Masroor Library – Ilmu Perbandingan Agama (The Comparative Study of Religions) memiliki istilah dan penyebutan yang berbeda-beda. Ada yang menyebutnya Fenomenologi Agama (memakai metode fenomenologi), Sejarah Agama-agama (mendekatinya dari segi sejarah), atau Ilmu Agama-agama. Semua istilah ini, dengan sedikit perbedaan, menunjuk kepada suatu bidang ilmu pengetahuan yang umum, yang aslinya dikenal dengan nama Allgemeine Religionswissenchaft, atau istilah Inggrisnya General Science of Religions.
Ini wajar, karena menurut Robert R. Marret dalam bukunya The Treshold of Religions (London: Methuen, 1914) mengatakan, bahwa “Agama sendiri adalah yang paling sulit dari semua kata untuk didefinisikan” (Religion is the most troublesome of all words to define). Clement C. Webb dalam The Historical Element in Religion (London: Allen & Unwin, 1935) menguatkan, “A definition of religion is needless and impossible.” (Suatu definisi tentang agama adalah sia-sia dan tidak mungkin dibuat).
Suatu definisi yang mungkin telah diterima secara umum, adalah seperti apa yang dikemukakan oleh Louis H. Jordan dalam Comparative Religions: Its Genesis and Growth (Edinburgh: T&T Clark, 1905) yang menyebutkan, bahwa “Perbandingan Agama adalah ilmu yang membandingkan asal-usul, struktur dan ciri-ciri dari pelbagai agama dunia, dengan maksud untuk menentukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya yang sebenarnya, sejauh mana hubungan antara satu agama dengan agama yang lain, dan superioritas dan inferioritas yang relatif apabila dianggap sebagai tipe-tipe.”
Saat ini, Ilmu Perbandingan Agama sudah menjadi mata kuliah resmi di beberapa Fakultas Ushuluddin, baik di perguruan tinggi agama maupun umum. Sejak abad ke-17, di Aceh, Nuruddin al-Raniri telah lebih dulu mengikuti tradisi para penulis Muslim lainnya ketika menulis mengenai agama-agama. Bukunya, Tibyaan fi Ma’rifat al-Adyaan, dalam bab pertamanya, memuat keterangan-keterangan tentang agama-agama yang pernah lahir ke dunia semenjak Nabi Adam as sampai Nabi Isa as.
Delapan abad sebelumnya juga telah lahir ulama Islam yang menulis tentang agama-agama besar dunia. Ali Ibnu Hazm (994-1064) adalah salah satunya. Bukunya, Al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa’ al-Nihal, hingga kini menjadi rujukan dalam kajian agama-agama. Begitu pula Muhammad Abdul Karim al-Syahrustani (1017-1143) dengan karyanya, Al-Milal wa al-Nihal, adalah Pelopor Ilmu Perbandingan Agama untuk Dunia Timur.
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908), al-Masih al-Mau’ud as, Pendiri Jemaat Ahmadiyah dalam Islam, juga telah banyak menulis buku-buku mengenai Perbandingan Agama. Tulisan beliau mengenai Agama Kristen, Hindu, Buddha, Sikh dan aliran-aliran dalam Islam menunjukkan keluasan wawasan pengetahuan beliau akan agama-agama tersebut. Bahkan, beliau memperkenalkan suatu metode dan pandangan baru mengenai kebenaran para Nabi dan Agama-agama itu. Hal ini bisa ditela’ah dalam karya-karya beliau, di antaranya Filsafat Ajaran Islam, Almasih di India, Tuhfah Qaishariyyah, Mi’yar al-Mazahib, Kisyti Nuh dan masih banyak lagi.
Sejak 1902, Pendiri Jemaat Ahmadiyah telah menerbitkan majalah khusus untuk menerangkan tentang agama-agama. Majalah yang diterbitkan dalam bahasa Inggris ini diberi nama “The Review of Religions“. Mengenainya dikatakan, bahwa “The magazine is devoted to promoting intellectual and lively debate that is based on respect for all prophets and religions. Islam repeatedly stresses the need to seek knowledge and The Review of Religions provides a unique platform for people to acquire, and share knowledge.“
Seratus tahun kemudian, tepatnya pada 2012, telah terbit juga majalah dalam bahasa Urdu yang diberi nama “Muwazinah Mazahib“. Nama ini mencerminkan isi majalah itu sendiri yang memang membahas materi perbandingan agama-agama. Misalnya, dalam edisi April 2014, dibahas mengenai posisi Saul alias Paulus menurut Injil, Kisah Ramayana, Nabi Yesaya dalam Sudut Pandang Al-Qur’an dan Alkitab, tuduhan bahwa Kitab Suci Al-Qur’an menjiplak dari Alkitab dan materi lainnya. Mir Mehmud Ahmad adalah editor majalah bulanan ini.
Dalam lembaga pendidikan modern di Indonesia, semenjak tahun 1930-an sudah dikenal mata pelajaran “Perbandingan Agama”. Misalnya, di Cursus Normaal Putri di Bukittinggi dan Islamic College di Padang. Begitu juga di al-Jami’ah al-Islamiyyah, Sungayang, Batusangkar (1931), juga di Training College, di Payakumbuh (1934). Tenaga pengajarnya, di antaranya adalah Muchtar Luthfi, Iljas Ja’qub dan Mahmud Joenoes. Sedangkan buku yang dipakai adalah karangan mereka sendiri, misalnya Al-Adyaan, berbahasa Arab.
Di Palembang juga berdiri Perguruan Tinggi Islam Palembang (1957) di bawah naungan Yayasan Perguruan Tinggi Islam Sumatra Selatan. Perguruan ini hanya terdiri dari satu fakultas yakni Fakultas Hukum Islam. Pada tingkat sarjana muda lengkap diajarkan “Perbandingan Agama”. Di Jawa, ada Pesantren Persatuan Islam (Persis) Bangil, yang pada tahun 1951 mengajarkan mata pelajaran yang dinamakan “Mengenal Agama-agama Lain”.
Lalu, sejak kapan materi Ilmu Perbandingan Agama diajarkan di Jamiah Ahmadiyah Indonesia? Materi apa saja yang diajarkan di Jamiah? Metode pembelajaran seperti apa yang cocok diterapkan untuk menghasilkan ahli-ahli dalam bidang itu?
ILMU PERBANDINGAN AGAMA DI JAMIAH
Ilmu Perbandingan Agama menjadi salah satu mata kuliah, baik di Jamiah Ahmadiyah Internasional maupun di Jamiah Ahmadiyah Indonesia. Dalam Silabus Jamiah Ahmadiyah Internasional, mata kuliah ini dikenal dengan nama “Muwazinah Mazahib”. Sedangkan di Jamiah Ahmadiyah Indonesia dipergunakan nama “Ilmu Kristologi” yang kemudian berubah menjadi “Ilmu Perbandingan Agama”.
Sejak tahun 1997 hingga 2005, mata kuliah ini belum menjadi definitif seperti sekarang ini. Meskipun Silabus Jamiah Ahmadiyah Internasional sudah ada dan menjadi acuan, namun tidak sepenuhnya bisa dilaksanakan. Saat itu, materi yang diajarkan di Jamiah Ahmadiyah Indonesia masih berkisar Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan tema-tema kajian yang lebih spesifik lagi, yaitu Kristologi: Ketuhanan Yesus, Trinitas, Penebusan Dosa, Penyaliban Yesus dan Otentisitas Alkitab.
Metode pembelajarannya terdiri dari presentasi dosen, presentasi kelompok atau perorangan dan hafalan nats-nats Perjanjian Lama dan Baru. Ada tiga buku karya Pendiri Jemaat Ahmadiyah yang biasanya dipergunakan sebagai referensi utama, yaitu Filsafat Ajaran Islam (Islami Ushul ki Filasafi), Bahtera Nuh (Kisyti Nuh) dan Almasih di India (Masih Hindustan Mei). Sedangkan untuk mengetahui keberhasilan mahasiswa dalam menguasai materi-materi tadi dilaksanakan ujian berkala (review).
A. Ilmu Perbandingan Agama di Jamiah Ahmadiyah Internasional
Menurut Nishab-o-Ta’limi Nizham International Jamiah Ahmadiyah, materi Ilmu Perbandingan Agama alias Muwazinah Mazahib adalah mata kuliah urutan keempat. Posisinya adalah setelah mata kuliah Al-Qur’an, Hadits dan Kalam. Setelah itu baru diikuti oleh Fiqih, Tarikh-o-Sirat, Tasauf, Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan Bahasa Urdu atau Farsi.
Materi Muwazinah Mazahib baru diajarkan pada Marhalah II, yaitu Darjah III, IV dan V. Sedangkan untuk Marhalah III, yaitu Darjah VI dan VII, merupakan materi pilihan (ikhtiyari mazhmun) atau spesialisasi (takhashus). Materi ini disebar dalam 3 term, yaitu Term 1, 2 dan 3. Lama tiap Term adalah 4 (empat) bulan alias Caturwulan. Saat ini yang telah menerapkan Silabus Jamiah Ahmadiyah Internasional adalah Jamiah di London, Jamiah di Jerman dan Jamiah di Kanada.
Mata kuliah ini diajarkan selama dua periode dalam satu minggu. Periode pertama, dosen memberikan petunjuk-petunjuk terkait materi yang akan diajarkan. Lalu untuk muthala’ah yang akan datang, tiap mahasiswa mengajukan pertanyaan yang dianggap sulit. Setelah itu, gantian dosen yang mengajukan pertanyaan kepada mahasiswa yang dibagi menjadi beberapa group beranggotakan 5 orang. Dosen lalu mencatat urutan kemahiran tiap mahasiswa. Tugas perorangan dan kelompok menjadi syarat mutlak di Marhalah II, sedangkan presentasi baru dilakukan pada Marhalah III.
Adapun ringkasan materi Ilmu Perbandingan Agama (Muwazinah Mazahib) sesuai Silabus Internasional adalah sebagai berikut: (i) Yudaisme, (ii) Kristianitas, (iii) Buddhisme, (iv) Hinduisme, (v) Sikhisme, lalu Agama-agama lainnya: (vi) Shintoisme, (vii) Taoisme, (viii) Zoroaster, (ix) Konfusianisme, dan (x) Jainisme. Secara garis besar, yang menjadi pembahasannya adalah mencakup: Sejarah, Geografi, Biografi Pendiri, Kitab Suci, Ajaran dan Perbandingannya dengan Agama-agama lainnya.
Untuk referensi dipergunakan kitab-kitab suci dari berbagai agama, ensiklopedia dan khususnya buku-buku yang diterbitkan oleh Jemaat Ahmadiyah, terutama buku-buku karya Pendiri Jemaat Ahmadiyah dan para Khalifah. Selain itu, kamus-kamus bahasa terutama Ibrani dan Yunani, juga dipergunakan untuk melengkapi mata kuliah Dasar-dasar Bahasa Ibrani dan Yunani di Darjah III.
B. Ilmu Perbandingan Agama di Jamiah Ahmadiyah Qadian
Jamiah Ahmadiyah Qadian telah menerbitkan semacam Pedoman Akademik yang disebut sebagai “Laihah ‘Amal“. Di dalam Laihah ‘Amal Tahun Akademik 2009-2010 disebutkan, bahwa jenjang pendidikan disana terdiri dari Darjah Hifdz, Darjah Mumahhidah, Darjah ‘Ula, Darjah Tsaniyah, Darjah Tsalitsah, Darjah Rabi’ah, Darjah Khamisah dan Darjah Sadisah.
Darjah Hifdz diperuntukkan bagi mereka yang ingin menjadi penghafal Al-Qur’an (hafidz). Lamanya pendidikan 3 (tiga) tahun, dengan rincian waktu menghafal dibagi menjadi dua semester tiap tahun. Yaitu, jumlah hafalan tiap semester di tiap tahunnya selalu sama. Hanya pergantian tahun yang membedakan jumlah hafalan. Misalnya, pada tahun pertama semester ganjil sebanyak 4 (empat) juz. Begitu pula pada semester genap sama jumlahnya, 4 juz juga. Tahun kedua masing-masing 5 (lima) juz, dan tahun ketiga sebanyak 6 (enam) juz. Jumlah seluruhnya 30 (tiga puluh) juz.
Darjah Mumahhidah atau umumnya disebut sebagai “Kelas Persiapan” dengan lama pendidikan satu tahun atau sebanyak 2 (dua) semester. Materi yang diajarkan meliputi: Al-Qur’an, Sastra Arab, Bahasa Urdu dan Bahasa Inggris. Dalam materi Al-Qur’an dan Sastra Arab diajarkan juga hafalan. Untuk Al-Qur’an sudah ditentukan surah-surah yang harus dihafalkan, lalu doa dari Al-Qur’an dan bacaan Shalat sederhana. Sedangkan untuk Sastra Arab, di antaranya harus menghafalkan Ad’iyyat al-Rasul saw, Ilham yang diterima Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Qashidah, Doa-doa Pendiri Ahmadiyah dan kosakata, yang kesemuanya dalam bahasa Arab.
Terkait dengan mata kuliah Ilmu Perbandingan Agama atau Muwazinah Mazahib, Jamiah Ahmadiyah Qadian mengajarkannya hanya di Darjah Khamisah dan Sadisah masing-masing sebanyak 2 (dua) semester. Artinya, hanya selama 4 (empat) semester mata kuliah ini diberikan. Ada tambahan lainnya, namun kaitannya dengan pendalaman bahasa Sansekerta selama 2 (dua) semester di Darjah Rabi’ah. Disana, Weda dan Gita diajarkan juga dalam bahasa aslinya.
Dari segi materi, Kristianitas dan Budhisme diajarkan pada Darjah Sadisah semester ganjil. Bahasannya mengenai Akidah, Kitab Suci dan Biografi Pendirinya. Sedangkan sebagai referensi utama dipergunakan Injil Matius dan buku-buku karya Pendiri Ahmadiyah: Sirajuddin Isai ke Chaar Sualong ke Jawab, Chasyma-e-Masihi, Jang-e-Muqaddas dan Raz-e-Haqiqat. Sedangkan pada semester genap, diajarkan mengenai aneka teori dan falsafah dunia terkait ekonomi dan sosial-kemasyarakatan.
Untuk Darjah Khamisah, materi Muwazinah Mazahib yang diajarkan pada semester ganjil adalah mengenai Hinduisme yang meliputi Akidah dan Biografi Pendirinya. Sedangkan pada semester genap diajarkan mengenai Sikhisme, meliputi Akidah dan Biografi Pendirinya. Sebagai referensi wajib, buku-buku karya Pendiri Ahmadiyah dijadikan bahan tela’ah yaitu Chasyma-e-Ma’rifat, Surmah Chasym Ariyah, Ariyah Dharm, Sat Bachan, Guru Nanak Ji ka Falsafah Tauhid.
C. Ilmu Perbandingan Agama di Jamiah Indonesia
Sejak tahun 2007, Jamiah Ahmadiyah Indonesia (JAMAI) Bogor menerapkan Silabus Internasional dalam pengajarannya. Itu berarti bahwa semua mata kuliah harus mengacu pada Nishab-o-Ta’limi Nizham. Tentu saja, dengan keterbatasan referensi, langkah itu menjadi sedikit terkendala. Oleh sebab itu tidak mengherankan bila ada dosen yang menetapkan target antara 30-70% pun dianggap sudah bagus.
Terkait dengan mata kuliah Ilmu Perbandingan Agama, awalnya begitu juga. Dikarenakan referensi asli sulit didapatkan di Indonesia ini, maka ditempuh cara lain. Dalam tahun-tahun pertama diterapkannya Silabus Internasional, mulai diupayakan “pendekatan materi”. Maksudnya, meskipun referensi aslinya tidak ada, namun dipergunakan referensi lain yang isinya hampir sama. Buku-buku terjemahannya dalam bahasa Indonesia, akhirnya mengisi kekosongan tersebut.
Materi mata kuliah Ilmu Perbandingan Agama diajarkan mulai Darjah III hingga V. Dalam tiap minggunya, ditetapkan 4 (empat) jam pertemuan di tiap darjah. Karena Jamiah Ahmadiyah Indonesia memberlakukan sistem semester, otomatis ada sekitar 96 jam mata kuliah alias 48 kali tatap muka. Ini belum dikurangi kegiatan lain-lain dan libur tiap hari Ahad pada Minggu IV. Faktualnya, hanya sekitar 30 kali tatap muka yang bisa dijadwalkan.
Metode pengajarannya sendiri terdiri dari presentasi dosen, presentasi kelompok dan ujian. Presentasi dosen biasanya dilakukan pada awal pertemuan tiap bulannya. Selain menyampaikan materi pendahuluan, dosen juga memberitahukan hal-hal teknis terkait presentasi kelompok dan juga referensinya sesuai tema yang telah ditentukan sebelumnya.
Tiap kelompok mendapat giliran presentasi maksimal lima kali dalam sebulan. Selain absensi kehadiran (10%), tugas research paper juga menjadi salah satu nilai tambah tiap mahasiswa (10%). Ujian Akhir Semester sendiri hanya maksimal 40% dan Ujian Tengah Semester alias Ujian Tematik maksimal 30% saja.
SEJARAH FKK/FKIPA “AL-MU’AZZIY” DI JAMIAH INDONESIA
A. Dasar Hukum Pembentukannya
Adalah suatu hal yang mengherankan, bahwa legalitas formal pembentukan forum kajian dan hizeb di Jamiah Ahmadiyah Indonesia (JAMAI) Bogor ternyata baru setahun setelahnya dibuat. Namun, bagi Forum Kajian Kristologi (FKK) “AL-MU’AZZIY” ini lebih mengherankan lagi karena bulannya sama, hanya berbeda tahun saja. Ini artinya, pembentukan FKK yang kemudian menjadi FKIPA, tepat satu tahun sebelum acuannya sendiri lahir.
Acuan yang dimaksud adalah Pedoman Pembinaan Sikap, Akhlak dan Kepribadian Mahasiswa (PPSAKM) Jamiah Ahmadiyah Indonesia, yang diterbitkan pada April 2003. Bandingkan dengan pembentukan FKK yang setahun lebih dulu, tepatnya 24 April 2002. Hal istimewa lainnya adalah, bahwa pembentukannya hanya terpaut satu minggu dari tanggal lahir pendirinya. Inilah fakta-fakta sejarah yang tidak bisa dianggap remeh.
Terkait dengan legal formal pembentukan Forum Kajian Ilmu Perbandingan Agama (FKIPA) “AL-MU’AZZIY” –dan tentu saja forum kajian dan hizeb lainnya di Jamiah– ada beberapa Bab dan Pasal yang menaunginya. Yang pertama, adalah Bab III mengenai Hak dan Kewajiban Mahasiswa untuk Memperoleh Pembinaan.
Kedua, Bab IV terkait Pembinaan, di dalam Pasal 9 Ayat (2) dinyatakan, bahwa “Pembinaan Ko-Kurikuler adalah usaha yang dilakukan secara sadar untuk menyiapkan mahasiswa seutuhnya melalui kegiatan bimbingan dan/atau latihan sesuai dengan bidang keahlian untuk menunjang kegiatan Kurikuler”.
Lalu, yang Ketiga, di dalam Pasal 12 Ayat (4) menyatakan bahwa secara struktural, “Pembinaan organisasi KBM dan organisasi lain yang ada di bawahnya”. Ini diperkuat lagi dengan Pasal 13 Ayat (6) yang berbunyi: “Meningkatkan kemampuan pribadi sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan menyiapkan tahapan-tahapan yang sesuai dengan kondisi mahasiswa pada umumnya”.
Dasar Keempat, adalah Pasal 18 Ayat (4) yang menyatakan, bahwa “melalui wadah hizeb dan forum kajian masing-masing berupaya memantapkan semua bidang keilmuan”. Ini berarti bahwa setiap mahasiswa memiliki hak yang sama untuk mengembangkan bidang keilmuan yang dipilihnya.
Sedangkan landasan Kelima yang lebih spesifik adalah termaktub dalam Pasal 19 mengenai Program Pembinaan Spesialisasi Keilmuan. Di dalamnya dinyatakan, bahwa: (1) mewajibkan mahasiswa memilih forum kajian yang ada di Jamiah, (2) setiap mahasiswa bertanggungjawab terhadap kemajuan forum kajiannya masing-masing, (3) menyelenggarakan presentasi forum kajian baik internal maupun eksternal dan (4) program selanjutnya disesuaikan dengan kebijakan Jamiah yang diatur kemudian.
B. Peran FKIPA “AL-MU’AZZIY” Dalam Mendukung Silabus
Secara umum, tujuan dibentuknya forum kajian dan hizeb adalah sebagai sarana untuk memudahkan pembinaan mahasiswa. Khususnya terkait Forum Kajian Ilmu Perbandingan Agama (FKIPA), maka tujuan yang hendak dicapai adalah, pertama-tama, mendukung pengajaran Silabus Ilmu Perbandingan Agama di Jamiah Ahmadiyah Indonesia (JAMAI) Bogor. Oleh sebab itu semua kegiatan dan materi pembahasan, diarahkan pada pendekatan materi yang ada pada dan sesuai Silabus Internasional.
Kedua, FKIPA juga bertujuan melahirkan para mahasiswa yang memiliki spesialisasi dalam bidang kajian tertentu. Dari kesepuluh agama yang dipelajari, tiap anggota diwajibkan memilih satu kajian yang akan menjadi fokus spesialisasinya. Mungkin ada yang mengambil Yudaisme, sehingga menjadi Yudaismolog alias Jew Expert. Ada yang fokus ke Kristianitas, sehingga menjadi Kristolog dan lainnya. Intinya, Forum Kajian ini bertujuan membentuk sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kapabilitas dalam agama-agama tertentu termasuk penguasaan bahasa asli kitab sucinya.
1. Kiprah Internal dalam Jamiah dan Jemaat
Sejak pertama kali dibentuk, orientasi kegiatan FKK atau sekarang FKIPA adalah untuk mendukung mata kuliah Ilmu Kristologi (atau Ilmu Perbandingan Agama) yang diajarkan di kelas. Oleh sebab itu, materi kajiannya berlandaskan pada Silabus atau Sebaran Mata Kuliah yang dibuat oleh dosen. Selain itu, Forum ini juga sebagai pelengkap alias praktikum dari teori yang diajarkan. Kunjungan Akademis atau dikenal juga sebagai Kunjungan Forum Kajian ke berbagai komunitas agama merupakan salah satu upaya kearah sana.
Kiprah internal di Jamiah, dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, melalui Forum Meeting Rutin, yang dilaksanakan setiap hari Rabu atau Kamis. Dalam pertemuan ini, sudah ditentukan pembicara dan bahan yang akan disampaikan. Metode yang dilakukan adalah presentasi diikuti tanya jawab. Melalui kegiatan ini materi mata kuliah yang terdapat dalam Silabus sedikit-banyaknya ikut dibahas. Dari sini juga ada pembagian spesialisasi materi.
Selain itu ada juga Forum Kajian Gabungan, dimana setiap forum akan mendapat giliran untuk menyampaikan materi pilihan dihadapan anggota forum kajian lainnya. Dari sini juga akan terlihat kemampuan perorangan dan secara group dalam menjawab setiap pertanyaan dari forum lainnya.
Penerbitan Bulletin FKIPA “AL-MU’AZZIY” juga telah dilaksanakan sejak Nopember 2013. Secara garis besar, materi yang dimuat adalah mengenai Reportase Kunjungan, Resensi Buku, Did You Know? Galeri Foto dan Profil. Bulletin ini diterbitkan sebulan sekali dengan oplah sekitar 100 eksp dan didistribusikan kepada pihak-pihak terkait.
Untuk membiasakan tiap anggota FKIPA berbicara di depan umum minimal di hadapan anggota Jemaat, biasanya FKIPA juga menerima tawaran mengisi suatu acara pengajian/kajian. Beberapa Jemaat Lokal sekitar Jabodetabek sudah sering mengundang FKIPA untuk presentasi. Di antaranya Jemaat Kebayoran, Jemaat Cisalada, Jemaat Karyasari, Jemaat Karawang dan Jemaat Bekasi.
Kedepannya diharapkan agar FKIPA ini bisa membuka dan memiliki perwakilan di tempat-tempat lainnya dalam kaitannya dengan pertabligan Jemaat. Ini pernah dilakukan, misalnya, di Jemaat Salatiga (2004) dengan mendirikan Forum Kajian Kristologi (FKK) sebagai sarana rabtah dan mengundang pihak luar. Hasilnya, banyak tamu undangan yang kemudian menjadi teman dekat dan selalu datang ke rumah missi untuk mengenal lebih dekat lagi, bukan saja terkait Kristologi melainkan juga mengenai Ahmadiyah.
2. Kiprah Eksternal diluar Jemaat
Dengan kelengkapan administrasi yang dimiliki, Forum Kajian ini ataupun yang lainnya, bisa berkiprah dalam kegiatan-kegiatan diluar. Bahkan, sebagai lembaga yang formal dalam arti resmi di bawah lembaga tertinggi mahasiswa di Jamiah, setiap forum kajian bisa melaksanakan kegiatan dengan mengundang pihak luar.
Selama ini, FKIPA sudah beberapa kali menghadiri undangan terkait lintas agama. Undangan seminar, pameran buku, penahbisan atau hanya sekedar ngariung santai, sudah biasa dilakukan. Bekerja sama dengan Griya Bambu “DAAR EL-JUMAAN” Bogor, FKIPA juga pernah menyelenggarakan Serial Kursus Teologia atau SUSETIA. SUSETIA menghadirkan narasumber dari Saksi-Saksi Yehuwa (SSY) hingga pertemuan ketiga.
Kegiatan lainnya adalah dengan melibatkan anggota FKIPA dalam kegiatan lintas-iman di Bogor ini. Sejak Jaringan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (Jaringan-KBB) dibentuk, otomatis komunikasi dengan pihak luar sudah mulai terjalin lebih intensif. Beberapa kali kegiatan melibatkan anggota FKIPA, di antaranya pertandingan olahraga dan ngariung bersama membahas identifikasi kebutuhan jaringan.
Sedikitnya ada empat ormas keagamaan yang terlibat, yaitu Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), GUSDURian, Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) dan Lembaga Bantuan Hukum Kedaulatan Bogor (LBH-KBR). Sedangkan dilihat dari unsur kemahasiswaan, mereka berastatus sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Kunjungan Akademis ke berbagai komunitas agama dan tempat ibadahnya juga menjadi kegiatan rutin dari FKIPA. Sejak pertama kali dibentuk, 12 tahun yang lalu, puluhan tempat ibadah agama lain telah dikunjungi. Di antaranya kunjungan ke Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) “Zebaoth” Bogor, Gereja Kristen Pasundan (GKP) Bogor, GKP Palalangon Cianjur, Katedral Jakarta, Katedral Bogor, Vihara Dhammachakha Jakarta, Vihara Saddhaphala Ciapus, Vihara Sakyavanaram Sindanglaya Pacet, Vihara Buddha Dharma & 8 Po Sat Tonjong dan Gurdwara Sikh Jakarta.
Sedangkan untuk lembaga pendidikan keagamaan, FKIPA juga telah mengunjungi Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Nalanda, Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Rawamangun, Sekolah Tinggi Filsafat (STF) “Driyarkara” Jakarta, Sekolah Tinggi Teologi (STT) “Proklamasi” Jakarta, STT Cipanas, Ashram Hare Krishna Cisarua, Seminari Katedral Bogor, Departemen Penerjemahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) Bogor, Bible Centre Jakarta, Departemen Percetakan LAI Cibinong dan lain-lain.
PENUTUP
Setelah memaparkan kondisi nyata di Jamiah terkait dengan mata kuliah Ilmu Perbandingan Agama, maka terlihat bahwa Silabus Internasional yang telah diterapkan di Jamiah Ahmadiyah London, Jerman dan Kanada adalah Silabus terbaik yang harus diterapkan di Jamiah Ahmadiyah Indonesia secara utuh.
Metode pembelajaran pun harus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Maksudnya, dengan sebaran mata kuliah yang lebih banyak. Dengan cara mengacu pada Silabus Internasional, maka kualitas mata kuliah Ilmu Perbandingan Agama akan semakin meningkat. Apalagi bila dilaksanakan kegiatan kunjungan langsung ke komunitas-komunitas agama tersebut.
Forum Kajian sangat berperan dan diharapkan bisa menambah serta melengkapi wawasan yang diberikan dalam perkuliahan. Melalui kunjungan langsung, setiap anggota forum kajian dapat membandingkan apa yang telah mereka terima secara teoritis di kelas dengan fakta di lapangan. Mereka pun dapat belajar menganalisa fenomena agama-agama dan mencari persamaan juga perbedaan bahkan pertentangannya.
Kontributor: Rakeeman R.A.M. Jumaan
Penulis adalah Mubalig Lokal Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang kini diberikan amanat mengampu mata kuliah Ilmu Perbandingan Agama (Muwazinah Mazahib) di Jamiah Ahmadiyah Indonesia (JAMAI) Bogor, sejak 2005-sekarang.
Judul Asli: MENGEMBALIKAN ILMU PERBANDINGAN AGAMA SESUAI PROPORSINYA MENURUT SILABUS JAMIAH AHMADIYAH INTERNASIONAL
Makalah ini disampaikan dalam Dies Natalis XII Forum Kajian Ilmu Perbandingan Agama (FKIPA) “AL-MU’AZZIY” Jamiah Ahmadiyah Indonesia (JAMAI) Bogor pada Kamis, 24 April 2014 di Griya Bambu “DAAR EL-JUMAAN” Bogor.
No Responses