Masroor Library – Muhammad (SAW) bukanlah bapak salah seorang diantara kaum laki-lakimu, akan tetapi ia adalah Rasul Allah (SWT) dan materai/stempel/mensahkan sekalian nabi, dan Allah (SWT) itu Maha Mengetahui segala sesuatu (Al-Ahzab[33] : 40/41)
Telah menjadi kenyataan perselisihan arti dari ayat tersebut di atas kini sudah mencapai titik rawan (cap kafir), sekalipun Rasulullah SAW telah bersabda bahwa, “Barang siapa memanggil atau menyebut seseorang itu kafir atau musuh Allah, dan sebenarnya bukan demikian, maka ucapan itu akan kembali kepada orang yang menyatakan itu. (Bukhari).
Mengenai ciri-ciri orang Islam, beliau SAW. bersabda: “Barang siapa sembahyang seperti kami, dan menghadapkan wajahnya ke kiblat kami, dan makan makanan yang kami sembelih, maka ia itu seorang Muslim.(Bukhari).
Maka di bawah ini kami sajikan secara ringkas arti yang sebenarnya dari ayat tersebut, menurut Rasulullah SAW, para wali dan para ulama tempo dahulu, sbb.:
- “Khatam” berasal dari kata “Khatama” yang berarti: “Ia memeterai, mencap, mensahkan, atau mencetakkan pada barang itu”. Inilah arti pokok kata “khatam” itu.
- Adapun arti kedua kata “khatam” ialah: “Ia mencapai ujung benda itu, atau melindungi apa yang tertera dalam tulisan dengan memberi tanda atau cap di atasnya, atau dengan meterai jenis apapun”
- “Khatam” berarti juga “sebentuk cincin stempel, sebuah segel atau meterai dan sebuah tanda”. Kata itu pun berarti “hiasan atau perhiasan, terbaik atau paling sempurna” (Lane, Mufradat, Fat-h dan Zurqani).
Jadi kata “Khataman-nabiyyin” berarti “Materai pada nabi yang terbaik dan paling sempurna dari antara nabi-nabi“…”hiasan dan perhiasan nabi-nabi, baik yang sudah-sudah maupun yang akan datang“
Dalam hadits Qudsi kesempurnaan Rasulullah SAW itu diterangkan sebagai berikut:
Artinya: “Jika Tidak Karena kau (hai Muhammad), Kami tidak akan membuat bumi, langit dengan seisinya ini !“
Itulah arti “Khataman-nabiyyin” yang sesungguhnya, bahwa “Rasulullah SAW adalah NABI YANG PALING SEMPURNA !”
Dalam Kanzul Umal jilid II Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Aku tertulis di sisi Alku sebagai Khatamannabiyyin dan sesungguhnya Adam dalam keadaan campuran air dan tanah”.
Jelas maksudnya adalah “kesempurnaan” bukan penutup, karena sejak Adam AS sampai kini sudah ribuan Nabi datang ke dunia !
Jadi maksudnya bahwa, “Rasulullah SAW telah mencapai ketinggian dan martabat kenabian yang paling tinggi, yang tidak dapat dicapai oleh manusia lainnya !“
Dan menurut ungkapan bahasa Arab, baik yang dipergunakan oleh Rasulullah SAW maupun oleh para ulama tempo dahulu, demikian pula dalam pemakaian bahasa sehari-hari, bahwa, bila kata “khatam” di-mudaf-kan (di- rangkaikan) dengan kata yang berbentuk jama’ (banyak/orang banyak), dan dipakai dalam “maqam pujian” maka orang termaksud dalam ungkapan itu, harus merupakan yang “paling tinggi dan paling afdol” dari sejumlah orang yang tersebut belakangan (mudafilaih).
Contoh :
1. (KanzulUmaljuz. VI. 178) :
“tenangkanlah hatimu wahai Umar, sesungguhnya engkau adalah khatam orang- orang yang berhizrah, seperti aku adalah khatam Nabi-nabi.
2. (Tafsir Saf i S. Ahzab) :
“Aku adalah khatam Nabi-nabi dan engkau wahai Ali khatam wali-wali”
3. Abu Taman Syair disebut Khatamasy- syuara (Wafiyyatil ayan jld. 1)
4. Hazrat Imam Sayuti disebut Khatamul-Muhaqiqqiin (Tafsir ‘lttiqan)
5. Hazrat Syaikh Waliullah Dehlawi disebut Khatamal-Muhaddasiin ( ‘U jala Nafi. jld. 1)
6. Syaikh Rasyid Riza Misri disebut Khatamal Mufasiriin ( A Uamiatul Islamiah 9 Jomadas sanilJ54H.)
7. Al Syaikh Syamsuddin disebut Khatamatal- Huffazi (At Tajridus Srih), Muqadimah H. 4)
8. Imam Muhammad Abduh Misri disebut Khatamal-Aimmati (Tafsir Al-Fatiha H. 148)
9. Manusia disebut Khatamal-Makhluqati-Jasmania (Tafsir Kabir jld. 6.22 Matbua-Misr).
10. Rasulullah: Khatamal- Kamiliin (Hujjatul- Islam H. 35)
11. Hazrat Isa a.s.: Khatamal Asfia Al-Aimmati(Baqiyyatul Mutagaddimiin H. 184)
Kesemuanya contoh-contoh di atas, sesuai dengan faktanya berarti tersempurna bukan penutup.
Untuk lebih jelasnya arti Khataman-Nabiyyin itu adalah sbb. :
I. Rasulullah SAW. adalah meterai para nabi, yakni, tiada nabi yang dapat dianggap benar, kalau kenabiannya tidak dimateraikan Rasulullah, dan juga tiada seorangpun yang dapat mencapai kenabian sesudah beliau, kecuali dengan menjadi pengikut beliau.
2. Rasulullah SAW. adalah yang terbaik, termulia dan tersempurna dari semua nabi.
Dan juga menjadi, sumber hiasan bagi mereka (Zurqani, Syarah Muwahib-al-Laduniyyah).
3. Rasulullah SAW adalah nabi yang terakhir pembawa syari’at.
Penafsiran ini diterangkan oleh para ulama terkemuka, orang-orang suci dan Waliullah seperti Ibnu Arabi, Syekh Waliullah, Imam ‘Ali Qari, Mujadid Alf Tsani, dll.
Menurut beliau-beliau itu, nabi yang tidak dapat datang sesudah Rasulullah SAW itu ialah yang memansukhkan (membatalkan) millah beliau, atau yang datang dari luar umat beliau ! (Futuhat, Tafhimat, Maktubat dan Yawakit wal Jawahir).
Sedang nabi yang akan meneruskan missi beliau, malah beliau sendiri menjanjikan, bahwa akan datang Nabi Isa (yang dijanjikan) yang akan datang dari umat Islam sendiri (Bukhari).
Itulah arti yang sebenarnya dari KHATAMAN -NABIYYIN.
Jelas, Kebalikannya dari pada itu, jika dari antara murid beliau samasekali tidak akan ada yang dapat mencapai pangkat kenabian, malah dikalangan umat beliau rusak, untuk memperbaikinya terpaksa mendatangkan nabi kaum lain, itu bukan kemulyaan malah, ….na’udzubillah… kerendahan bagi beliau (?)
Coba perhatikan ayat-ayat Al-Qur-an ini:
(1). Surat Al-Fatihah,
(2). An-Nisa [4] : 69[70]
(3). Al-Hajj [22] :75[76]
(4). Al-Araf[7] : 35[36]
(5). Al Baqarah[2] : 134[135]
(6). Ali-Imran [3] 81-179[82-180]
(7). Al-Ahzab [33] : 7-8[8-9];46-47[47-48]
(8). Bani Israil [17] : 15[16]; 58[59]
(9). Al-Mu’minun [23] : 50[51]
(10). Al-Mumin [40] : 34[35]
(11). Al-Jin [72] : 7[8]
(12). Al-Maidah [5] : 3[4]
(13) Ash-Shafaat [37] : 72[73]
Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa pintu kenabian masih terbuka sampai hari Qiamat, jadi tidak mengizinkan mengartikan Khatamannabiyyin bertentangan dengannya !
BISA JADI DALAM MENGARTIKAN KHATAMAN NABIYYIN INI, TERPENGARUH OLEH HADITS yang ber- bunyi LA NABIYYA BA’DA (?)
Maka sebagai jawabannya periksalah hadits ini. Dan perhatikanlah pula sabda Hazrat Aisyah RA ini. (Tafsir Durri Mansur Suyuti jld. 5 h. 204 dan Takmilah Majmaul Biliar. H. 75).
Dan mungkin terpengaruh juga oleh hadits ini:
Artinya: Aku adalah nabi terakhir dan masjid-ku adalah masjid terakhir (?)
Maksud hadits ini ialah, bahwa : RASULULLAH SAW itu NABI yang PALING MULIA, sebagaimana masjid beliau di Madinah adalah yang paling mulia, BUKAN PENUTUP… kenyataannya sampai sekarang di seluruh dunia ratusan ribu masjid dibangun terus.
Dan harus diperhatikan pula, bahwa baik urusan dunia maupun agama atau ilmu bahasa tidak ada peraturan yang menetapkan bahwa yang datang akhir itu yang mulia.
Sedangkan banyak sekali ulama umat Islam yang mengakui kenabian tanpa syari’at sesudah Rasulullah SAW.
Nama-nama beliau-beliau sbb. :
(1). Hasrat Aisah RA wafat 58 H
(2) Imam Fahruddin Razi RH, wafat 606 H
(3) Hazrat Syaikh Fahruddin Attar, wafat 620 H
(4) Imam Muhyiddin Ibnu Arobi RH, wafat 638 H.
(5). Maulana Ruum RH wafat 672 H
(6) Hazrat Sayyid Abdul Karim Jailani RH wafat 767 H
(7) Allamah Ibnu Chaldun, wafat 809 H
(8) Imam Muhammad Tahir RH, wafat 986 H
(9) Imam Abdul Wahab Sya’rani RH wafat 976 H
(10) Imam Mulia Ali Qari, wafat 1014 H
(11) Hazrat Shah Waliullah Muhaddas Dehlawi wafat 1176 H
(12) Hazrat Mujaddid Alif sani syaikh Ahmad Serhindi RH wafat 1034 H
(13) Maulana Muhammad Qasim Nanotawi, Pendiri Madrasah Dey Band (India) wafat 129 H
(14) Nawab Siddiq Hasan Khan Bupalawi wafat 1307 H
Maka adalah kewajiban seluruh kaum Muslimin untuk memperhatikan dan merenungkan arti KHATAMAN-NABIYYIN ini, untuk TIDAK MEMBERIKAN ARTI YANG BERTENTANGAN DENGAN AYAT-AYAT AI-QUR’AN lainnya, dan bertentangan dengan peraturan bahasa Arab dan bahasa-bahasa yang ada di dunia, dari pada memulyakan malah merendahkan derajat Rasulullah SAW !
Mudah-mudahan Allah SWT. memberi taufik dan hidayah kepada segenap kaum Muslimin, untuk dapat menerima karunia berkat dan rahmat-Nya….Aamiin…
Penulis : NN
Artikel sebelumnya tentang Tafsir Khataman Nabiyyin
No Responses