Masroor Library – Jakarta (20/05/2025). Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada hari, Selasa, 20 Mei 2025, Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sukses menggelar seminar kebangsaan bertajuk “Kebangkitan Spiritual untuk Indonesia yang Damai”. Acara yang berlangsung di Ruang Teater Fakultas ini menghadirkan lima pemateri terkemuka, yaitu Dekan Fakultas Ushuluddin Prof. Dr. Ismatu Ropi, Amir Jemaat Ahmadiyah Mirajudin Sahid, Dosen Fakultas Ushuluddin Dr. Rahmad Hidayatullah, Dosen Jemaah Ahmadiyah Rakeeman Jumaan, dan Pendiri Fahmima Institut KH. Husein Muhammad.
Sinergi Dua Peristiwa Penting
Menurut Dekan Fakultas Ushuluddin, Prof. Dr. Ismatu Ropi, seminar ini memiliki makna ganda karena bertepatan dengan dua peristiwa penting: Hari Kebangkitan Nasional dan perayaan Hari Khilafah oleh organisasi Ahmadiyah.
“Bagi kami, hari ini bukan hanya tentang kebangkitan Indonesia sebagai sebuah entitas dengan identitasnya, tetapi juga bagaimana agama menjadi bagian integral dari proses tersebut. Sementara itu, Hari Khilafah menunjukkan pentingnya khilafah spiritualitas, sehingga kita menemukan titik temu dalam isu yang sama dan kemudian menggelar diskusi ini,” jelas Prof. Ismatu Ropi.
Beliau juga menegaskan bahwa spiritualitas di Indonesia harus sejalan dengan tingkat kemakmuran. Hal ini berbeda dengan di banyak negara lain di mana kemakmuran seringkali berjalan sendiri tanpa diiringi spiritualitas beragama. “Inilah yang kami harapkan bisa menjadi pembeda di Indonesia,” tambahnya.
Menjaga Toleransi di Tengah Perbedaan
Prof. Ismatu Ropi tidak menampik adanya tantangan beberapa tahun terakhir, di mana segelintir kelompok mayoritas cenderung mendominasi ruang publik dengan pemahaman simbol agama yang monolitik.
“Padahal, kita tahu bahwa dalam semua agama, termasuk Islam, perbedaan adalah sebuah keniscayaan dari Allah. Ada kecenderungan kita menjadi terbelakang dengan sifat konservatif. Saat ini, banyak anak yang tidak toleran. Dan kita sebagai tokoh harus menunjukkan bagaimana cara mengubahnya. Indonesia harus menjadi bangsa yang baik namun toleran terhadap perbedaan,” ujarnya dengan tegas.
Kekerasan Berakar dari Ketidakmengertian
Senada dengan Prof. Ismatu Ropi, Pendiri Fahmima Institut, KH. Husein Muhammad, menuturkan bahwa kekerasan, permusuhan, dan konflik antarmanusia berakar dari ketidakmengertian.
“Oleh karena itu, kita sebagai tokoh agama harus memberikan pemahaman. Yang diutamakan adalah program pada relasi antarmanusia, yakni kemanusiaan,” jelas KH. Husein Muhammad. Beliau mengungkapkan rasa syukurnya bisa hidup di Indonesia, sebuah negara yang dihuni beragam kebudayaan namun mampu menjaga perdamaian, berbeda dengan negara lain di mana sedikit perbedaan bisa memicu perang.
Cinta Tanah Air dan Pembangunan Bangsa
Amir Jemaat Ahmadiyah, Mirajudin Sahid, sangat mengapresiasi tema diskusi ini. Ia menekankan bahwa secara spiritual, masyarakat Indonesia memiliki cinta tanah air yang mendalam.
“Kita ini pada dasarnya cinta tanah air, cinta bangsa. Kita ingin bangsa ini damai, bersaudara, karena dengan cara itulah pemerintah akan dapat melangsungkan pembangunan secara berkala,” pungkasnya.
Seminar ini menjadi pengingat penting akan peran sentral spiritualitas dan toleransi dalam membangun Indonesia yang damai dan makmur, selaras dengan semangat Hari Kebangkitan Nasional. (Redaksi)
Tags:Related Posts
Pernyataan Sikap Amir Jemaat Muslim Ahmadiyah Indonesia terhadap Perang Israel-Iran
Mahasiswa Jamiah Ahmadiyah Indonesia Adakan Kunjungan Akademik Mengenal Kristologi
Ahmadiyah Turut Serta dalam Festival Toleransi 2024
Jemaat Ahmadiyah Indonesia Adakan Acara Saresehan Wawasan Kebangsaan
Pasir Luhur Alias Baturraden | Lokasi Perjuangan Putra Prabu Siliwangi dalam Mencari Calon Permaisuri
No Responses