Mengenal Logistik Jepang di Dutch New Guinea (Papua Barat) 1942-1945
Setiap peperangan pasti memerlukan logistik dan akomodasi yang tidak sedikit. Logistik dan akomodasi itu mencakup minyak (avtur), ransum (konsumsi), medis, persenjataan tempur, lapangan terbang/pelabuhan dan benteng pertahanan. Semuanya harus dikelola dengan baik sehingga bisa efektif.
Tidak terkecuali saat terjadi Perang Dunia II alias Perang Pasifik di Netherlands East Indies (NEI) atau Dutch New Guinea (DNG). Keperluan minyak, konsumsi, penerangan, medis, persenjataan dan lapangan terbang atau pelabuhan otomatis harus dipenuhi.
Pihak Sekutu sendiri melalui Jendral Douglas MacArthur telah mengupayakan agar minyak di Klamono (Sorong) dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pesawat tempurnya. Begitu juga landasan pacu di Pulau Middleburg dan Pulau Amsterdam, dekat Sansapor (Sausafor) mulai dibangun.
Sedangkan pihak Jepang juga mengadakan landasan pacu baru di Momi dan Waren, selain lapangan terbang yang sudah dikuasai sebelumnya di Rendani dan Ransiki (Ransiki). Pembangkit listrik, tambang minyak dan tanaman untuk logistik dan nutrisi juga ditanam di kedua lokasi tersebut.
Tampaknya Jepang mengalami kekurangan persediaan beras untuk logistik prajuritnya di Papua ini. Oleh sebab itu, berkali-kali, nasi pun dimasak bercampur kentang. Sehingga, bila mendengar nama kentang saja disebut, para prajurit Jepang itu terlihat sumringah dan seolah dari mulutnya menetes air liur.
Jepang Menanam Kapas di Kampung Dembek
Meskipun tidak banyak data yang diperoleh, ternyata Jepang juga mengupayakan penanaman kapas di Kampung Dembek. Oleh sebab itu, untuk keperluan air bagi tanaman tersebut, Jepang pun membangun semacam irigasi dengan bak-bak penampungan air.
Kapas merupakan tanaman komoditi yang pada masa itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Selain dapat dibuat tali (serat) juga kain untuk pakaian. Jepang tidak ingin melihat prajuritnya terserang malaria dan tipus seperti prajurit Sekutu yang ada di Tambrauw.
Jepang Menanam Jute di Kampung Waren
Selain penanaman kapas di Kampung Dembek, Jepang juga menanam jute alias yute putih di Kampung Waren. Tujuannya adalah agar keperluan serat, tali dan kain untuk kepentingan ekonomi dan perang dapat terpenuhi. Seperti diketahui, yute dapat menghasilkan serat dan tali yang dapat dibuat kain atau karung goni (gunny).
Karung goni inilah yang pada masa Jepang banyak dipakai sebagai pakaian masyarakat. Kadang karena selama berhari-hari, pakaian dari karung goni ini jarang dicuci, maka munculah kutu khas yang menyebabkan gatal-gatal. Sedangkan bila dicuci akan memerlukan waktu lama untuk bisa kering kembali.
Selain untuk tali dan pakaian, manfaat yute lainnya adalah untuk isolator kabel listrik. Ketika karet tidak tersedia, maka tali yute alias goni ini dapat dijadikan sebagai pelapis kabel listrik. Seperti diketahui, di Kampung Waren itu listrik sudah ada sekitar tahun 1943. Artinya, sudah ada pembangkit listrik dan juga instalasinya. Bahkan, anak-anak kecil sudah membeli es dari orang Jepang disana.
Related Posts
Meneliti Manuskrip Kuno Al Quran Daun Lontar
Kunjungi Ciaruteun Ilir dan Pasir Muara Telisik Prasasti Tinggalan Kerajaan Tarumanegara
Gotrasawala Panitia Pangeran Wangsakerta | Belajar dari Lembaga Penulisan, Penyalinan dan Penerjemah Naskah/ Manuskrip pada Masa Kasultanan Cirebon
Pakuan Pajajaran dan Pajajaran Anyar
Pakuan Pajajaran dan Pajajaran Anyar | Menelisik Jejak Pakuan Pajajaran dan Toponimi Lokasi di Sekitar Kampus Mubarak
No Responses