Meneliti Manuskrip Kuno Al Quran Daun Lontar

Meneliti Manuskrip Kuno Al Quran Daun Lontar

Mengenal Manuskrip Al Qur’an Lontar

Manuskrip Al-Qur’an Lontar yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini adalah manuskrip yang berasal dari Bogor dan sebelumnya dimiliki oleh keluarga Imansyah R. Taruno.[1] Nama ini pada 20 tahun yang lalu, dikenal sebagai salah satu pemilik workshop untuk penyalinan dan pembuatan naskah-naskah. Kebetulan, Penulis saat itu tinggal bertetangga dan sering memberikan masukan untuk penulisan naskah-naskah tersebut. Bahkan, Penulis telah dianggap sebagai konsultan untuk penyalinan dan penulisan naskah berbahasa Arab dan Ibrani.

Untuk di Indonesia, manuskrip Al-Qur’an yang terbuat dari daun tal (rontal) atau nipah juga ditemukan di beberapa lokasi. Usia manuskrip itu bervariasi, ada yang cukup tua hingga yang berusia muda alias baru puluhan tahun. Sebagai salah satu medium penulisan naskah, rontal memainkan perananan yang cukup penting pada masa lalu. Untuk di Jawa Barat sendiri, daun pohon nipah atau saeh juga memiliki peranan yang sama pentingnya.

Beberapa manuskrip kuno yang ditemukan di Tatar Pasundan, misalnya di Garut, Sumedang, Bogor, Indramayu, Cirebon, juga menggunakan medium daun nipah dan rontal (lontar). Kabuyutan Bayongbong, Leles, Garut masih menyimpan manuskrip nipah dan juga barang-barang kuno lainnya. Naskah-naskah Sunda Kuno (NSK) banyak ditemukan dari bekas Pawikuan Kai Raga tersebut.[2]

Salah satu Manuskrip Al-Qur’an dengan medium penulisan daun tal (rontal) alias lontar adalah yang saat ini dimiliki oleh Penulis. Penulis kemudian menamakan Manuskrip Al-Qur’an itu sebagai Codex Gigas Al-Qur’an “Imiselinos”. Mengapa demikian? Alasannya adalah berdasarkan kajian pada kolofon yang ditemukan pada bagian akhir Manuskrip Al-Qur’an tersebut, yang menyebutkan bulan Rabi’ al-Akhir tahun 1322 H. Sedangkan dalam Ilmu Falakiyah, bulan Rabi’ al-Tsani alias Rabi’ al-Akhir 1322 H itu memiliki visibilitas Hilal alias _Imiselinos_ sama dengan Jumadil Awal 1834 (Jawa) atau Selasa, 14 Juni 1904.[3]

Manuskrip Al Qur’an Lontar Perspektif Filologi

Secara umum, Filologi merupakan salah satu cabang dari ilmu-ilmu Humaniora yang memfokuskan perhatian pada aspek bahasa dan sastra, terutama yang termasuk dalam kategori bahasa dan sastra klasik. Sedangkan secara khusus, Filologi adalah cabang ilmu yang mengkaji teks beserta sejarahnya (tekstologi), termasuk di dalamnya melakukan kritik teks yang bertujuan untuk merekonstruksi keaslian sebuah teks, mengembalikannya pada bentuk semula, serta membongkar makna dan konteks yang melingkupinya.

Ada dua mazhab Filologi, yaitu Filologi Tradisional atau Klasik dan Filologi Baru atau Modern. Filologi Tradisional mengandaikan, bahwa jika terdapat variasi bacaan dalam sebuah salinan, maka telah terjadi kesalahan dan kekeliruan (errors) dari penyalin yang mutlak harus diluruskan, sehingga manuskrip yang mengandung kesalahan tersebut disebut sebagai manuskrip yang rusak (corrupt). Sedangkan Filologi Baru atau Modern akan menampilkan apa adanya (disebut sebagai metode diplomatik), tanpa ada koreksi teks (emendation) dari peneliti.[4]

Penulis berikan contoh dari kajian yang pernah dilakukan terhadap kitab karya Hujjat al-Islam Abu Hamid Muhammad al-Ghazali al-Thusi (1058-1111 M) berjudul _*al-Radd al-Jamiyl li-Ilaahiyyati ‘Iysa bi-Shaariyh al-Injiyl*_ (الرد الجميل لإلهية عيسى بصريح الإنجيل). Di dalam salinan oleh Pdt. Robert P. Shediac pada 1939 di Paris (Perancis) berdasarkan manuskrip Or. 828, yang disalin pada 1689 M (1061 H) terdapat beberapa perubahan teks. Perubahan teks itu di antaranya dapat dilihat pada halaman 237, 246 dan 258.[5]

Manuskrip Lontar Codex Gigas Qur’an Imiselinos ini menggunakan rasam Utsmani. Cirinya adalah dengan membuang Alif (hadzfu Alif) pada kata tertentu. Khat Arab ditulis menggunakan Khat Naskhi secara profesional dan bagus untuk empat lembar pertama dan empat lembar terakhir, selebihnya 26 lembar bervariasi bahkan ada yang ditulis saat sedang tidak mood. Sedangkan secara Riwayat berasal dari Imam Hafsh ‘an Ashim.

Imam Hafsh adalah salah satu perawi utama Imam Ashim. Nama lengkapnya adalah Hafsh bin Sulaiman ibn al-Mughirah. Beliau lahir pada 90 H (669 M). Setelah belajar cukup mendalam, Imam Hafsh kemudian mengembara ke Baghdad (Irak) dan Mekah. Menurut Abu Hasyim al-Rifa’i, Imam Hafsh adalah seorang yang paling mengetahui bacaan Imam Ashim.

Imam Ashim sendiri memiliki nama lengkap Abu Bakar Ashim ibn Abu Najud, panggilannya Abu Bahdalah dan termasuk seorang tabi’in yang meninggal di Kufah pada 127 H. Imam Ashim memiliki dua riwayat, yaitu Syu’bah dan Hafsh. Selain sebagai seorang ahli Qira’ah, Imam Ashim juga pakar Hadits. Riwayat-riwayat Hadits Imam Ashim ibn Bahdalah juga tercantum dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim.[6]

Aksara Arab dalam manuskrip itu juga ditulis tanpa tanda baca (harakat/syakal). Pemotongan kata (diftong) khas naskah kuno alias tidak beraturan. Antar Surah dipisahkan oleh Basmalah, yang ditulis secara berkesinambungan tanpa jeda. Kesalahan tulis biasanya dihitamkan (ditindik oret-oretan) dan ditulis lagi setelahnya.

Manuskrip Al-Qur’an di Maluku yang menggunakan Riwayat Hafsh misalnya terdapat di Negeri Hitu, Negeri Hila, Negeri Morela, Negeri Mamala, Negeri Wakal, Negeri Kaitetu, Negeri Seith, dan negeri-negeri lainnya. Manuskrip ini biasanya menggunakan sanad Al-Qur’an yang berasal dari Ngavan yaitu Sanad Almarhum Al-Ustad Al-Fadhil Muhammad Yahya ibn al-Mukarram Jauhar/Sabtu Narauhun dari Almarhum Al-Ustad Kabir Muhammad Yahya ibn al-Hajj Abdul Wahid Matdoan.

Manuskrip Al Quran Lontar Perspektif Kodikologi

Kodikologi adalah ilmu tentang naskah. Orang yang ahli di bidang ini disebut sebagai Kodikolog. Secara harfiah, Codicologie/Codicology adalah ilmu mengenai naskah-naskah dan bukan mempelajari apa yang tertulis di dalam naskah.

Tugas dan Daerah Kajian Kodikologi ialah Sejarah Naskah, Sejarah Koleksi Naskah, Penelitian mengenai tempat Naskah yang sebenarnya, Masalah Penyusunan Katalog, Penyusunan Daftar Katalog, Perdagangan Naskah dan Penggunaan Naskah.

Analisis Kodikologi mencakup Sejarah Naskah via Kolofon, Fisik Naskah via Panjang, Lebar, Ketebalan Naskah Keseluruhan, Panjang, Lebar dan Jumlah Halaman, Bahan atau Media Naskah. Bagian Dalam Naskah mencakup Jenis Countermark dan Watermark, Huruf, Bahasa, Rubrikasi/Penanda, Bentuk Tulisan, Garis Bantuan, Cap Kertas, Iluminasi, Ilustrasi dan Kerusakan.[7]

No Responses

Tinggalkan Balasan