Pengalaman Puasa di Papua | Cuaca, Makanan dan Kesulitan Mendengar Azan

Pengalaman Puasa di Papua | Cuaca, Makanan dan Kesulitan Mendengar Azan
"Untuk di Manokwari, Papua Barat, apalagi di daerah tertentu, suara azan kadang jarang terdengar. Bila pun suatu saat terdengar, tidak berkesinambungan. Bahkan, terkadang waktu azan Maghrib berbeda dan selisih antara satu masjid dengan masjid lainnya. Begitu juga dengan makanan, tidak seperti di Jawa yang serba tersedia menu khas Ramadhan."

Masroor Library – Tidak terasa sudah 20 bulan lamanya ditugaskan di Papua Barat domisili di Manokwari. Manokwari merupakan ibukota Provinsi Papua Barat. Meski demikian, kondisinya masih kalah jauh dibanding Kota Sorong yang menjadi pintu masuk ke Papua Barat dan umumnya Papua.

Sejak tiba di Manokwari pada 2 Agustus 2020 lalu, baru sekali dapat melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Itu terjadi pada bulan April 2021. Dan, tahun 2022 ini, adalah puasa Ramadhan kedua kalinya selama tinggal di Papua Barat.

Bila pada tahun 2021, awal Ramadhan 1442 H jatuh pada 14 April; maka tahun 2022 ini, awal Ramadhan 1443 H jatuh pada 3 April. Ada selisih 11 (sebelas) hari dari tahun sebelumnya. Artinya, puasa Ramadhan tahun berikutnya selalu maju 11 hari. Dipastikan, puasa Ramadhan 1444 H akan jatuh pada 24 Maret 2023 nanti. Wallahu a’lam!

Mubalig Papua Barat usai Shalat Tarawih menyampaikan Daras

Berbekal pengalaman puasa sebelumnya, baik di Maluku ataupun di India, memang ada sedikit perbedaan antara puasa di Jawa dengan puasa di luar Jawa. Perbedaan itu sungguh sangat mencolok dan tidak bisa dinafikan. Bila kita kurang persiapan, maka segala sesuatunya akan berantakan. Manajemen waktu benar-benar sangat diperlukan.

BEDA / SELISIH WAKTU DUA JAM

Dari segi waktu saja, berpuasa di Kawasan Timur Indonesia terasa sangat mencolok. Istilahnya, lebih cepat sahur dan lebih cepat pula berbuka (ifthar). Sementara yang di Jawa atau luar Papua masih terbuai mimpi atau baru beranjak ke peraduan, di Papua sudah bangun melaksanakan tahajud dan persiapan sahur.

Begitu juga waktu berbuka, lebih cepat dua jam bagi yang di Kawasan Timur Indonesia. Ketika mereka yang di Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) masih ngabuburit, sedangkan yang di kawasan WIT sudah Maghrib dan waktunya berbuka puasa.

Memang, kondisi ini ada untung dan ruginya. Keuntungannya adalah, bagi yang di kawasan Timur ini harus selalu (dituntut untuk) bisa produktif. Sementara di luar Papua masih terbuai mimpi, di Papua sini sudah bisa menghasilkan karya.

Tulisan, misalnya. Bagi yang senang menulis, maka saat mereka yang di Barat baru terbangun, sudah bisa menyantap persembahan tulisan dari mereka yang tinggal di Timur. Tetapi, kerugiannya juga memang ada. Dalam setiap kegiatan, waktunya selalu tidak proporsional.

Kadang terpotong shalat Dhuhur, kadang bertepatan dengan shalat Maghrib, atau bahkan di Papua sudah menjelang tengah malam. Suatu pilihan yang benar-benar memerlukan pengorbanan (waktu) yang tidak kecil.

SUARA AZAN LUAR HARIAN

Umumnya di Papua Barat dan khususnya di Manokwari, ada beberapa lokasi yang suara azan tidak bebas terdengar keluar. Entah, apakah petugas azan (muazin) jarang mengumandangkan azan ataukah memang kebijakan speaker masjid yang khusus internal atau khusus hari tertentu saja.

Pengalaman tinggal di bilangan KODAM XVIII/Kasuari, Arfai, Manokwari membuktikan hal itu. Dari beberapa masjid yang ada di sekitar sini, kadang tidak ada satupun suara azan yang berkumandang. Berbeda dengan di Jawa, yang kapan pun dengan bebas mendengar suara azan.

Jangankan suara azan, suara tadarus yang seperti di Jawa biasa kita dengar, untuk di beberapa lokasi di Papua Barat, itupun juga tak terdengar. Tidak selalu dapat mendengarnya secara rutin. Bahkan, selama hampir dua tahun disini, belum pernah sekalipun mendengarnya kecuali tarhim sebelum azan (bila pun ada).

JENIS MAKANAN DI MANOKWARI

Selama bulan Ramadhan, biasanya di Jawa semarak dengan kuliner khas untuk berbuka. Berbagai penganan khas dijajakan di berbagai tempat. Tetapi untuk di Papua Barat ini, semua itu sifatnya terbatas. Bilapun ada, jumlahnya tidak sebanyak seperti di Jawa.

Jenis makan khas untuk berbuka pun biasanya didominasi oleh makanan khas Buton atau Bugis. Es Pisang Ijo terlihat lebih mendominasi, disusul oleh es dawet atau es cendol dan gorengan (bakwan). Ini dimaklumi, karena pendatang dari Buton atau Bugis yang muslim biasanya lebih mendominasi dalam perdagangan.

Dari segi lokasi, makan khas Ramadhan itu juga biasanya hanya ada di daerah yang ramai atau perkotaan. Untuk di perkampungan atau di luar kota, dipastikan tidak ada yang menjajakannya. Terutama di daerah yang tidak ada penduduk muslimnya.

CUACA SELAMA BULAN RAMADHAN

Meski tidak selalu dipastikan, terkadang di Papua Barat ini turun hujan atau panas selama bulan Ramadhan. Bila turun hujan atau cuaca mendung, maka bagi yang berpuasa sedikit mendapat kenyamanan. Sebaliknya bila berhari-hari panas terik, akan menimbulkan banyak kesulitan.

Sebagai lokasi yang berada langsung di bawah garis equator atau Khatulistiwa, Papua Barat –terutama Kota Sorong, Kab. Sorong, Kab. Tambrauw dan Kab. Manokwari serta Kab. Manokwari Selatan– terkenal dengan cuaca panasnya. Ini tidak mengherankan, sebab dari segi nama saja –Irian– dalam bahasa Biak artinya tanah panas.

Jangankan bagi orang yang berpuasa atau saat Ramadhan, pada hari-hari biasa pun cuaca panas di Manokwari ini terasa menyengat. Ini wajar, sebab lokasi kotanya juga di dekat pantai. Selain itu pepohonan disini tidak sebanyak seperti di kota-kota Papua Barat lainnya.

Demikian pengalaman selama menunaikan ibadah puasa Ramadhan di Papua Barat khususnya di Manokwari. Bagi yang baru pertama kali tinggal disini, sebaiknya segera menyesuaikan diri dengan kondisi cuaca dan makanan yang ada. Bila tidak, maka kesulitan pasti akan dialami selama berpuasa. []

Disusun oleh:
Mln. Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat

No Responses

Tinggalkan Balasan