Masroor Library – Pada edisi sebelumnya Masroor Library sudah menerbitkan artikel berkenaan dengan penciptaan manusia. Yang disitu juga sedikit disinggung tentang Adam AS sebagai manusia pertama atau Nabi pertama. Dan pada artikel berikut yang masih ada hubungan dengan awal penciptaan manusia yaitu Kisah Hawa dalam Al Quran.
Ada sedikit banyak kesamaan antara pengertian sebagian ulama Islam dan mufassitin tentang kejadian Adam dan Hawa dengan ajaran Byble. Keduanya dianggap sebagai leluhur umat manusia yang ada sekarang. Keterangan Byble mengenai masalah yang sangat penting ini jelas ditolak oleh Al Quran dan tidak sejalan dengan hasil penelitian pakar dan ilmuwan masa kini, hakikat dan kenyataannya juga jelas tidak membenarkan pengertian itu.
Bila kita hendak meneliti bagaimana kisah kejadian Hawa di dalam AI-Qur’an, maka kita akan mendapati bahwa tidak satupun di antara ayat-ayat AI-Qur’an yang menyebutnya secara spesifik, bahkan nama “Hawa” tidak pernah disebut-sebut. Adanya nama “Hawa” itu muncul di dalam Byble menyusul kisah kejadiannya yang nampak bagaikan mitos. (Kejadian I – 3 Lembaga Al Kitab Indonesia 1971 hal 7-10)
Hadits ada menyebut-nyebut nama “Hawa” dan bagaimana ia diciptakan, bahkan setelah dikumpulkan ternyata ada enam hadits yang membicarakannya. Keenam hadits itu terdapat dalam Shahih al Bukhari dan Shahih Muslim. (Shahih al-Bukhari disusun oleh Muhammad Ibn Isma’il al-Bukhari. dan Shahih Muslim oleh Muslim Ibn al-Hajjah)
Kutipan Hadits itu dapat dikemukakan sebagai berikut:
Artinya:
Ketika Tuhan mengusir Ib1is keluar dari sorga dan menempatkan Adam di dalamnya, dia tinggal di dalamnya sendirian tanpa seorang pun teman bergaul. Tuhan menidurkan dia, kemudian Dia mengambil satu tulang rusuk kirinya dan menggantinya dengan daging, kemudian menciptakan Hawa dari tulang rusuk tersebut. Ketika dia terbangun dia menemukan perempuan itu, katanya: “Siapa kamu?” Dia menjawab: “Perempuan”. Dia bertanya lagi: “Mengapa kamu diciptakan?” Perempuan itu menjawab: “Supaya kamu menemukan ketenteraman dalam diriku”. Para Malaikat berkata: “Siapakah nama perempuan. itu? Adam menjawab: “Hawa”: Lalu mereka berkata lagi: “Kenapa dia dinamakan Hawa?” Dia menjawab: “Karena dia diciptakan dari benda hidup”. (Abu Al-Fida Ismail Ibn Katsir, Tafsir IbnuKatsir, Juz I, jilid 1, Dar al-Fikr, Beirut, t.t., hal. 82. Hadits ini memiliki rangkaian sanad: AI.Saddi dari Abi Malik dari Abi Shalih, dari Ibn ‘Abbas, dari isterinya, dari Ibn Mas’ud, dari Annas dari Sahabat)
Tekstual hadits ini sangat mirip dengan apa yang diceritakan Byble tentang penciptaan Hawa, hal mana Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Kesimpulannya, Hawa merupakan orang kedua yang diciptakan setelah Adam.
Bagaimanapun bagi kaum ortodoks, kisah kejadian seorang Hawa yang diceritakan hadits di atas merupakan kepercayaan esensial atas kehidupan pertama manusia, dimana Hawa telah tercipta dari tulang rusuk kiri Adam (Ibn ‘Abbas, Tanwir aI-Miqbas li alTafsir Ibn Abbas,Dar al-Fikr, Beirut, t.t., hal. 64). Kenyataan tersebut didukung oleh Al-Qur’an:
Artinva:
Dia-lah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. (Al A’raf 189)
Di dalam ayat lain, AI-Qur’an mengemukakannya sebagai berikut:
Artinya:
Hai sekalian manusia. bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari satu diri, daripadanya Allah menciptakan isterinya dan daripada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-Iaki dan perempuan yang banyak. (An Nisa : 1)
Kedua ayat di atas nampak sekali ada menyebut-nyebut perihal kejadian manusia itu dari Nafsin Wahidatin yang apabila diterjemahkan kebahasa Indonesia berarti satu diri atau diri yang satu. Namun tidak disinggung-singgung perihal Hawa, bagaimana ia diciptakan. Sesungguhnya ayat-ayat di atas telah menimbulkan perbedaan interpretasi di kalangan para mufassirin, karena ditinjau dari dimensi literal ayat, evolusi kejadian manusia dan faktual kehidupan manusia, manusia tidak diciptakan dan sebuah tulang rusuk.
Secara literal, Nafsin Wahidatin Wa Khalaqa Minha Zawjaha, dalam pemahaman parsial menunjuk kepada Adam sebagai rnanusia pertama dan Hawa yang diciptakan dari Adam. Padahal bila kita analisa secara kritis, ditinjau dari dimensi gramatika Bahasa Arab, terdapat beberapa kalimat yang nampak kontradiktif dengan pemahaman parsial tadi.
Di dalam ayat itu, kalimat Nafsin Wahidatin akan simpang siur bila diinterpretasikan kepada Adam. Dikatakan demikian, karena Adam sebagai laki-laki di dalam Bahasa Arab tergolong sebagai Ism al- ‘Alam Ii al-Mudzakkar. Sedangkan kalimat Nafsin Wahidatin itu tidak menunjuk kepada jenis Mudzakkar melainkan lebih cenderung menunjuk kepada jenis Muannats karena disertai oleh huruf Ta Marbuthah yang merupakan jenis Muannats. ( H. Djazari, Tata Bahasa Arab, Inspenda Sukabumi, tt., hal. 4-5. ; Drs. Aminudin, Ta’lim al•Lughah al-‘Arabiyah, Departemen Agama, Jakarta, 1985, hal. 5 Sumber rujukan aslinya lihat kitab Jami’ al Durus fi al-Lughah al-Arabiyah, kitab Mukhtasharr Jiddan, kitab Khulashah Qa’idah al-‘Arabiyah, dll)
Kemudian kalimat Wa Khalaqa Minha Zawjaha yang menggunakan dlamir (kata ganti) ha menunjuk pula kepada jenis Muannats. Kalimat yang menunjukkan kewanitaan disebut Muannats, dan kata gantinya adalah ha. Jika ayat di atas diinterprelasikan untuk Adam, maka dlamir yang dipergunakan harus hu sebagai dlamir bentuk Mudzakkar . Tetapi kalimat pada ayat di atas berbunyi: Nafsin Wahidatin Wa Khalaqa Minha Zawjaha.
Mungkin kita akan bingung, bukankah ha dalam kata Minha Zawjaha itu kata ganti dari Nafsin Wahidatin? Jawabnya ya, tetapi Nafsin Wahidatin itu bukan Nabi Adam AS. Karena bila Nafsin Wahidatin dinisbahkan untuk Nabi Adam as. maka kata gantinya harus menggunakan hu sebagai kata ganti untuk lakilaki karena Adam adalah laki-Iaki. (Sadkar, Op. Cit hal. 85)
Nafsin Wahidatin dalam ayat di atas adalah unsur atau species yang apabila dikembalikan ke dalam bahasa Arab, Nuthfah termasuk golongan Muannats. Jelasnya ayat itu menerangkan bahwa laki-Iaki dan perempuan diciptakan dari jenis yang sama atau dari species yang sama. Manusia tumbuh dan berkembang dari species manusia (Al-maraghi, Op. Cit., Juz IV, jitid 2, hal. 175). Inilah segi literal dari pemaknaan ayat tersebut. Ternyata di sini tidak sedang dibicarakan seorang Hawa yang diciptakan dari sebagian diri Adam (tulang rusuknya), namun ayat itu sedang menjelaskan bahwa perempuan termasuk jenis yang sama dengan laki-laki yaitu termasuk jenis ras manusia. (Anonim Op.Cit hal 295)
Anggapan bahwa Hawa telah diciptakan dari tulang rusuk Adam nampaknya timbul sebagai konsekuensi pemahaman hadits tersebut di atas, hal mana menunjukkan bahwa begitu besar pengaruh hadits terhadap tafsir Al-Qur’an. Keenam hadits tentang penciptaan Hawa (perempuan) dari tulang rusuk itu dapat dianalisis secara kritis dari dua dimensi yaitu Isnad (daftar perawi) dan Matan (isi atau materi) hadits untuk mendapatkan pemahaman yang objektif.
Ditilik dari dimensi Isnad ada beberapa permasalahan yang harus dikaji secara cermat, yaitu (Riffat Hassan, Op. Cit. Sebagai rujukan dapat dibaca buku-buku Musthalah al-Hadits karya Prof Drs. Fatchurrahman, Ilmu Hadits Dirayah dan Ilmu Hadits Riwayah karya Prof. DR. T. M. Hasby Ashshidiqie, atau kitab-kitab Tarikh Ruwah, ‘llm Jarh WaTa’dil. dll.,)
- Hampir semua hadits dan beberapa hadits lainnya disandarkan kepada sahabat tanpa disebutkan siapakah sahabat itu. Hadits yang dikutip di atas juga disandarkan kepada sahabat yang tidak diketahui siapa yang meriwayatkannya pertama kali.
- Semua hadits tersebut Gharib (terlemah dalam klasifikasi hadits) karena terdapat beberapa perawi yang merupakan perawi tunggal. Para ahli hadits yang terkemuka menganggap satu hadits dipandang Shahih, pertama: jika diceritakan oleh seorang sahabat, kedua: jika diceritakan oleh dua orang pengikut Nabi, dan ketiga: jika diceritakan oleh banyak orang
- Semua hadits. tersebut Dla’if (lemah) karena semuanya mempunyai sejumlah perawi yang tidak terpercava.
Tinjauan secara Isnad tersebut telah menempatkan hadits-hadit stentang penciptaan Hawa (perempuan) dari tulang rusuk itu menjadi lemah dan tidak dapat dijadikan dalil argumentatif.
Selanjutnya, sebelum tinjauan Matan (isi atau materi) hadits dikemukakan, sebagai perbandingan terhadap hadits-hadits lain yang mencentakan tentang penciptaan perempuan (Hawa) dari tulang rusuk, ada sebuah hadits sebagai berikut:
Artinya:
Sesungguhnya perempuan-perempuan itu telah diciptakan dan tulang rusuk yang bengkok, dan bagian yang paling bengkok itu adalah tulang rusuk bagian yang paling atas. Jlka kamu berniat meluruskannya berarti kamu akan mematahkannya, dan jika kamu membiarkannya ia akan tetap dalam keadaan bengkok. (Ibn .,Katsir Op Cit hal 458, Muhammad Ibn Isma’il al-Bukhari, Jam’ al-Shahih, Kitab al Nikah, jilid 3, Dar al-Fikr, Beirut, tt)
Hadits ini sebenarnya merupakan satu dalil yang kontradiktif dengan anggapan di atas dan bukan mendukungnya, sebab di sini sekali-kali tidak disebut nama Hawa, melainkan hanya menerangkan Ihwal kondisi umum perempuan. Jelas bagi siapa saja bahwa setiap perempuan tidak tercipta dari tulang rusuk laki-laki. Kata Dhal’un yang digunakan dalam hadits itu menunjuk kepada suatu pembawaan “bengkok”. Kata itu sendiri berarti kebengkokan . Sebenarnya kata itu menunjuk kepada sifat khas perempuan, yaitu mempunyai kebiasaan berpura-pura tidak senang dan bertingkah manja demi menarik hati orang. Kebengkokan itu disinyalir di dalam hadits sebagai sifat khas yang paling unik di dalam wataknya. Barangsiapa yang menganggap “marah semunya” perempuan sebagai marah sebenarnya, lalu berlaku keras terhadapnya, maka ia akan memusnahkan segi paling menarik dan menawan dalam kepribadian perempuan tersebut. Atau, jika sesuatu tidak sesuai dengan kehendaknya maka hatinya akan cepat luluh dan patah. (Anonim Op Cit)
Hadits lainnya yang senada tentang itu adalah sebagai berikut:
Artinya:
Hati-hatilah dalam memperlakukan wanita, karena wanita itu dijadikan dari lulang rusuk. (Imam Muslim, Shahih Muslim. jilid II, Bab Al-Ridla, Dar al-Fikr, Beirut, tt)
Hadits ini pun menyebut keadaan umum perempuan yang telah diciptakan dari tulang rusuk. Sebagaimana hadits di atas, di sini bermaksud menjelaskan tabi’at halus perempuan. Jangan sekali-kali kita mencoba main perintah apalagi menggunakan cara paksa. Tak ubahnya seperti tulang rusuk yang bengkok, kalau dipaksakan untuk diluruskan dia akan patah. Di sini tampak betapa indah cara Nabi menilai tabi’at perempuan dan menasihati kaum pria untuk memperhatikan pembawaan wanita itu dan menghormatinya. Tidak ada sangkut-pautnya dengan penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam as., apalagi dengan kejadian manusia pertama dahulu. Jelas bahwa Adam bukan manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT dan Hawa tidak diciptakan dari tulang rusuk Adam. Keduanya tercipta seperti halnya manusia lain, sedikitpun tidak ada bedanya. Keduanya lahir dalam lingkungan manusia dengan manusia lainnya, dalam satu keluarga besar manusia yang hidup secara primitif pada masa itu.
Sayyid Muhammad Tahir, dalam ulasannya terhadap hadits-hadits di atas mengatakan dalam kamus bahasa Arab:
Artinya:
Wanita dijadikan dari “Tulang rusuk” itu adalah kala-kala kiasan yang maksudnya di dalam tabiatnya ada semacam kebengkokan.(Sayyid Muhammd Thahir. Majma’ al-Bihar. jilid I. di bawah kata “Dhil’un”, Dar al-Maktabah, t.t)
Berdasarkan tinjauan Matan hadits, adanya cerita penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam dimungkinkan sekali sebagai konsekuensi pengaruh Byble (Kitab Kejadian pasal: 1-3) yang secara tak disadari telah berkembang menjadi semacam pemahaman umum atas penciptaan manusia pertama. Padahal Rasulullah SAW. sendiri menghendaki dengan hadits itu untuk menggambarkan keadaan umum perempuan. Jadi Hawa bukan orang kedua setelah Adam. Hawa demikian pula Adam merupakan manusia-manusia pertama yang memiliki peradaban tinggi dan terbimbing di bawah ruh Ilahiyah Allah SWT.
Dikutip dari buku Evolsi Manusia Dalam Perspektif Islam hal 56-63
Penulis : Saleh A Nahdi & Dadang Firdaus, S. Ag
Ketik Ulang dan Edit : Bagus Sugiarto
No Responses