Masroor Library – “Kalau kita kumpul, sama teman-teman di transito ini, sering bertanya-tanya „kenapa kita diginiin? Padahal kita ini sama. Kakakku -yang dulu- sewaktu baru pindah ke transito, ketika pulang sekolah mereka dilempari pakai batu sampai kepalanya bocor.‟” (Tempo.Co, 19 September 2022)
“Seorang lelaki telungkup bersimbah darah. Sekarat tak berdaya. Seperti belum puas, beberapa orang beringas yang berdiri mengelilinginya memukulkan lagi sebilah bambu. Plak!! Sebuah pukulan mengenai belakang kepala lelaki malang itu sekaligus mengakhiri riwayat hidupnya. Pekik takbir terus menggema, merayakan kematiannya.” (Historia, 11 Februari 2011)
I. MELACAK ARTI ISLAMOFOBIA (ISLAMOPHOBIA)
Tiga tahun setelah terjadi serangan teroris Islamofobia yang menewaskan 51 jamaah shalat Jumat Masjid Al-Noor di Christchurch, New Zealand2, Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tanggal 15 Maret 2022 sebagai Hari Internasional Melawan Islamofobia (The International Day to Combat Islamophobia).
Dalam kajian Islamofobia, Khaled A. Beydoun sebelumnya mengelompokkan serangan tersebut ke dalam Private Islamopbobia. Dalam bukunya, “American Islamophobia: Understanding the Roots and Rise of Fear”, Associate Professor of Law di University of Detroit Mercy School of Law itu membagi Islamofobia menjadi tiga kelompok. Selain Private Islamophobia, ada juga Structural Islamophobia dan Dialectical Islamophobia.
Menurut Khaled (2018:32), Private Islamophobia adalah ketakutan, kecurigaan, dan kekerasan yang menargetkan umat Islam oleh pihak swasta. Aktor-aktor ini bisa bersifat individual atau institusi yang bertindak dalam kapasitas yang tidak terikat langsung dengan negara (the fear, suspicion, and violent targeting of muslim by private actors. These actors could be individuals or institutions acting in a capacity not directly tied to the state). Menurutnya, Private Islamophobia bukan hanya menargetkan perorangan, melainkan juga rumah bahkan komunitas. Bukan saja menargetkan Muslim, melainkan juga kelompok lain yang mengenakan simbol-simbol Muslim: turban dan jenggot.
Beberapa contoh Private Islamophobia adalah kasus pembunuhan terhadap tiga pelajar Muslim Amerika di Chapel Hill, 10 Februari 2015. Pelaku pembunuhan terhadap tiga pelajar –Deah Barakat (23), Yusor Mohammad Abu-Salha (21) dan Razan Mohammad Abu-Salha (19)- adalah Craig Stephen Hicks. Balbir Singh Sodhi, seorang Sikh di Mesa, Arizona juga dibunuh pada 5 September 2011 atau enam hari sebelum peristiwa 11 September 2001.
Terkait Islamofobia di Belanda, Ineke van Der Valk secara khusus membahas hal ini dalam 7 (tujuh) bab di dalam bukunya, “Islamophobia in the Netherlands”. Selain membahas secara teoritis, Ineke (2012: 1527) juga menyertakan contoh-contoh atau fakta-fakta peristiwa yang terjadi sesuai dengan definisi Islamofobia yang telah ditentukannya. Menurutnya, Islamofobia tidak terlepas dari sikap rasisme (bersifat diskriminasi berdasarkan ras/rasialisme), stigmatisasi (pencirian negatif pada seeorang), prasangka (pendapat yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui sendiri alias syak), motif dan eksploitasi politik serta ideologi.
Begitu juga Narzanin Massoumi, Tom Mills & David Miller, menghubungkan Islamofobia dengan rasisme, gerakan sosial dan negara. Dalam buku “What is Islamophobia? Racisme, Social Movement and the State”, digambarkan bahwa Islamofobia tidak terlepas dari rasisme, gerakan sosial dan negara. Bahkan, ideologi juga memegang peranan penting dalam pertumbuhannya (2017: 3-34, 35-97). Istilah Structural Racisme juga dipergunakan dalam buku ini untuk kasus Mahdi Hashi.4
Seperti Ineke van Der Valk (2012: 15), Karen Armstrong, dkk. dalam bukunya “Islamophobia: Guidebook” (2015: 11-14) menyebutkan, bahwa istilah Islamofobia pertama kali diperkenalkan sebagai suatu konsep dalam sebuah laporan “Runnymede Trust Report” tahun 1997 oleh Commission on British Muslims and Islamophobia, Islamophobia: A Chalenge for Us All dan didefiniskan sebagai “unfounded hostility towards Islam, and therefore fear of and aversion to all or most Muslim” (permusuhan tidak berdasar terhadap umat Islam, dan, dengan demikian, ketakutan atau kebencian terhadap semua atau sebagian besar umat Islam).
II. ISLAMOFOBIA, XENOFOBIA DAN AHMADIFOBIA?
Dalam suatu acara Mulaqat (Meeting) tanggal 16 Maret 1997, Khalifah Ahmadiyah IV, Hadhrat Mirza Tahir Ahmad r.h.a. ditanya terkait Islamofobia ini. “Islam means Peace, then why should West fear growing Islam? In West we have Islamophobia. Do we have Hinduphobia or other phobias?” (Islam artinya damai, lalu mengapa Barat memiliki ketakutan terhadap perkembangan Islam? Mengapa di Barat kita mengenal Islamofobia? Apakah ada Hindufobia atau fobia terhadap agama lainnya juga?)
Hudhur IV r.h.a. memberikan jawaban, bahwa karena faktor-faktor tertentu, tidak mungkin kepada agama-agama lain bisa disematkan istilah fobia. Oleh sebab itu tidak mungkin ada istilah Hindufobia, Kristenofobia, Yahudifobia, Buddhafobia dan fobia lainnya. Istilah fobia sengaja diciptakan hanya dan khusus untuk Islam dan umat Islam. Penyebabnya adalah ketidaktahuan Barat terhadap Islam yang dilandasi sikap rasisme (racisme), prasangka (prejudices) dan memandang rendah (inferiority) agama Islam.
Melihat tahun tayangan acara Mulaqat (English Meeting) ini, dapat dipastikan, pertanyaan yang disampaikan pastilah terkait satu peristiwa Islamofobia di Eropa atau negara-negara Barat. Bila membandingkan tahun munculnya pertanyaan ini dengan “Runnymede Trust Report” oleh Commission on British Muslims and Islamophobia, Islamophobia: A Chalenge for Us All, yang adalah sama (1997), dapat dipastikan bahwa pertanyaan tersebut dilandasi oleh munculnya kasus Islamofobia di Eropa terutama Inggris pada tahun 1997 tersebut.
Dalam berbagai kesempatan, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V atba, Pemimpin Jamaah Muslim Ahmadiyah Internasional selalu memberikan respon apabila muncul kasus Islamofobia. Respon tersebut beliau sampaikan baik dalam kesempatan Khotbah Jumaat maupun dalam kesempatan lain semisal Pidato Jalsah atau Seminar Perdamaian yang diselenggarakan oleh Ahmadiyah.5
Respon terhadap Islamofobia yang disampaikan dalam Khotbah Jumat dan Jalsah Salanah atau Konferensi Pers, misalnya pada tanggal 4 Agustus 2006, 28 April 2017, 6 Juli 2019, 6 November 2020, dan 4 November 2022. Sedangkan yang disampaikan dalam Seminar, kemudian dibukukan, misalnya “Terrorism was Never Justified by the Holy Prophet Muhammad (sa)”, “Global Conflicts & the Need for Justice” dan lain-lainnya.
Hadhrat Mirza Masroor Ahmad juga menyampaikan pesan penting untuk para Ahmadi dan warga dunia terkait meningkatnya Islamofobia tersebut dalam Khotbah Jumat tanggal 6 November 2020. Salah satu pesan yang beliau sampaikan adalah terkait persatuan. Bila saja dunia Islam bisa bersatu, maka para penentang Islam tidak akan berani melakukan provokasi semacam itu.
“Beberapa hari lalu ada seorang pemimpin negara yang secara terang-terangan menyampaikan – bagaimanapun ada saja ungkapan yang bernada kebencian terhadap Islam baik itu yang tersirat dari ucapan atau tidak secara terang-terangan – namun Presiden Perancis telah menyampaikannya secara terangterangan, ia menyatakan bahwa Islam berada dalam keadaan krisis. Padahal, agamanya sendirilah yang tengah dalam krisis. Pertama, mereka tidak meyakini agama apapun, dan juga telah melupakan Kristen. Ia sendiri yang tengah dalam krisis. Adapun Islam, dengan karunia Allah Ta’ala merupakan agama hidup dan terus tumbuh dan berbuah.
Allah Ta’ala bertanggung jawab untuk menjaganya dalam setiap zaman. Pada zaman ini pun dengan perantaraan Hadhrat Masih Mau’ud a.s., tablig Islam terus gencar dilakukan di keempat penjuru dunia. Faktanya adalah, kekuatan-kekuatan musuh Islam atau orang-orang yang melakukan ulah demikian dan membuat pernyataan seperti itu karena mereka tahu bahwa dalam kalangan umat Islam sendiri tidak terdapat kesatuan antara satu sama lain.”
Dalam kesempatan Khotbah Jumat tgl. 6 November 2020 itu juga, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V atba memberikan apresiasi kepada Perdana Menteri Kanada yang dianggap telah memperlihatkan suatu sikap yang dapat mendorong perdamaian dan keamanan dunia.
“Saat ini saya akan sebutkan Perdana Menteri Kanada dalam corak pujian karena beliau telah memberikan tanggapan yang sangat baik terhadap pernyataan Presiden Perancis bahwa apa yang ia sampaikan adalah keliru dan seharusnya tidak ada ucapan demikian. Perdana Menteri Kanada juga menegaskan agar saling menghargai perasaan yang orang-orang miliki terhadap agama mereka dan juga pemimpin agama mereka.
Semoga segenap pemimpin negara-negara lainnya pun dapat merenungkan dengan baik pemikiran dan pernyataan beliau ini dan mengamalkan hal itu demi tegaknya kedamaian dan keamanan dunia. Atas pernyataannya tersebut Perdana Menteri Kanada pantas untuk mendapatkan pujian dan kita harus mendoakan beliau, semoga Allah Ta’ala lebih membukakan lagi dada beliau (untuk kebenaran).”
Karena Jamaah Muslim Ahmadiyah di Eropa dan Negara-negara Barat lainnya juga dikenal sebagai Muslim, maka Jamaah Ahmadiyah juga tidak luput dari target Islamofobia bahkan Xenofobia. Xenofobia (Xenophobia) adalah perasaan benci (takut, waswas) terhadap orang asing atau sesuatu yang belum dikenal atau kebencian pada yang serba asing.6
Pada beberapa kasus, Ahmadi (sebutan untuk anggota Jamaah Muslim Ahmadiyah) juga mengalami serangan secara fisik. Serangan itu bukan saja ditujukan pada orangnya melainkan juga terhadap properti (rumah atau masjid). Aksi serangan terhadap Ahmadi dan vandalisme terhadap masjid Ahmadiyah juga terjadi di beberapa negara.
Pakistan adalah negara yang terang-terangan telah menerbitkan undang-undang yang menyatakan Ahmadiyah sebagai non-Muslim dan minoritas. Di Pakistan, Ahmadi menjadi sasaran/target serangan secara masif. Begitu juga dengan masjid-masjid yang dibangun oleh Ahmadiyah, banyak yanng dirusak dan dihancurkan. Kasus serangan terhadap dua masjid di Lahore, Pakistan pada 28 Mei 2010 saat shalat Jumat – yang mengakibatkan terbunuhnya (syahid) Ahmadi lebih dari 94 orang – menjadi peristiwa terbesar dalam sejarah Ahmadiyah saat ini.7
Tags:
Related Posts
Mahasiswa Jamiah Ahmadiyah Indonesia Adakan Kunjungan Akademik Mengenal Kristologi
Ahmadiyah Turut Serta dalam Festival Toleransi 2024
Jemaat Ahmadiyah Indonesia Adakan Acara Saresehan Wawasan Kebangsaan
Pasir Luhur Alias Baturraden | Lokasi Perjuangan Putra Prabu Siliwangi dalam Mencari Calon Permaisuri
MKAI Jabar 2 Meraih Piala Bergilir di Ijtima ASEAN 2024
No Responses