Tafsir Khataman Nabiyyin

Tafsir Khataman Nabiyyin

Masroor Library – Keberatan yang dilontarkan kepada Jemaat adalah bahwa Jemaat tidak meyakini Nabi Muhammad Rasulullah SAW sebagai Khataman Nabiyyiin. Ingatlah bahwa anggapan ini adalah keliru, Jemaat Ahmadiyah meyakini dan berakidah bahwa Hazrat Muhammad Rasulullah SAW adalah Khataman Nabiyyiin dan kami meyakini sepenuhnya kepada Khataman Nabiyyiin beliau saw.

Kaum kuffar Makkah sering mengolok-olok Rasulullah saw (na’udzubillah) bahwa katanya Huzur saw tidak memiliki anak dan mereka lontarkan itu sebagai olok-olokan bagi Rasulullah saw. Allah Ta’ala berfirman dalam al-Quran Karim bahwa memang benar Muhammad bukanlah bapak salah seorang laki-laki di antara kamu melainkan Rasul Allah dan Khaataman Nabiyyiin. Ingatlah bahwa kaum kuffar pun senantiassa mengolok-olok dan Allah Ta’ala senantiasa menjawab olok-olokan mereka. Ketika suatu keberatan itu dijawab maka jawabannya itu adalah dijelaskan keafdolan beliau saw; Inilah olok-olok yang kalian berikan padahal maqom orang ini begitu luar biasanya.

Kita harus menterjemahkan ayat ini dengan memperhatikan latar belakang turunnya ayat ini. Terjemahnya adalah; “Memang benar bahwa Muhammad bukanlah bapak salah seorang laki-laki di antara kalian, tapi dia sebenarnya adalah Rasul Allah dan tidak hanya Rasul Allah melainkan Khaataman Nabiyyiin yakni nabi yang paling afdol di antara seluruh nabi dan secara rohani beliau adalah bapak dari seluruh nabi”. Keberatannya apa? Bahwa Rasulullah bukanlah bapak tidak mempunyai anak, memang dia bukanlah ayah dari siapapun tapi dia adalah ayah dari seluruh nabi.

Coba kita lihat bagaimana para penentang kita menterjemahkan ayat tadi; bahwa Rasulullah saw bukanlah bapak dari salah seorang laki-laki diantara kalian, tapi Rasul Allah dan nabi terakhir tidak ada nabi yang akan datang setelah beliau.

Jadi sebagaimana telah saya jelaskan bahwa disini maksudnya adalah keutamaan atau keunggulan. Tapi dengan penerjemahan dari para penentang kita, maka tidak kita temukan kemuliaan atau keunggulan nabi kita. Sebab dengan menjadi nabi terakhir maka tidak ada makna atau kegunaan yang menjadi keutamaan beliau, bahkan jika kita lihat di satu sisi ini menjadi suatu penghinaan. Kita harus lihat bahwa kenabian itu suatu nikmat dari Allah Ta’ala atau suatu hukuman? Kalau ini merupakan hukuman maka yang akan menghilangkannya itu tentu yang termulia, tapi jika kenabian itu anugerah dari Allah Ta’ala maka yang menghabiskan itu bukan yang termulia. Sebab hanya dengan meneruskan karunia-karunia Allah Ta’ala itulah yang merupakan suatu kemuliaan atau keutamaan.

Hal berikutnya ialah bahwa para penentang kita menterjemahkan bahwa Huzur saw adalah nabi terakhir dan setelah beliau tidak ada nabi lagi yang datang, tapi bersama dengan itu juga mereka meyakini bahwa nabi Isa as akan datang untuk kedua kali ke dunia ini. Jadi apakah perkataan mereka yang benar itu yang pertama atau yang terakhir? Kalau Nabi Muhammad saw yang terakhir maka tentunya Nabi Isa as tidak boleh datang, kalau Nabi Isa as akan datang maka Nabi Muhammad saw berarti bukan yang terakhir.

Jadi dari sisi pemaknaan mereka pun mengingkari Khataman Nabiyyiin, jadi Jemaat Ahmadiyah tidak mengingkari Khataman Nabiyyiin yaitu bahwa kita mengakui beliau adalah Khataman Nabiyyin yang berarti beliau adalah Nabi yang termulia dari semua nabi. Sedangkan pengertiaan yang dikemukakan para penentang kita akal pun tidak bisa menerimanya, bahwa sejak dari dahulu kala jika di dunia telah terjadi kerusakan maka untuk menyembuhkan penyakit itu Allah Ta’ala mengirimkan nabi-nabi dan sesuai sunahNya Allah Ta’ala berfirman; Lantajida fisunnati tabdiila artinya kamu tidak akan menemukan perubahan dalam sunnah Allah Ta’ala.

Kita tidak akan mungkin menerima suatu kenyataan bahwa jika Allah swt berfirman bahwa Allah Ta’ala tidak merubah sunahNya dan kita menyaksikan bahwa di dunia ini telah terjadi kerusakan dan seluruh dunia seakan menyatakan bahwa dunia membutuhkan seorang pembaharu bahkan para penentang kita pun mengakui kenyataan demikian tapi herannya mereka mengingkari kenabian. Jadi hal ini semisal seseorang yang mendirikan rumah sakit di mana para pasien akan masuk tetapi pihak rumah sakit mengumumkan bahwa dokter tidak ada di rumah sakit itu, maka orang yang berakal manayang akan bisa mengatakan bahwa yang mendirikan rumah sakit ini benar? karena apa manfaat rumah sakit ini? ketika untuk manusia kita tidak dapat memikirkan hal yang bodoh seperti itu, maka bagaimana kita akan bisa melakukan suatu penghinaan kepada Allah Ta’ala seperti itu?

Jadi mari kita perhatikan bagaimana Jemaat Ahmadiyah telah mengartikan Khataman Nabiyyiin itu, apakah loghat Arab mendukungnya? Maka jika kita lihat dari sisi loghat makna Khatam digunakan untuk dua hal, yang pertama dimaknai cincin. Kenapa kita menggunakan cincin? Cincin adalah untuk keindahan, karena orang yang menggunakan cincin akan terlihat indah. Dari sini pengertian Jemaat Ahmadiyah itu benar bahwa semua keindahan para nabi berada pada diri Rasulullah saw.

Makna kedua dari Khatam adalah cap, ini pun diambil dari cincin karena pada zaman dahulu cincin lah yang dijadikan alat untuk mencap dan Rasulullah memiliki cincin dan menggunakannya untuk mencap dan para penentang kita pun menyebarkan mengenai cincin tersebut di dalam percetakan mereka. Banyak sekali gambar-gambar terkait cincin tesebut, yang jika kita lihat pada cincin itu ada kata Muhammad dan ada kata Rasul kemudian di atasnya lagi kata Allah. Beliau saw suka mencapkan cincin ini pada akhir surat beliau. Dari sini kita bisa lihat bahwa apa arti dari cap tersebut? Bahwa difirmankan; Muhammad saw bukanlah bapak dari salah seorang laki-laki di antara kamu melainkan dia adalah Rasul Allah dan Khataman Nabiyyiin. Lalu kenapa kita maknakan cap? Ada dua penyebabnya. Yaitu ketika kita menulis surat maka untuk mengesahkannya dengan cap, pemberian cap pada surat itu untuk mensyahkan bahwa kita menyetujui apa-apa yang tertulis di surat itu. Maka apa arti Khataman Nabiyyiin ? Yaitu bahwa Nabi Muhammad saw adalah Nabi yang membenarkan semua nabi sebelum beliau; mushoddiqon bainakum yakni bahwa Nabi inilah yang mengesahkan semua nabi-nabi sebelum beliau dan ini artinya juga suatu keutamaan. Jadi bukan beliau saja sebagai nabi tetapi nabi-nabi sebelum beliau pun memerlukan pengesahan dari belaiu saw, yaitu bahwa orang-orang di masa yang akan datang akan menerima nabi-nabi itu setelah disahkan oleh Rasulullah saw. Kalau Nabi Muhammad saw tidak mengatakan ini kepada kita, bahwa nabi-nabi sebelum beliau seperti Nabi Adam, Nabi nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa ‘Alaihimussalam, jika beliau tidak mengatakan bahwa mereka itu nabi, maka kita tidak akan beriman kepada beliau-beliau itu? tapi Nabi Muhammad saw mengesahkan mereka. Jadi bahwa dari sisi ini beliau saw Nabi yang mengesahkan nabi-nabi sebelum beliau maka beliau dikatakan Khaataman Nabiyyiin.

Cap digunakan juga untuk maksud yang lain sebagaimana di kantor pos cap pun digunakan, begitu juga di Bank digunakan cap. Apa maksudnya? Jika tuan memberikan surat ke kantor pos maka penjaga pos memberikan cap pada surat tersebut dan apa maksudnnya? Bahwa surat ini kan diteruskan kepada siapa surat itu dimaksudkan. Demikian juga jika kita mengajukan surat dengan cap ini ke Bank maka apa yang menjadi pengajuan, maka Bank akan membayarkannya. Maka apakah arti Khataman Nabiyyiin dari sisi ini? bahwa Nabi Muhammad saw dengan mengenakan cap Khataman Nabiyyiin maka beliau akan meneruskan terbukanya silsilah kenabian yaitu bahwa hanya nabi yang memiliki cap beliau lah yang dapat menjadi nabi, sebagai umat beliau lah yang akan menjadi nabi, yang taat mengikuti beliau dan menjalankan syariat beliau.

Dari sisi ini maka Jemaat Ahmadiyah lah yang benar sehingga menunjukan keagungan beliau saw yaitu bahwa wujud tersebut bukan hanya nabi tetapi juga mampu menjadikan orang yang mengikuti beliau mencapai kedudukan itu. Seorang guru yang benar adalah ketika dia mampu membimbing muridnya menjadi guru dan guru yang tidak benar adalah guru yang tidak mampu membawa kemajuan bagi murid-muridnya, sedangkan umat nabi muhammad saw adalah umat yang bisa sampai kepada taraf kenabian. Jadi dari sisi ini maka Huzur saw bukan hanya nabi yang mensyahkan nabi-nabi sebelumnya bahkan nabi-nabi yang akan datangpun harus dari mereka yang mengikuti beliau.

Sekarang kita melihat bahwa apakah beliau saw juga telah mengartikan makna demikian ini? Maka kita menemukan berbagai macam penggunaan di dalam hadits. Huzur bersabda:

“Aku adalah akhirul anbiya dan mesjidku adalah akhir dari mesjid”. Apakah setelah Mesjid Nabawi yang beliau dirikan maka tidak ada lagi mesjid yang boleh didirikan? Dan di tempat lain beliau bersabda mengenai putra beliau Hazrat Ibrahim bahwa “jika putra ini tetap hidup maka ia akan menjadi nabi yang benar”. Sebelum wafat anak beliau ini, ayat khataman nabiyyiin telah turun dan beliau memahami tentang ayat khataman nabiyyiin. Beliau memahami bahwa ayat ini tidak akan menghalangi kedatangn nabi-nabi di masa yang akan datang. Kemudian oleh karena itu maka beliau mengatakan jika anak ini hidup maka dia akan menjadi nabi yang benar.

Sebagian orang mengajukan keberatan, katanya Allah Ta’ala mewafatkan Ibrahim putra Rasulullah saw pada usia muda karena tidak boleh ada nabi lagi setelah Rasulullah saw. Jika ini benar maka Rasulullah saw akan bersabda bahwa kalau dia tetap hidup dia tidak akan menjadi nabi sebab ayat khataman nabiyyiin telah turun, tetapi Huzur tidak bersabda demikian melainkan jika dia hidup maka dia akan menjadi nabi.

Demikian juga ada lagi riwayat lain dari Huzur saw bahwa “jika saya tidak menjadi nabi maka umar akan menjadi nabi”. Jadi semua hadits ini mengisyaratkan bahwa beliau tidak memahami pengertian khataman nabiyyiin sebagaimana yang difahami oleh para penentang kita, dan juga ada sabda dari Hazrat Aisyah ra bahwa “kullu innahu khaatamul anbiyya-u walaa takuulu laa nabiyya ba’dah” yakni “katakanlah bahwa Nabi Muhammad saw adalah khatamul anbiya tetapi jangan kamu katakan bahwa setelah beliau tidak ada nabi yang datang”.

Begitu juga dalam umat Islam banyak sekali orang-orang suci yang mengetahui akan berlangsungnya kenabian. Diantaranya Hazrat Imam Malik, Imam Bukhari, Imam As-Sya’rani, Imam Muhyiddiin Ibnu Arabi; ini hanya beberapa contoh dari sekian banyak nama-nama lain, dan sangat jelas tertulis dalam kitab-kitab mereka bahwa ayat khataman nabiyyiin tidak menutup pintu kedatangan para nabi. Selain itu yang mulia Rasulullah saw bersabda ulama fii ummati kaanbiya bani israil, jika pemahaman akan nabi telah tertutup maka tentu beliau tidak akan berkata demikian. Jadi umat dari seorang rasul jika seperti seorang nabi kedudukannya, maka bagaimana mungkin dalam umat itu tidak akan ada nabi?

Semua umat Islam di dunia ini sekurang-kurangnya 20 sampai 25 kali dalam sehari senantiasa berdo’a; ihdinash-shiratal mustaqiim shiratal ladziina an’amta ‘alaihim. Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang pada mereka telah turun karunia-karuniamu. Karunia apa yang telah turun kepada mereka? Al-Quran Karim telah mengatakan kepada kita bahwa dari antara nikmat-nikmat Allah Ta’ala yang paling tinggi adalah kenabian. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman bahwa Allah Ta’ala telah memberikan nikmat kepada mereka dan menjadikan mereka dari antara para nabi, dari antara para shidiq, dari antara shahid dan dari shalihiin. Jika para penentang kita mengakui bahwa kenabian sudah tidak berlangsung lagi, maka mereka berdoa untuk memperoleh nikmat yang mana? Jadi jika nikmat kenabian sudah tertutup maka semua nikmat pun akan habis karena nikmat yang Allah Ta’ala sebut itu berada dalam satu ayat yang sama yaitu kenabian, keshiddiqan, kesyahidan, keshalehan, jika tiga nikmat ini masih ada maka nikmat yang ke-empatnya pun masih boleh didapat, tapi kalau satu tertutup maka semuanya harus tertutup.

Dari sini kita mengambil satu misal lagi, jika kata khatamun nabiyyiin digunakan untuk Rasulullah saw dan untuk mesjid pun dikatakan akhirul masajid, untuk Sayyiidina Ali pun digunakan khatamul Auliya, Mutanabi pun dikatakan khatamus Syu’ara, Ibnu Shina juga dikatakan khatamul at-Tiba’, jika semua pernyataan itu menggunakan kata yang sama maka pasti terjemahannya pun sama. Jika kata khataman digunakan sebagai penutup maka semuanya memiliki arti demikian, sehingga kesimpulan yang akan muncul adalah dari umat Rasulullah saw tidak akan ada nabi yang bisa datang, tidak juga shidiq, syahid atau shalih. Tidak ada lagi Wali dalam Islam, tidak ada juga penyair dalam umat Islam, tidak juga ada Tabib dalam umat Islam, juga tidak ada mesjid yang didirikan lagi. Lalu pertanyaannya apa gunanya umat seperti itu? Karena kan terjemahannya harus sama. (dimana letak keutamaannya?)

Dari antara kita misalnya membeli bahan pakaian di toko itu pasti ada meteran untuk mengukur bahan pakaian, ukurannya pasti sama apakah itu untuk sutra atau katun dan yang lainnya. Tidak mungkin ukuran akan berbeda untuk sutra dan untuk yang lain. Demikian juga kata khatam itu harus satu apakah itu digunakan untuk Rasulullah, untuk Abu Shina atau untuk Hazrat Ali maka harus ditejemahkan satu pengertian tidak dapat diterjemahkan untuk Rasulullah lain, untuk Ibnu Shina lain dan untuk Hazrat Ali lain lagi.

Oleh karena itu saudara-saudara kita harus memahami bahwa kata itu harus diterjemahkan sama disetiap tempat yang digunakan sehingga akan diakui oleh akal dan didukung oleh lughot, maknanya ialah bahwa Rasul Karim saw adalah nabi yang termulia dari semua nabi. Beliau mengesahkan semua nabi sebelum beliau dan juga akan membuka pintu kenabian melalui beliau di masa yang akan datang. Nabi-nabi yang terdahulu memerlukan pengesahan beliau dan juga nabi yang akan datang membutuhkan mengikuti beliau. Mesjid nabawi adalah masjid termulia dari semua mesjid, Hazrat Ali adalah yang termulia dari para wali, Mutanabi yang tertinggi dari para penyair, Ibnu Shina juga tertinggi dari para Tabib, maka tidak ada yang akan menentang pengertian seperti itu.

Jadi kata khatam digunakan untuk menyatakan sesuatu sampai kepada tahapnya yang tertinggi, yakni digunakan untuk menunjukan kesempurnaan dan hal ini juga digunakan di berbagai bahasa. Hal ini telah khatam dalam diri seseorang yang berarti bahwa tidak ada seseorang yang melebihi perkataannya tapi hanya pengertian bahwa dia telah memulai dan mengatakan itu pada tahap yang terbaik. Jadi Nabi Muhammad saw telah menyampaikan pada tahap kenabian yang tertinggi dan inilah aqidah dari Ahmadiyah bahwa Hazrat Rasulullah saw adalah khataman nabiyyin. [Tn Hafidz]

Tafsir Khataman Nabiyyin
Materi Refresher Course Mubalighin 2017
disampaikan oleh Mln Laiq Ahmad Shd

Artikel selanjutnya tentang Tafsir Khataman Nabiyyin

No Responses

Tinggalkan Balasan