Mengenal Sosok Kamaluddin Adam | Ahlu-Shuffah Yang Gemar Mutala’ah

Mengenal Sosok Kamaluddin Adam | Ahlu-Shuffah Yang Gemar Mutala’ah

Masroor Library – Zawiyah adalah istilah yang dulu sering dipakai untuk menyebut salah satu bagian mesjid. Zawiyah itu sendiri berari “pojokan”, “sisi” atau bagian tertentu dari mesjid yang dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan belajar-mengajar. Kini, istilah itu telah mengalami makna melioratif. Artinya berubah menjadi fakultas. Lho, koq bisa?

Di masa itu, interaksi antara seorang guru dan murid terjadi di dalam mesjid. Ada zawiyah untuk mengajarkan ilmu Al-Qur’an dengan guru khusus, di zawiyah sebelahnya ada guru yang mengajarkan ilmu Hadits. Lama-kelamaan zawiyah itu memiliki banyak murid hingga mirip madrasah. Dari madrasah inilah terbentuk Fakultas atau Jurusan.

Di dalam mesjid juga biasanya beberapa orang tinggal. Selama beberapa hari mereka menetap di mesjid. Bukan, ini bukanlah khuruj yang dimaksud oleh kelompok Jamaah Tablig. Kita –para Ahmadi khususnya– menyebutnya dengan istilah Ahlu Shuffah! Ya, karena mereka melaksanakan hidup mirip shufi. Mereka menjauhi dunia dan asyik beribadah kepada ALLAH Ta’ala di mesjid.

Di pojokan alias zawiyah mesjid Al-Hidayah Kebayoran Lama itulah biasanya terlihat satu sosok yang tidak asing lagi. Selama puluhan tahun, sosok ini telah terlihat disana. Tiga hari dalam seminggu, ada di zawiyah-nya. Selebihnya, dalam empat hari sisanya tak tampak kehadirannya.

Sosok ini memiliki nama lengkap Kamaluddin Adam. Kamaluddin adalah bahasa Arab, artinya “Agama yang sempurna” atau “Aturan yang lengkap” atau “Sultan yang berkuasa”. Sedangkan Adam, adalah nama seorang Nabi alias nenek-moyang (jaddun) para nabi. Adam juga dalam bahasa Ibrani artinya “merah”, “tanah” atau “petani”.

Pak Kamal –demikian panggilan akrabnya– berasal dari Cirebon. Sejak lebih 30 tahun lalu ia baiat dan mengenal Jemaat Ahmadiyah. Familinya kini ada yang tinggal di Cideng, masih ghair. Disanalah selama beberapa hari, Pak Kamal tinggal ketika tidak ada di mesjid.

“Famili saya yang di Cideng adalah simpatisan Habib Rizzieq. Mereka sangat hormat sekali dengan yang namanya habib,” katanya suatu kali dalam perbincangan ringan di mesjid. “Mereka sudah tahu bahwa saya Ahmadiyah, tapi mereka tidak marah atau mengatakan sesuatu yang buruk.”

Aktifitas sehari-hari selain beribadah, ia habiskan dengan mutala’ah alias membaca buku-buku. Dalam seminggu bisa satu atau dua buku yang berhasil diselesaikan. Dengan dibantu kacamata baca, aktifitas itu tidak ada kendala. Kesempatan pagi dan sore hari adalah waktu yang biasa dipergunakannya. Satu per satu buku di Perpustakaan Mini telah habis dilahapnya.

Ketika waktu azan telah tiba, segera ia bergegas mengumandangkannya. Meski kualitas suara dan talafuz pelafalannya belum sempurna, dengan tulus ia mengumandangkannya. Tidak ada perasaan ragu atau malu. “Prinsipnya, tunaikan dulu kewajiban, perbaikan sambil berjalan. Kalau malu atau ragu, kapan bisa (mengamalkannya)?” kata sosok berusia lebih dari setengah abad ini.

Dalam tiga hari atau lebih menjadi ahlu-shuffah di mesjid Al-Hidayah, biasanya Pak Kamal rajin menanyakan sesuatu persoalan atau temuan saat muthala’ah. Misalnya, apabila ada materi yang dibaca dan belum dipahami, langsung ditanyakan kepada Mubalig Lokal. Berbagai-bagai masalah ditanyakan, mulai dari tafsir, hadits, fiqih, kristologi, ilzamat dan sebagainya. Biasanya ada orang lain yang juga nimbrung. Jadilah mirip suasana zawiyah.

“Dulu saya sering diajak berkeliling oleh Bapak A. Hasan Tou. Saya tidak tahu kemana, pokoknya ikut saja. Pak Hasan Tou ini biasanya berkunjung ke pendeta-pendeta. Bahkan, Hamran Ambrie dan Yusuf Roni juga sudah ditemui,” kata sosok yang masih lajang itu mengenang masa-masa dulu. Nostalgia itu memang indah. Ia tampak ceria saat menceritakannya.

“Saya rindu dengan pelajaran Kristologi. Sudah lama tidak pernah menerima materi ini lagi. Sejak Bapak Ali Mukhayat wafat, praktis Edaran Berkala Kristologi (EBK) terhenti. Padahal isinya sangat bagus sekali. Oleh sebab itu, alangkah bagusnya bila disini juga dilaksanakan semacam Kursus Kristologi tiap seminggu sekali.” pungkasnya mengusulkan sambil menutup pembicaraan.

Kini ahlu suffah Masjid Hidayah JAI Kebayoran, DKI Jakarta itu telah tiada. Tepatnya Kamis (31/3) sore ini, sosok yang murah senyum dan ramah itu telah berpulang ke rahmatullah, ke Hadhirat Tuhan Yang Maha Kuasa. Innalillahi wa inna ilaihi raaji’uwn. ALLAH Ta’ala menempatkan ruh almarhum dalam Sorga Ridha-Nya. []

Disusun oleh
Mln. Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat

No Responses

Tinggalkan Balasan