Mengkhidmati Islam Melalui Ahmadiyah di Salatiga (2003-2005)
Mulai Agustus 2003, Penulis pun mendapat amanat untuk melayani Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Cabang Salatiga (048), Jawa Tengah sebagai Mubaklig Lokal. Bersama rekan seangkatan lainnya yang ditugaskan di Batang, Pekalongan yaitu Mln. Ahmad Ahsan Anang, Penulis bertolak menggunakan bus ke Semarang. Selama satu minggu di Semarang, oleh Mubalig Wilayah Jawa Tengah Mln. Ahmad Muhammad, kami berdua diajak berkeliling ke Patean, Kendal dan lokasi lainnya menggunakan mobil jeep.
Penulis pun menempati rumah missi JAI Salatiga di Jl. Kridanggo No. 4, Sidomukti, Salatiga bersebelahan dengan GOR Salatiga. Selama di Salatiga, Penulis juga berkeliling mengunjungi anggota yang terserak berjauhan: di Tengaran (Kab. Semarang), Susukan (Karanggede), di Jambu (Ambarawa), di Boyolali, di Wonogiri dan lokasi lainnya. Saat itu, Penulis hanya menggunakan sepeda onthel merk Phoenix milik pribadi. Penulis pernah juga berkunjung ke Ungaran, Bawen dan Ambarawa dengan bersepeda.
Selama dua tahun di Salatiga, Penulis pun melanjutkan pendidikan Teologia di Fakultas Teologia Universitas Kristen Satya Wacana. Kebetulan, banyak dosennya yang merupakan kolega dalam kegiatan lintas iman di Yayasan Persemaian Cinta Kemanusiaan (PERCIK) Salatiga. Penulis juga didaulat menjadi anggota Tim 9 Forum Silaturahmi Antar Umat Beriman (FSUB) Sobat Salatiga. Anggota lainnya adalah kyai dan pendeta dari Kota Salatiga, Kab. Semarang dan Kab. Wonogiri. Di atas Tim 9, masih ada Tim 3 yang berasal dari kalangan pendiri.
Pada awal 2005, Penulis melihat pemandangan ghaib (kasyaf), bahwa seekor ular raksasa sebesar drum memagari kegiatan anak-anak Nashirat dan Athfal. Namun, anehnya dalam kasyaf itu, ular itu terlihat tidak jahat tetapi hanya diam saja. Anak-anak yang sedang bermain akhirnya loncat-loncatan di atas badan ular itu. Ular raksasa itu tetap diam saja.
Karena Penulis memiliki buku karya Hadhrat Masih Mau’us a.s. mengenai ta’bir mimpi berjudul “Khabong ki Ta’bireei”, maka segera diperiksa pada kata ular (saanp). Ternyata, ta’bir mimpi ular artinya adalah musuh atau penentang. Namun karena ular itu diam saja dan jinak, artinya bahwa musuh atau penentangan itu tidak berbahaya. Sebab, anak-anak juga malah senang bermain-main di atas badan ular itu. Dalam beberapa khotbah Jumat, akhirnya mimpi itu pun disampaikan.
Tidak berapa lama, ta’bir mimpi itupun tergenapi. Terjadi penentangan terhadap Jemaat Ahmadiyah secara masif. Kampus Mubarak Kemang Bogor juga diserang oleh penentang yang dipimpin oleh Habib Abdurrahman Assegaf yang mengatasnamakan Gerakan Umat Islam Indonesia (GUII), 7 dan 15 Juli 2005. Penyerangan itu bertepatan dengan pelaksanaan Jalsah Salanah Nasional Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
Kebetulan, Penulis juga hadir karena ada dua agenda. Agenda pertama adalah mendampingi adik Pdt. Nani Minarni, GKJ Selogiri, Wonogiri yaitu Bambang, yang menulis skripsi mengenai Ahmadiyah. Karena peristiwa penyerangan itu, Bambang pun pulang kembali ke Wonogiri. Sedangkan Penulis ikut staf Kantor Missi Bpk. Mukhsin Rauf ke Cisalada selama beberapa hari sebelum akhirnya kembali ke Salatiga.
Agenda kedua adalah diminta mengisi acara Kristologi yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan melalui undangan PPLI dari Prof. Zaitunah Subhan. Karena peristiwa penyerangan tersebut, agenda kedua juga tidak terlaksana karena Penulis keburu kemmbali ke Salatiga lagi setelah beberapa hari menginap di Cisalada. Kepanikan saat itu memang terasa, peserta Jalsah banyak yang diungsikan ke Cibinong.
Mengajar di Jamiah Ahmadiyah dan Meneruskan Pendidikan Teologia & Bahasa
Pasca penyerangan Kampus Mubarak Kemang, Bogor, Penulis mendapat informasi akan ditarik ke Pusat untuk mengajar di Jamiah Ahmadiyah Indonesia yang saat itu juga menjadi ashaab al-kahfi alias mengungsi di Tangerang. Pada 2 Agustus 2005, Penulis sudah tiba di tempat berkumpulnya mahasiswa Jamiah tingkat bawah. Sedangkan mahasiswa Jamiah tingkat atas akan diungsikan di salah satu Cabang terdekat lagi. Karena Penulis mengajar di Jamiah tingkat atas, maka bersama Drs. H. Djamil Sami’an, Penulis pun pindah ke Cabang Gondrong.
Selama sembilan bulan, Penulis berada di Kecamatan Kenanga, Tangerang untuk mengajar di Jamiah. Ketua Yayasan PERCIK Salatiga Dr. Pradjarta Dirdjasanjata, S.H., M.H. sempat datang ke Gondrong untuk melihat kondisi Penulis dan Jemaat pada umumnya. Wisuda mahasiswa pun sekali dilaksanakan di Gondrong. Sedangkan mahasiswa di bawahnya kemudian dikembalikan lagi ke Kampus Mubarak Kemang, Bogor.
Mulai awal 2006, seluruh mahasiswa Jamiah Ahmadiyah pun berkumpul kembali di Kampus Mubarak. Meski awalnya masih ashaab al-kahfi, namun secara berangsur mulai normal kembali. Yang tadinya pembelajaran masih mengenakan seragam security, berangsur mengenakan seragam resmi kembali. Penulis mendapat amanat mengampu mata kuliah Ilmu Perbandingan Agama untuk Darjah III hingga V selain menjadi Sekretaris Jamiah.
Dari 2005 hingga 2018 (selama 14 tahun), Penulis berkecimpung dalam penyelenggaraan pendidikan Jamiah Ahmadiyah Indonesia. Saat itu Direktur Jamiah masih dipegang oleh Mln. Ahmad Hidayatullah, Shd. Lalu, era pertama istilah Principal Jamiah dipergunakan, pada masa Drs. H. Djamil Samian, dilanjutkan oleh Mln. R.H. Munirul Islam Yusuf, Shd., Mln. Mirajuddin Sahid, Shd. dan Mln. H. Sayuti Aziz Ahmad, Shd.
Selain sebagai dosen, Penulis juga pernah memegang amanat sebagai Bendahara Jamiah dan juga Naib Principal Bidang Akademik. Diluar Jamiah, Penulis juga pernah diberi amanat untuk menjadi Pengurus di Cabang Markaz Kemang, Editor Edaran Khusus (DARSUS) dan tugas-tugas kejemaatan lainnya di BPURT dan Keamanan Markaz. Ketika dilaksanakan pembangunan gedung Baitul ‘Afiyat, Penulis juga diberi amanat menjadi Koordinator Keamanan hingga selesai.
Untuk spesialisasi, Penulis akhirnya memutuskan melanjutkan studi lagi. Sesuai prosedur, Penulis pun mengirim surat kepada Amir Nasional, Mubalig Incharge dan Principal Jamiah untuk maksud tersebut. Spesialisasi (takhashus) yang Penulis ambil adalah Kajian Biblika, Bahasa Ibrani dan Yunani di beberapa kampus teologia yang ada di Cianjur, Ciputat dan Jakarta.
Dengan karunia ALLAH Ta’ala, Hudhur V atba menyetujui rencana Penulis dan memberikan jawaban atas surat yang dikirimkan oleh Amir Nasional. Hadhrat Khalifatul Masih V atba pun merestui rencana spesialisasi Penulis tersebut, dengan syarat: “apne kharch par” (dengan biaya pribadi). Oleh sebab itu, setiap hari Selasa dan Kamis atau hari tertentu lainnya, Penulis mulai menimba ilmu di beberapa kampus itu: STT Cipanas Cianjur, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan STFT Proklamasi Jakarta.
Penulis juga kembali melanjutkan pendidikan overseas study di Language Academy, The Hebrew University of Jerusalem Israel (HUJI) melalui daring. Di bawah bimbingan Dr. Eli Lizorkin-Eyzenberg, profesor riset Early Christian & Jewish Studies, Penulis pun meraih Doctor of Divinity (D.D.) dalam Teologia Perjanjian Baru dan Bahasa Ibrani Kekristenan Awal dengan Disertasi One Municipality, Many Faiths: Religious and Hebraic Studies in Tribe Menashe (Mizoram & Manipur), India ( עירייה אחת אמונות רבות: לימודי דת ועברית בשבט מנשה ממיזורם ומניפור, הודו ).
Berkhidmat di Jemaat Kebayoran dan Refresher Course Mubaligin di Rabwah dan Qadian
Karena sesuatu dan lain hal, Penulis kemudian mengajukan permohonan kepada pimpinan Jemaat agar Penulis bisa ditugaskan di lapangan kembali. Setelah beberapa kali berkirim surat kepada Amir Nasional, akhirnya dikabulkan juga. Penulis kemudian ditempatkan sebagai Mubalig Lokal JAI Kebayoran, Wilayah DKI Jakarta. Namun, ternyata Penulis tetap masih harus mengajar di Jamiah. Oleh sebab itu, sesuai SK, selama dua-tiga hari, Penulis harus bolak-balik Kampus Mubarak dan Kebayoran. Ini ternyata lebih menguras energi dan waktu.
Selama satu tahun di JAI Kebayoran, Penulis mendapat karunia untuk mengikuti Refresher Course Mubaligin di Rabwah (Pakistan) dan Qadian (India). Hampir selama tiga bulan lamanya, Penulis harus meninggalkan tugas di Cabang Kebayoran dan juga Jamiah Ahmadiyah. Penulis kemudian menerima SK Mutasi dari Kebayoran ke Kepulauan Maluku, domisili di Kota Ambon sebagai Mubalig Daerah Maluku.
Related Posts
Pengalaman Bertabligh di Kalangan Sastrawan
Mutasi : Antara Kebutuhan, Penyegaran dan Pengkhidmatan
Mutasi: Momen Mengukur Kuantitas dan Kualitas Rabtah Serta Merekatkan Silaturahmi
Kembali ke Papua Barat Dengan Segudang Pengalaman Berat
Dua Agenda Berdekatan di Bulan Mei Sebagaimana Dikabarkan Dalam Mimpi
No Responses