nabi adalah manifestasi pertamanya. Beliau menggambarkan sebuah kesamaan dan menyodorkan tipikal Khilafat Abu Bakar sebagai manifestasi kedua. Beliau mengutip ayat Al-Qur’an Surah An Nur: 56 dan membuat sebuah nubuatan, “manifestasi kedua tidak akan datang hingga aku pergi. Tetapi setelah aku pergi, Tuhan akan mengirimkan sebuah manifestasi kedua untuk kalian yang akan terus bersama kalian selamanya.” [1] Manifestasi kedua ini secara jelas mengacu kepada Khilafah Ahmadiyah.
Sejak terbentuknya Jemmat Ahmadiyah pada tahun 1889 hingga sekarang sudah sudah merambah lebih dari 213 negara di seluruh dunia. Keunikan kekhalifahan Ahmadiyah ini yaitu tidak seperti pada bayangan, bahwa seorang khalifah harus mempunyai wilayah kekuasaan (negara) tapi Khalifah Ahmadiyah ini adalah pemimpin ruhani yang tidak mengenal batas wilayah, karena muslim ahmadi (anggota ahmadiyah) bisa bebas berada di negara manapun.
Khilafah Islam Ahmadiyah secara tegas menolak militansi dalam bentuk apapun dan mencanangkan jihad intelektual dengan pena. Ketika dihadapkan dengan penganiayaan pahit, mereka menerapkan kesabaran dan ketabahan. Ketika dihadapkan pada sikap intoleran yang menyakitkan, mereka mengajarkan perdamaian dan toleransi. Mereka membela orang-orang yang terampas dan bekerja mengangkat hak-hak orang tertindas.
Khilafah Islam Ahmadiyah tidak menaklukkan negara, tidak juga memiliki kekuasaan duniawi, tetapi ia menebarkan pengaruh atas hati dan pikiran jutaan orang dengan memenangkan hati mereka. Ini adalah suatu kekuatan bagi kebaikan dunia, dan sekali lagi menunjukkan sebuah institusi yang didasarkan pada ajaran kenabian.
Lima Khalifah Ahmadiyah
Khalifatul Masih I
Hazrat Maulana Hakim Nuruddin adalah tokoh yang luar biasa – seorang penulis berbakat, ulama terkemuka, akhlak yang tinggi dan seorang teolog hebat. Karena sangat berpengalaman dalam bidang kedokteran, beliau menjadi dokter kerajaan dari Maharaja Jammu dan Kashmir selama bertahun-tahun.
Khalifatul Masih II
Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad RH adalah putra dari Madhrat Mirza Ghulam Ahmad AS. Rasulullah SAW telah memberikan kabar suka tentang munculnya putera Mahdi yang dijanjikan, yang suci dan saleh, pada saat Islam berada pada tahap kemunduran dan kemalangan. Beliau saw telah bernubuat bahwa ia akan datang dengan sebuah misi untuk menghidupkan kembali dan memperkuat akidah Islam, dan melaluinya, Islam akan kembali muncul ke permukaan bumi. Rasulullah SAW menyebut Putra Rohani yang suci ini sebagai Muslih Mau’ud.
Khalifatul Masih III
Hazrat Mirza Nasir Ahmad RH adalah putra tertua dari khalifah kedua. Beliau meluncurkan dua proyek besar, Yayasan Fazli Umar dan program Nusrat Jahan, dengan semangat melanjutkan pekerjaan ayah beliau. Beliau juga mengumumkan motto Ahmadi yang terkenal ‘Love for all, hatred for none‘ (cinta untuk semua, tiada kebencian bagi siapapun).
Khalifatul Masih IV
Hazrat Mirza Tahir Ahmad RH merupakan Khalifah keempat. Beliau terpilih setelah kewafatan saudara beliau (Hazrat Mirza Nasir Ahmad) pada tahun 1982. Salah satu pencapaian terbesar beliau adalah pengembangan saluran TV satelit 24 jam, MTA (Muslim Television Ahmadiyya). Pada tahun 1993, perhelatan bai’at internasional pertama kali disiarkan secara langsung melalui saluran MTA, dimana ratusan ribu orang masuk ke dalam Jamaah Muslim Ahmadiyah melalui tangan beliau.
Khalifatul Masih V
Khalifah Jamaah Muslim Ahmadiyah saat ini adalah Hazrat Mirza Masroor Ahmad ABA. Dilahirkan pada bulan September 1950, beliau mewaqafkan hidup beliau untuk Islam pada usia 27 tahun. Salah satu pencapaian terbesar beliau ketika menjabat sebagai sekretaris Pertanian dan perkebunan Ahmadiyah (Ziro’ah) di Ghana, adalah melakukan eksperimen penanaman, pertumbuhan dan pemeliharaan gandum sebagai tanaman ekonomis di Ghana, walaupun serangkaian percobaan mengungkapkan bahwa gandum tidak dapat tumbuh di Ghana. Prestasi ini telah merevolusi ekonomi negara dan membuka jalan untuk berswasembada. Beliau saat ini tinggal di London, Inggris. (goes)
AmandaPed27 April 2022 at 12:18
student payday loan
payday loan cash advance loan