Pengalaman Bertabligh di Kalangan Sastrawan

Pengalaman Bertabligh di Kalangan Sastrawan

Ada satu pengalaman dalam Tabligh yang memperlihatkan pentingnya doa sebelum bertabligh. Dilatarbelakangi keinginan untuk lebih intens dalam bertabligh maka suatu hari sepenggal doa saya panjatkan di dalam sebuah sholat sunnah rawatib, Ya Allah, berilah taufik untuk bertabligh kepada hamba. Allah Taala pun mengabulkan doa tersebut. Beberapa hari setelah doa ini saya panjatkan, saya membaca informasi akan adanya diskusi buku-buku sastra dan terjemahan sebuah balai budaya di dekat Institut Seni Indonesia yang berada di sebuah pelosok tanah pertanian dan peternakan di kecamatan Sewon, Bantul. Dengan tekad kuat dan penuh keyakinan, saya pun mengendarai sepeda motor dinas sejarak satu jam perjalanan lebih dari Piyungan, Kab. Bantul, DI Yogyakarta, ke tempat acara dan alhamdulillah, akhirnya dapat menyampaikan tabligh kepada sekitar 5 orang peserta diskusi.

Doa saya tersebut juga dibarengi keyakinan akan ilham yang diterima Hadhrat Masih Mauud (as), Me tere tabligh ko zamin ke kinarung tak pahuncaungga yang artinya Aku akan sampaikan tabligh engkau ke pelosok-pelosok bumi.” Dalam pengamatan saya, ilham ini berarti, [1] sekalipun kita naudzu billah malas atau enggan bertabligh, pasti Allah Taala akan menyediakan sarana dan sumberdaya manusia lain yang bersedia bertabligh karena itu adalah janji-Nya kepada utusan-Nya; [2] Tabligh tersebut akan Dia buat sampai ke tempat-tempat pelosok peradaban jauh dari pusat kemajuan peradaban; [3] yang akan Dia buat sampai ke berbagai pelosok dunia ialah tabligh engkau yaitu tabligh atau pendakwaan Hadhrat Masih Mauud (as). Jadi, bukan pemikiran dan penafsiran kita sendiri atas beliau.

Acara dimulai sekitar pukul 15.00 dan berakhir pukul 01.00 dini hari dan ditutup dengan makan bersama. Tidak semua orang kuat dengan semua sesi. Saya harus tahan dengan banyak sesi tersebut sembari mencari cara bisa berkenalan dan ngobrol banyak dengan yang minat bahas agama. Ada banyak sesi di acara ini seperti diskusi penulisan, diskusi soal penerjemahan, pameran buku-buku sastra terbitan penerbit Indie (penerbit kecil atau kurang terkenal yang idealis menerbitkan karya-karya inspiratif), penampilan pembacaan puisi, penampilan pembacaan cerita pendek, penampilan bahasan prosa dan seterusnya. Ada banyak penulis, penerjemah, editor dan sastrawan yang mendapat kesempatan berbicara di event ini.

Hadirin acara ini juga sangat beragam. Bisa dibilang dari berbagai asal daerah dan suku bangsa hadir di sini. Dari hasil pengamatan dan obrolan dengan hadirin kebanyakan dari mereka ialah mahasiswa/mahasiswi yang berkuliah di Yogyakarta yang berasal dari pulau sumatra, kalimantan, sulawesi, nusa tenggara, maluku dan papua. Ada juga para penggemar sastra asal Yogya dan luar Yogya seperti sekumpulan aktifis sastra dari Bandung.

Saya sampai ke tempat acara tersebut pada pukul setengah 5 sore dan mulai mengikuti diskusi soal penerjemahan. Jadi, salah satu penerbit Indie mengumpulkan 13 penerjemah yang berbeda bahasa dan suku lalu masing-masing menerjemahkan 3 karya cerita pendek luar negeri ke dalam bahasa daerah masing-masing. Jadi, tiap orang menerjemahkan 3 cerpen ke dalam bahasa daerahnya. Ini adalah bahasan yang cukup menarik karena pembicara cukup berpengalaman menceritakan bagaimana mengumpulkan 13 orang tersebut, bagaimana teknik menerjemahkan dan seterusnya.

Singkat kata, setelah melewati banyak sesi dan ada juga rehat, sampailah ke puncak acara yaitu pembahasan 4 sastrawan besar yaitu Franz Kafka, Sitor Situmorang, Pramudya Ananta Toer dan A.A. Navis. Pembahas empat tokoh tersebut adalah orang-orang yang sudah lama melakukan penelitian dan juga menghasilkan tulisan mengenai mereka. Contohnya, Saut Situmorang (keponakan Sitor) yang juga melakukan penelitian atas karya-karya pamannya dan meneliti banyak atas riwayat hidupnya; Raudal Tanjung Banua terhadap karya Navis; Muhidin M Dahlan atas Pram dan Sigit Susanto atas Kafka.

Acara ini diselenggarakan oleh Komunitas Apresiasi Sastra (Apsas) sukses menggelar acara bedah buku semalam penuh yang berlangsung seru dan penuh makna. Acara ini digelar Sabtu (01/02/2025) di Balai Budaya Karang Kitri, Bantul, Yogyakarta. Sejak 2008, kegiatan ini sudah menjadi tradisi tahunan yang dinanti-nanti oleh para pecinta sastra. Tahun ini, Apsas menghadirkan 10 buku dari berbagai genre, mulai dari kumpulan puisi, cerpen, esai, novel, hingga kritik sastra dan terjemahan. Yang bikin acara ini makin spesial, Apsas juga merayakan seabad empat penulis besar dunia dan Indonesia, yaitu Pramoedya Ananta Toer, Franz Kafka, Sitor Situmorang, dan A.A Navis. Empat nama ini memang legendaris dan karyanya masih relevan dibahas sampai sekarang, ungkap Didin Tulus yang sengaja datang dari Kota Cimahi bersama rekan-rekannya sesama pecinta sastra untuk menghadiri acara tersebut. Berita selengkapnya bisa Anda baca di media online BERITA JABAR NEWS (BJN)

No Responses

Tinggalkan Balasan