Pembagian Tata Pemerintahan di Tanah Papua 1898
Sejak 1898, Belanda (Nederlandsch/Netherland) mulai membentuk tata kelola pemerintahan di Tanah Papua (Nederlandsch Nieuw Guinea). Tata pemerintahan itu terkadang dipengaruhi oleh beberapa faktor, utamanya ekonomi, politik, pengaruh kekuatan kolonial dan hubungan dengan missi khususnya Katolik saat itu.
Dalam rentang tahun 1898 hingga 1940, terjadi sebanyak 10 kali pergantian tata kelola dan lingkup pemerintahan. Saat itu, Nederlandsch menggunakan istilah Afdeeling dan Onderafdeeling untuk wilayah pemerintahannya. Tanah Papua, kadang menjadi bagian dari Ternate, kadang Ambon, atau pernah dihilangkan (tidak ada pemerintahan) karena alasan ekonomis.
Pada 1898 itu, Nederlandsch Nieuw Guinea dibagi menjadi dua Afdeeling, yaitu Afdeeling North Nieuw Guinea dan Afdeeling West & South Nieuw Guinea, yang berpusat di Residency Ternate. Artinya, Tanah Papua saat itu berada di bawah kekuasaan Residen Ternate. Tiga tahun kemudian, dimekarkan lagi dengan tambahan Afdeeling South Nieuw Guinea meliputi Merauke (Marind-Anim) karena alasan keamanan terkait daerah Tugaris.
Setelah silih berganti tata pemerintahan, baik penambahan atau pengurangan Afdeeling dan Onderafdeeling maupun pemusatan ibukota selama delapan kali, pada akhirnya di tahun 1940, Papua atau Nederlandsch Nieuw Guinea pun kemudian dibagi menjadi tiga Afdeeling: North Nieuw Guinea, West Nieuw Guinea dan South Nieuw Guinea.
Afdeeling North Nieuw Guinea memiliki 5 (lima) Onderafdeeling: Manokwari, Sorong, Serui, Sarmi dan Hollandia (Jayapura). Lalu Afdeeling West Nieuw Guinea mencakup 3 (tiga) Onderafdeeling: Fak Fak, Inanwatan dan Mimika. Sedangkan Afdeeling South Nieuw Guinea meliputi 2 (dua) Onderafdeeling: Boven Digul dan South Nieuw Guinea.
Missi Katolik ke Tanah Papua (Nieuw Guinea)
Jauh sebelum Perang Dunia I, Belanda sudah melihat pentingnya perluasan wilayah penyebaran missi diluar Eropa. East Indies khususnya Tanah Papua (Nova Papua), saat itu menjadi target pekabaran Injil oleh Vatikan. Kongregasi Propaganda Fidei mulai mengatur missi Katolik di Asia Tenggara dan Pasifik. Pada 19 Juli 1884, Paus Gregorius XVI mengeluarkan bulla kepausan (traktat) yaitu Ex Debito Pastoralis untuk membentuk dua vikariat di Melanesia dan Mikronesia.
Oleh sebab itu pada 1881 dikirimkan beberapa pastur (pater) ke Batavia (Jakarta) dan tiba pada 1882. Namun setelah diterangkan bahwa akses ke Tanah Papua masih sangat sulit, maka mereka kembali ke Filipina dan selanjutnya ke Australia. Dari Australia, Pater Henry Verjus, M.S.C. dari Ordo Missionarii Sacratissimi Cordis tiba di Pulau Yuse, Papua Nieuw Guinea.
Pada 1888, Serikat Yesus telah membuka pos missi Katolik di Kepulauan Kei, Maluku. Pada 11 Juli 1891, Pater S. van Der Heiden, S.J. dari Serikat Yesus (Society of Jesus) Tual itu bertolak ke Merauke namun gagal karena kapal yang ditumpanginya mengalami masalah.
Missi Pertama Katolik di Fak Fak Afdeeling South & West Nieuw Guinea
Pada 24 Mei 1894, Pater Le Cocq d’Armandville, S.J. tiba di Tanah Papua dari Batavia tepatnya di Kampung Sekaru, Fak Fak. Karena situasi di kampung itu sepi, akhirnya Pater Le Cocq pun naik gunung untuk mencari warga untuk sasaran missi. Karena tidak ada juga, akhirnya turun ke pantai lagi dan menemukan sekelompok warga sedang berbincang.
Related Posts
Jemaat Ahmadiyah Cibinong Adakan Kelas Waqf-E-Nou
Ansharullah Ahmadiyah Indonesia Adakan Ijtima Nasional 2024
Bekali Public Speaking dan Personal Building | Hadirkan Mentor dari Celebes Public Speaking
DPD Jemaat Ahmadiyah Bogor Hadiri FGD Setara Institute
Kunjungan Pendeta Ony ke Pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia
No Responses