Kenangan Terhadap Hadhrat Muslih Mau’ud RA

Kenangan Terhadap Hadhrat Muslih Mau’ud RA

Cinta dan kasih sayangnya terhadap Alquran begitu dalam dan abadi. Pada Hari Sabtu, beliau memberikan Dars kepada kaum wanita. Hal ini masih segar dalam ingatan saya. Beliau berdiri di serambi rumah Hadhrat Amma Jan dan para wanita duduk di halaman, serambi dan di kamar yang lain yang berdekatan dengan serambi. Hari itu begitu sesak.

Beliau juga memberikan Dars di antara kaum pria yang diikuti sebagian besar anak-anak sekolah dan sekali waktu memberikan Dars khusus selama musim liburan musim panas di Masjid Aqsa yang juga diikuti oleh banyak Ahmadi dari luar Qadian. Dars ini diberikan tiap hari beram-jam dan bertahan berminggu-minggu. Sepanang Ramadhan, Hadhrat Khalifatul Masih IV membacakan ramalan dari Muslih Mau’ud bahwa akan datang suatu masa di mana Dars Alquran oleh Khalifatul Masih akan disiarkan oleh Televisi ke seluruh dunia. Lihatlah ! Ini telah terjadi dan terprakarsai. Pada masa kekhalifahan Hadhrat Khalifatul Masih IV RH seluruh dunia menyaksikan dari penggenapan berkat Tuhan ini.

Ketika saya menikahi anak beliau, kita menghabiskan beberapa hari pada cuti musim panas di Dharamsala. Dengan prakarsanya sendiri, beliau menyarankan saya bahwa beliau akan mengajarkan saya pelajaran terjemah Alquran. Beliau melaksanakannya setiap hari dan biasanya saya membuat satu catatan untuk Dars secara pribadi ini.

Tafsir Shagir dan Tafsir Kabir yang mengagumkan dalam beberapa volume adalah karya dari cintanya dan pengabdiannya yang agung dalam menjelaskan keindahan yang tak tertandingi dari Alquran dan dengan pesannya yang kekal. Bagian terbesar dari pekerjaannya dikerjakan saat beliau sakit. Saya ingat waktu-waktu dari pekerjaannya pada minggu-mnggu yang berharga ini di Jabba, di mana beliau menghabiskan beberapa waktu dengan mengabaikan panas yang tak tertahankan dari musim panas yang membakar.

Kepercayaannya Terhadap Kekuatan Doa

Sisi lain yang mendominasi kehidupan beliau adalah kejujuran dan keyakinan yang dalam terhadap kekuatan doa. Di setiap krisis yang dihadapi Jemaat, beliau pergi ke Bait-us Dua dan dengan khusuk berdoa kepada Allah. Saya menyaksikan selama berhari-hari. Belliau keluar dari Bait-ud-Dua dengan mata yang merah dan bengkak.

Ketika kota Gurdaspur akan masuk ke dalam negara India, saya yang waktu itu menjabat sebagai wakil komisaris tambahan wilayah Pakistan merasa kaget dan takut karena itu adalah mayoritas muslim dan seharusnya menjadi bagian Pakistan. Atasan saya memberikan nasihat kepada saya agar kembali ke Qadian. Karena menurut berita dari C.I.D. yang mengindikasikan bahwa sebuah bom telah dilemparkan ke kediaman saya dan mengatakan akan memberitahukan jika Amritsar kembali ke pangkuan Pakistan. Lalu saya ke kantor Huzur, Qasre Khilafat. Beliau mengatakan bahwa beliau menerima wahyu berbunyi: “Dimanapun kamu berada, Allah akan membawamu bersama-sama” (QS Albaqarah:149)

Kejadian lain dari sosialisasinya terhadap Allah yang tersimpan dalam memori saya dan kehadirannya masih segar walaupun sudah 60 tahun yang lalu adalah ketika saya tertidur di bagian luar dari rumah kami di Qadian. Di Mardanah (bagian kaum pria) dari rumah tersebut saya mendengar tangis doa yang menyentuh hati. Hal ini sangat mengejutkan saya. Dan ketika saya sadar saya menemukan bahwa itu adalah Muslih Mau’ud yang sedang melaksanakan Shalat Tahajjud di atas teras rumah Ummi Nasir yang dindingnya bersebelahan dengan rumah kami.

Kecintaan yang Besar Terjadap Jemaat

Ia mempunyai kecintaan yang besar terhadap Jemaat. Saya ingat dengan jelas bagaimana beliau dengan khawatir berjalan ke sana-ke mari membawa Alquran kecil di tangannya setelah para rombongan Ahmadi meninggalkan Qadian menuju Pakistan. Pada waktu itu beliau berdoa khusuk dan tidak berhenti sampai rombongan melewati batas dengan selamat.

Dalam ingatan saya juga pada waktu itu krisis Jemaat, beliau berhenti tidur di tempat tidur beliau yang nyaman dan tidur di lantai menghabiskan waktu untuk berdoa sampai Tuhan meyakinkan beliau tentang kesuksesan dan revolusi dari krisis tersebut. Pada kesempatan itu beliau merasa ada sentuhan halus sebuah ranting dan suara yang merdu yang mendorong beliau untuk bangun dan tidur di tempat tidur beliau.

Kejadian lain yang tidak saya lupakan adalah ketika beliau menghentikan perjalanan beliau suatu hari ke Sind dan pada sore hari beliau mengajak saya ke ruang tamu dan menyuruh saya untuk duduk di sofa si sebelah beliau. Beliau mengatakan bahwa sebagai anggota ICS saya mempunyai kesempatan untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi. Tetapi itu janganlah sampai menghentikan saya dalam kepedulian terhadap orang yang miskin dan yang tidak mempunyai hak istimewa. “Memberikan barang-barang yang menghalangi atau mengecilkan hati orang miskin untuk menggapaimu itu tidak tepat bagimu.” Beliau menyebutkan bahwa setiap orang yang miskin mempunyai hubungan yang sama kepada Nabi Muhammad SAW dan itu adalah contoh yang benar untuk diikuti. Air mata beliau mengalir dan berbicara dengan terbata-bata ketika mengatakan hal itu.

Contoh yang lain ketika saya melihat beliau duduk di atas lantai kamarnya yang menyelimuti dirinya dengan dhussa (selimut Khasmir yang lembut) dengan kira-kira selusin atau lebih lilin yang menyala di atas kotak untuk membaca atau menulis hingga larut malam. Beliau mempunyai tenggorokan sensitif yang diakibatkan oleh minyak tanah, oleh karena itu beliau menggunakan lilin karena waktu itu belum ada listrik di Masjid Qadian. Setelah itu beliau pergi ke Masjid Fajr untuk shalat tahajjud. Beliau menulis sebuah memo dan biasanya beliau mengirimkannya ke ayah saya untuk diterjemahkan atau kadang-kadang untuk pendapatnya tentang hal itu. Kami yang pada waktu itu masih anak-anak biasanya menjadi pembawa pesan memo itu.

Rasa Hormat Beliau Terhadap Amma Jan RA

Beliau selalu menunjukan rasa hormat beliau terhadap Hadhrat Amma Jan RA. Beliau selalu membawanya pada banyak perjalanan. Hadhrat Amma Jan RA dengan penuh kasih sayang memanggil beliau Mia. Beliau (Hadhrat Amma Jan RA) sangat khawatir jika Huzur terlambat datang dari waktu yang yang sudah dijanjikan pada perjalanan beliau. Hadhrat Amma Jan RA mengambil sebatabg ranting kecil dan menyentuh khalifah muda (Huzur) dan berkata : “Jangan terlambat lagi itu membuat saya cemas.” Ini adalah luapan perasaan alami seorang ibu walaupun demikian neliau menunjukkan selluruh rasa hormat terhadap Huzur RA seperti Ahmadi lainnya.

Ketika Hadhrat Amma Jan RA wafat, Huzur menginginkan untuk menguburkan beliau di sebelah suami beliau, Hadhrat Masih Mauud AS. Huzur meminta saya untuk membicarakan hal itu dengan Komisaris Tinggi India. Sesuai permintaan saya Komisaris Tinggi mengatakan kepada saya bahwa beliau akan hubungan dengan Delhi dan pada waktu yang dtentukan beliau mengatakan bahwa Pemerintah India menyetujuinya sebagai kasus yang spesial. Sayangnya pemerintah tidak akan mengeluarkan visa lebih dari 20 orang untuk mengiringi jenazah pada pemakamannya di Qadian. Huzur tidak menyetujuinya penawaran ini dan tanpa ragu-ragu mengatakan kepada saya bahwa jika melihat status pada posisi Hadhrat Amma Jan RA sekitar 10.000 Ahmadi dibutuhkan untuk mengiringi beliau pada pemakaman di Qadian.

Seorang Penceramah Yang Hebat

Huzur RA adalah seorang penceramah yang hebat. Saya bepergian dan telah mendengar beberapa pemimpin yang terkemuka di seluruh dunia, tidak ada yang menyamai pidato beliau. Beliau sungguh-sungguh dapat memindahkan gunung-gunung dan ribuan anggota Jemaat betah menyaksikan kebenaran ini. Suatu ketika beliau memberikan pelajaran di kota yang berbeda menguraikan secara panjang lebar apa yang Pakistan butuhkan dalam pertahanan dan bidang yang lain. Seorang profesor non Ahmadi duduk di dekat teman saya yang ahmadi. Mendengar pidato tersebut, profesor itu dengan spontan mengatakan bahwa Huzur seharusnya menjadi Perdana Menteri Pakistan.

Pada pelajaran “Islam Me Khilafat Ka Aghaz” di Universitas Islam, kepala kantor yang juga seorang profersor sejarah memberikan sambutan yang hangat terhadap Thesis Huzur yang mengagumkan. Profesor itu membuka kata-kata dengan “Fazil Baap Ka Fazil Beta” (pengetahuan anak seperti pengetahuan orang tua), ditambahkan pula beliau yang tadinya menganggap dirinya sangat mengetahui tentang sejarah Islam, tetapi setelah mendengar pelajaran dari Huzur, profesor itu menemukan bagaimana kurang sempurnanya pengetahuan dan wawasan dirinya tentang sejarah Islam. []

 

Sumber: alislam.org “Remembrance of Hazrat Mosleh Mau’ud” Part I
Dimuat: Bisyarat Edisi No 42 Muharram-Shafar/Tablig 1385 HS/Pebruari2006 M
Ditulis oleh: Hadhrat Mirza Muzaffar Ahmad RA
Penterjemah: Muzaar Ahmad

No Responses

Tinggalkan Balasan