Jepang Menguasai Hindia Timur (Maluku dan Papua)
Setelah berhasil menguasai seluruh wilayah Hindia Belanda, pada 12 Februari 1942, Jepang kemudian menetapkan tiga wilayah pemerintahan militer, yaitu wilayah Sumatera diperintah oleh Tentara ke-25 Angkatan Darat Jepang yang bermarkas di Bukittinggi, Jawa-Bali oleh Tentara ke-16 Angkatan Darat Jepang yang bermarkas di Batavia (Jakarta), serta Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua (wilayah timur) oleh Armada Ke-3 Angkatan Laut Jepang yang bermarkas di Makassar.
Dalam menjalankan pemerintahan di Pulau Ambon, Jepang tidak banyak merubah sistem pemerintahan yang sudah ada sebelumnya. Jepang hanya mengganti pimpinan di pos-pos pemerintahan yang sebelumnya dipegang oleh pemerintah Kolonial Belanda. Jepang membentuk unit-unit aparat pemerintahan sipil yang tingkatannya lebih rendah.
Aparat pemerintahan sipil tersebut ditempatkan di sejumlah lokasi di wilayah Maluku dan Maluku Utara, antara lain Meinseiku Chokan yaitu kepala daerah yang berkedudukan di kota Ambon, Tual, dan Ternate. Pelaksana pemerintah di wilayah-wilayah setingkat kecamatan (distrik) adalah Gun Cho, dibawah Gun Cho terdapat para Raja yang disebut Ku Cho. Kepala kampung atau orang terkemuka disebut Sun Cho dan kepala-kepala soa/marga yaitu Kumi Cho. Seluruh aparat pemerintahan sipil didukung dan dilindungi oleh petugas penjaga keamanan atau polisi yang dinamakan Kempeitai.
Begitu juga dengan di Papua Barat atau Dutch New Guinea. Sebagai bagian dari Ambon, struktur pemerintahan pada masa Jepang di Papua Barat saat itu juga memiliki kesamaan dengan yang ada di Maluku dan Maluku Utara. Apalagi, sistem demografi masyarakat di Papua Barat memang mirip dengan yang ada di Maluku. Kemiripan itu di antaranya ada kepala kampung atau kepala suku dan kepala soa atau marga.
Pembangunan Pillbox di Manokwari dan Manokwari Selatan
Meskipun telah menguasai Maluku dan Papua Barat, tetapi Jepang menyadari bahwa ancaman keamanan masih ada. Pasukan Sekutu (Allied Forces) dengan persenjataan modern didukung pesawat tempur yang canggih pada masanya, dianggap menjadi ancaman serius bagi Jepang. Oleh sebab itu, Jepang kemudian mempersiapkan pertahanan dengan membangun berbagai sarana. Di antaranya lapangan terbang (airfield), tempat pengintaian (pillbox) dan kebutuhan lainnya.
Khusus terkait pillbox, Jepang membangunnya di lokasi strategis yang bertujuan untuk menghalau serangan pasukan Sekutu alias ABDA (America – British – Dutch – Australia). Lapangan terbang, lokasi sekitar pantai, perbukitan dan lokasi strategis lainnya menjadi tempat dibangunnya pillbox. Jarak antar satu pillbox dengan pillbox yang lainnya terkadang relatif berdekatan dan saling melindungi.
Untuk di Manokwari, pillbox itu berada di lapangan terbang Rendani, di Jalan Brawijaya, di Jalan Selamet Riyadi dan Kampung Ambon sekarang. Melihat lokasi dan posisinya, dahulunya semua pillbox itu satu sama lain saling melindungi. Misalnya, pillbox yang di Jalan Selamet Riyadi sekarang, dapat melindungi keamanan tentara Jepang yang ada di pillbox depan RSUD Manokwari sekarang.
Meskipun target dari semua pillbox itu ke arah laut atau udara, tetapi tetap pillbox itu juga mengarah ke segala arah (darat). Artinya, darimana pun datangnya Sekutu, maka dapat dengan mudah dilumpuhkan. Kedekatan lokasi antar pillbox memungkinan untuk saling melindungi bila ada musuh yang mencoba untuk mendekati bangunan pillbox tersebut. Sebab, salah satu strategi untuk melumpuhkan kekuatan di dalam pillbox adalah melalui serangan jarak dekat.
Pembangunan Lapangan Terbang di Manokwari dan Manokwari Selatan
Selain membangun banyak pillbox di berbagai lokasi, Jepang juga membangun lapangan terbang (airfield) atau sekedar landasan pacu. Lapangan terbang Rendani (Manokwari) yang telah dikuasai, begitu juga lapangan terbang Abresso (Ransiki, Manokwari Selatan) difungsikan sebagai lapangan terbang pertahanan udara.
Untuk di Manokwari Selatan, Jepang bahkan membangun dua lapangan terbang atau landasan pacu lagi. Keduanya berada di Kampung Dembek (Momi) dan Kampung Waren. Melihat kondisi geografisnya, semua lapangan terbang di Manokwari dan Manokwari Selatan itu saling terhubung dengan lapangan terbang di Biak dan Manokwari serta Laha (Ambon) dan Namlea (Pulau Buru).
Related Posts
Kunjungi Ciaruteun Ilir dan Pasir Muara Telisik Prasasti Tinggalan Kerajaan Tarumanegara
Gotrasawala Panitia Pangeran Wangsakerta | Belajar dari Lembaga Penulisan, Penyalinan dan Penerjemah Naskah/ Manuskrip pada Masa Kasultanan Cirebon
Pakuan Pajajaran dan Pajajaran Anyar
Pakuan Pajajaran dan Pajajaran Anyar | Menelisik Jejak Pakuan Pajajaran dan Toponimi Lokasi di Sekitar Kampus Mubarak
Mengenal Sosok IPDA La Udin | 19 Tahun NIkmati Tugas di Pedalaman Lembah Moskona
No Responses