Gagasan dan Keyakinan Kristen Tentang Keselamatan dan Kebenaran | Bagian 3

Gagasan dan Keyakinan Kristen Tentang Keselamatan dan Kebenaran | Bagian 3

Jika Yesus AS tidak berkehendak untuk menyerahkan hidupnya, lantas bagaimana bisa gagasan penebusan dosa menjadi mungkin?

Berkenaan dengan YesusAS, tercantum dalam Injil, “..lalu kata-Nya pada mereka, ‘Hatiku sangat sedih seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah denganku.’

Maka ia maju sedikit sujud dan berdoa, kata-Nya, ‘Ya Bapaku sekiranya mungkin biarlah cawan ini lalu daripadaku.’”[7] Jelaslah dari sini bahwa YesusAS dipaksa disalib.

Alasan tersisa untuk dikemukakan adalah pengakuan jiwa YesusAS telah siap untuk disalib, sementara tubuhnya saja yang terlihat lemah. Namun, ini berarti tubuhnya tersebut seharusnya akan tetap hidup dan bertahan – karena tubuhnya tidak siap disalib – meskipun tubuhnya itulah yang menerima hukuman. Jadi, jika YesusAS diletakkan di tiang salib rela maupun tidak itu menjadi bukti dia telah menebus dosa setiap orang, lalu setiap orang dapat mengklaim hal serupa bahwa orang-orang diantara mereka yang sudah meninggal dibunuh pun telah juga menebus dosa-dosa mereka. Oleh karena itu, hal ini saja tidak cukup untuk dijadikan bukti (penebusan dosa) dan sampai ada bukti untuk mengembalikan sebuah pengakuan [pernyataan yang sebaliknya], [penebusan] itu tidak dapat diterima.

Ada Perbedaan Antara Pengorbanan dan Penebusan

Ketika orang Kristen tidak dapat mengajukan argumen apapun untuk klaim mereka, mereka mengkritik kami dengan mengatakan bahwa kami juga percaya pada gagasan pengorbanan. Jika dosa bisa diampuni dengan mengorbankan kambing dan hewan lain, lalu mengapa Tuhan Yang Maha Kuasa tidak bisa mengampuni dosa mereka melalui pengorbanan YesusAS?

Namun, ketika membuat kritik ini, mereka mengabaikan perbedaan antara pengorbanan hewan dan penyaliban YesusAS. Saat kita mengorbankan hewan, kita tidak mengklaim bahwa hewan itu menanggung beban dosa kita dan dikorbankan sebagai hukuman atas dosa-dosa itu. Sebaliknya, kita mengatakan bahwa dengan cara ini, kita menyerahkan sebagian kekayaan kita untuk mendapatkan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa, dengan harapan Dia akan mengampuni dosa-dosa kita.

Izinkan saya menyatakan ini dengan lebih jelas. Pengorbanan apapun yang kita lakukan adalah dari kekayaan kita sendiri. Kedua, kita merelakan sebagian dari [kekayaan kita] demi Tuhan Yang Maha Esa. Ketiga, kita menaruh kepercayaan kita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa karena tindakan kita ini – yang telah kita lakukan untuk kerelaan-Nya – Dia mungkin mengampuni dosa-dosa kita.

Namun, tidak ada sesuatu pun yang benar tentang penyaliban YesusAS. Sebab sebagai berikut:

[1] YesusAS bukanlah harta milik orang-orang yang telah memutuskan bahwa dosa-dosa mereka diampuni karena pengorbanannya.

[2] Mereka bukanlah orang yang bisa mempersembahkan korban.

Orang yang diuntungkan dari pengorbanan ialah yang mempersembahkan korban, bukan orang lain. Orang-orang Yahudi-lah yang mengorbankan YesusAS, dan mengenai mereka dikatakan bahwa mereka akan masuk neraka.

Namun, orang-orang Kristen mengklaim sebagai hasil dari pengorbanan Yesus ini, merekalah yang akan menjadi orang yang mencapai keselamatan. [Menurut orang-orang Kristen] YesusAS adalah anak Allah dan karena itu, orang Kristen tidak memiliki hak atas Yesus.

Orang Yahudi-lah yang menempatkan YesusAS di kayu salib, bukan orang Kristen. Oleh karena itu, orang Yahudi-lah yang harus mendapat manfaat dari pengorbanan ini. Tetapi orang Kristen menegaskan kebalikannya: dengan menegaskan keyakinan akan kematiannya, mereka akan mencapai keselamatan. Jadi, metode mencapai keselamatan yang disajikan oleh orang Kristen adalah salah dalam segala hal.

Hukum Ilahi Adalah Rahmat, Bukan Kutukan

Tentu saja, metode yang diajarkan Islam bebas dari keraguan dan ketidakpastian. Saya telah menyebutkan Islam telah menetapkan perintah-perintah hukum samawi sehingga dengan mengikutinya, manusia dapat mencapai kepuasan dan menghindari masalah. Ini mirip dengan sistem perkereta-apian yang beroperasi. Artinya, siapa pun yang tiba di stasiun tepat waktu dan membeli tiket, selanjutnya bisa naik kereta dan tiba di tempat tujuannya. Tetapi di sisi lain, akan sangat bodoh jika seseorang menangis dan mengeluh karena terlalu merepotkan untuk naik kereta dan mencapai tujuan yang mereka inginkan. Ini adalah prinsip yang sama sehubungan dengan hukum ilahi.

Hukum Ilahi hanya akan menjadi kutukan jika perintah-perintahnya menyebabkan kesusahan atau kesakitan bagi manusia. Namun, tidak ada perintah dalam Islam yang daripada menguntungkannya, malah merugikannya. Apakah pencurian merupakan tindakan terpuji yang tidak dilarang? Ataukah perzinaan adalah perbuatan baik yang seharusnya tidak dilarang? Atau apakah berbohong merupakan kebiasaan baik yang seharusnya tidak dicegah? Tentu saja tidak! Ini adalah kejadian atas semua perintah.

Hukum Ilahi adalah buku panduan. Jika Tuhan Yang Maha Kuasa tidak memberi tahu kita tentang hal-hal yang Dia telah larang bagi kita, maka hanya setelah periode cobaan dan kesalahan yang lama, manusia akan sampai pada kesimpulan bahwa hal-hal ini jahat dan ia tidak boleh melakukannya. Tetapi Tuhan Sendiri telah memberkati umat manusia dengan memberi tahu kita tentang hal-hal ini.

Sayang! Umat Kristen menganggap berkah Tuhan ini sebagai kutukan, sedangkan Tuhan Yang Maha Kuasa telah menyayangi hamba-hamba-Nya dengan mengungkapkan rahasia perintah-perintah hukum Ilahi. Ini karena seseorang tidak memiliki kemampuan untuk sampai pada kesimpulan yang benar tentang segala sesuatu, dan inilah mengapa Tuhan Yang Maha Kuasa telah mengajar [perintah-perintah ini] sendiri. Jika tidak seperti ini, maka seseorang harus mengalami banyak kesakitan dan penderitaan, dan akan melakukan hal-hal yang tidak hanya akan membuatnya sedih, tetapi juga merugikannya, dan seseorang akan gagal untuk menerapkan praktek-praktek tertentu yang akan membantu dan menguntungkannya.

Islam memberikan pengetahuan tentang Tuhan dan hasilnya menyelamatkan seseorang dari dosa dan memberikan kepada mereka kesuksesan dan kesejahteraan.

Islam tidak hanya menjelaskan sesuatu yang merugikan atau menguntungkan kita, tapi juga mengajarkan kepada kita cara untuk berperilaku baik dan menghindari keburukan. Kita melihat di dunia bahwa dengan mudah membuat seseorang sadar akan bahaya-bahaya dan kerugian-kerugian akan sesuatu yang tidak cukup untuk mencegah mereka dari melakukannya. Karena sampai seseorang mengalami sendiri konsekuensi atau akibat-akibat dari tindakan itu, pengaruh-pengaruh yang merugikannya akan tetap tersembunyi dari mereka [tidak mereka sadari].

Dalam keadaan demikian, seseorang memerlukan bantuan kekuatan lain untuk menekan mereka dari melakukan tindakan tersebut. Sebagai contoh, jika seorang anak kecil meletakkan tangannya di atas api, api itu akan membakarnya. Tapi jika orang tuanya berada di sampingnya, dia tidak akan pernah meletakkan tangannya pada api.
Kenapa seperti ini? Karena dia tidak menyadari kerugian yang disebabkan oleh api dan hanya mengetahui sedikit tentang hal itu, tapi dia melihat orang tuanya mengangkat tangan mereka untuk memukulnya, hasilnya dia sendiri berhenti melakukan hal itu.

Karena itu, meskipun mengetahui akibatnya, seseorang kurang takut pada pengaruh tersembunyi dari seseorang dan lebih takut pada pengaruh yang lebih jelas (terlihat). Misalnya, seorang pencuri yang mencuri, namun dia tidak pernah mencuri jika tahu bahwa polisi telah dekat.

Begitu pula, suatu agama yang menampilkan Tuhan yang Maha Kuasa di hadapan manusia merupakan satu-satunya yang dapat menyelamatkan mereka dari dosa. Seseorang yang menempuh jalan ini akan terus melakukan dosa sampai ia memperoleh kesadaran penuh mengenai Tuhan dan semakin pengetahuannya tentang Tuhan meningkat, semakin berkurang pula dia akan berbuat dosa. Dan ketika ia mencapai tingkatan pengetahuan yang sempurna mengenai Tuhan, dia sepenuhnya akan terhindar dari dosa.

Islam satu-satunya agama [yang memberikan pengetahuan sempurna mengenai Tuhan]. Islam tidak hanya memberikan bukti keberadaan Tuhan, bahkan, di setiap masa, terdapat para pengikut Islam yang menampakkan tanda-tanda yang membuktikan keberadaan Tuhan. Setiap Nabi telah datang dan melaksanakan tugas tentang menampakkan tanda-tanda ini yang menunjukkan bukti Tuhan yang Maha Hidup.

Karena tidak ada seorang pun setelah YesusAS yang dapat melakukan ini diantara orang-orang Kristen dan orang-orang semacam ini telah berhenti muncul, (maka) seluruh gagasan penebusan dosa pun lahir. Namun, cara yang benar ialah yang di dalamnya Tuhan memperlihatkan keberadaan-Nya melalui kedatangan para Rasul dan melalui pemberian keselamatan dengan cara ini.

Orang-orang telah mendapat keselamatan bahkan sebelum gagasan penebusan dosa dibuat

Apakah keselamatan tidak dapat diperoleh pada zaman MusaAS? Mengapa pada masa itu tidak ada penebusan dosa? Jika siapapun mengklaim MusaAS memperoleh keselamatan karena keyakinannya pada penebusan dosa YesusAS, saya juga dapat mengatakan MusaAS mendapat keselamatan karena keyakinannya kepada saya. Sebab, orang-orang Kristen tidak memiliki bukti apapun untuk menyatakan MusaAS yakin pada penebusan dosa YesusAS yang membuatnya diselamatkan sehingga pernyataan mereka dan pernyataan saya memiliki bobot yang sama. Tapi orang-orang Kristen masih tetap menerima IbrahimAS), MusaAS, YakubAS, IshakAS dan Nabi-nabi lainnya seluruhnya bahwa mereka mendapatkan keselamatan meski tidak ada gagasan penebusan dosa pada zaman mereka. Jadi, jelaslah bahwa keselamatan mereka diberikan melalui ketaatan mereka pada hukum samawi dan bukan melalui penebusan dosa. Lagi pula, tujuan hukum samawi yang mereka persembahkan adalah untuk menunjukkan tanda-tanda Tuhan Yang Maha Hidup.

Islam mengajarkan sarana-sarana keselamatan yang sama dengan yang diajarkan seluruh Nabi

Bahkan hari ini, inilah yang Islam ajarkan. Pertama, Islam menyampaikan argumentasi eksistensi (keberadaan) Tuhan. Kemudian, ketika seseorang menerima dan mulai bertindak sesuai hukum dalam Islam, ia dapat menyaksikan Tuhan. Bantuan atau pertolongan Tuhan beserta orang-orang tersebut. Dia memberikan pengetahuan tentang masa depan kepada mereka dan Dia menyelamatkan mereka dari dosa. Dan setelah mereka diselamatkan dari dosa, mereka akan mendapatkan keselamatan. Sebenarnya, seseorang tidak hanya memperoleh keselamatan, bahkan mereka juga mendapatkan keberhasilan. Islam mengajarkan bahwa inilah bagaimana dosa-dosa diampuni.

Dengan mengampuni dosa-dosa, Tuhan tidak dapat dikatakan tidak adil

Orang-orang Kristen mengatakan bahwa sebagaimana seorang hakim yang membebaskan seorang yang bersalah akan dianggap tidak adil, demikian pula, jika Tuhan mengampuni dosa-dosa seseorang, Dia juga akan dianggap tidak adil.

Namun, ada perbedaan besar antara seorang hakim dan Tuhan. Ketika seorang yang bersalah muncul di hadapan seorang hakim [dan dimaafkan hakim], bukan hakim itu yang akan mereka anggap salah. Sebaliknya, mereka akan menganggap pemerintah yang salah, dan itulah mengapa seorang hakim tidak dapat begitu saja membebaskan mereka dari tuduhan [membuktikan mereka tidak bersalah].

Di sisi lain, setiap dosa yang dilakukan oleh seseorang adalah pelanggaran terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa dan itulah mengapa Dia dapat mengampuni mereka. Juga tidaklah benar untuk mengklaim bahwa pengadilan tidak mengampuni seorang kriminal. Terdapat banyak kejahatan yang telah dilakukan dimana para pelaku kejahatan tersebut diampuni atas alasan-alasan tertentu. Belum lama, sebuah keputusan pengadilan memutuskan bahwa seseorang harus dihukum gantung, tapi seorang hakim mengubah keputusan itu menjadi pengasingan sebagai gantinya. Dapatkah seseorang mengatakan bahwa ini tidak mungkin terjadi? Tentu tidak.

Alasan lain pengadilan tidak membebaskan tersangka adalah karena mereka tidak yakin seseorang akan benar-benar bertaubat atau mereka bisa saja mencoba melarikan diri dari hukuman. Apabila seseorang dibebaskan, mereka akan mulai melakukan kejahatan lagi. Bagaimanapun juga, Tuhan Yang Maha Kuasa mengetahui hal-hal paling kecil sekalipun. Jika seseorang menyesali dosa mereka di hadapan Tuhan, Dia sepenuhnya benar-benar Maha Mengetahui apakah mereka akan menghindari dosa di masa yang akan datang atau tidak. Oleh karena itu, tidak ada kejahatan yang dapat meningkat di hadapan-Nya jika Dia telah mengampuni seseorang. Sebab itu, Islam mengajarkan bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa menerima taubat yang sejati.

Apakah maksud dari hati dan pendengaran seseorang disegel?

(Ketika Hudhur (ra) telah mencapai poin ini, seorang Kristen bertanya, “Apakah Alquran tidak menyebutkan bahwa Tuhan menyegel hati dan pendengaran mereka? Bagaimana bisa mereka meraih keselamatan?”[8]

Dalam menjawab hal ini, beliau (ra) bersabda, “Alquran dimanapun tidak menyebutkan bahwa orang-orang terlahir buruk. Menyegel (mencap) hati dan pendengaran adalah masalah yang sama sekali berbeda. Perhatikanlah, seseorang mempunyai kekuatan pada tangan mereka untuk menggenggam sesuatu. Tapi diantara orang Hindu ada yang [tetap] menjaga tangan mereka terangkat, yang akibatnya menyebabkan terhentinya pertumbuhan membiarkan tangan mereka tanpa kekuatan untuk memegang sesuatu. Salah siapakah ini? Ini adalah kesalahan orang yang mengangkat tangan mereka. Tapi, siapakah yang menyebabkan tangan mereka lemah? Itu adalah Tuhan. Bagaimanapun juga, jika Tuhan tidak menghendaki tangan mereka melemah, maka tidak akan terjadi.

Tapi inilah hukum-Nya bahwa siapa saja yang tidak bersyukur atas karunia-Nya maka mereka akan dijauhkan dari karunia-karunia-Nya. Apa yang Anda kutip adalah terkait orang-orang berikut:

إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ سَوَآءٌ عَلَيۡهِمۡ ءَأَنذَرۡتَهُمۡ أَمۡ لَمۡ تُنذِرۡهُمۡ لَا يُؤۡمِنُونَ () خَتَمَ ٱللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ وَعَلَىٰ سَمۡعِهِمۡۖ وَعَلَىٰٓ أَبۡصَٰرِهِمۡ غِشَٰوَةٞۖ وَلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٞ

‘Sesungguhnya orang-orang kafir sama saja bagi mereka apakah kamu beri peringatan maupun tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan memperhatikan. Oleh karena mereka tidak memperhatikan, sebuah segel telah menempel di dalam hati dan pendengaran mereka.'[9]

Ini membicarakan mengenai orang-orang yang telah disebutkan pada ayat-ayat sebelumnya bahwa Allah telah menyegel dalam hati dan pendengaran mereka. Allah telah menganugerahkan bagi setiap umat manusia sebuah kapasitas kerohanian, tapi jika seseorang tidak menggunakannya dan menyia-nyiakannya, itu adalah kesalahan ia sendiri. Oleh karena itu, mereka yang tidak mengindahkan perintah-perintah Allah dan tidak mengamalkannya padahal mereka telah mendengarnya, maka mereka itu kehilangan kapasitas kerohaniannya ini. Intinya, sama saja bagi mereka apakah kamu beri peringatan ataupun tidak. Maka orang-orang semacam ini dengan sendirinya tersesat, dan bukannya mereka tidak mempunyai kapasitas untuk mengikuti petunjuk.”

Catatan:
 8.Dengan karunia Allah dan hasil dari pidato ini, orang ini menerima Islam Ahmadiyah.
 9.Alquran, 2:7-8

Sumber: The Review of Religions: EDISI JUNI 202
Diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Nooruddeen Jahangeer Khan untuk tim penerjemah The Review of Religions
Penerjemah: Ghalib Ahmad, Muhammad Murbayuddin Qoyyum dan Sulthonul Qalam, JAMAI Darjah Tsalitsah Studi Muwazanah Madzahib (Perbandingan Agama) tahun ajaran 2020-2021.
Editor dan Pengajar: Mln. Dildaar Ahmad Dartono.

No Responses

Tinggalkan Balasan