Islamophobia Within Muslim: Akar Ketakutan dan Kebencian Terhadap Jamaah Muslim Ahmadiyah

Islamophobia Within Muslim: Akar Ketakutan dan Kebencian Terhadap Jamaah Muslim Ahmadiyah

Selain Pakistan, Burkina Faso dan Indonesia juga merupakan dua negara dimana Ahmadi pernah mengalami persekusi hingga menyebabkan kematian. Pembunuhan terhadap sembilan Ahmadi di Burkina Faso terjadi pada 9 Januari 2023. Pembunuhan itu dilakukan oleh kelompok jihadis Muslim. Sedangkan pembunuhan terhadap Ahmadi di Indonesia terjadi pada tahun 1950-an, 1993 dan 2011. Sebanyak 10 Ahmadi dibunuh oleh kelompok Front Hizbullah alias DI/TII di Cukangkawung, Sukapura dan di Sangianglobang, Tolenjeng, Tasikmalaya. Begitu juga pada 6 Februari 2011, sebanyak tiga orang Ahmadiyah dibunuh di Cikeusik, Pandeglang, Banten.8

Mempertimbangkan fakta-fakta ini, bila di Eropa ada istilah Islamofobia, maka di negara-negara tertentu – yang biasanya Muslim – juga bisa dilekatkan istilah Ahmadiyafobia atau Ahmadifobia.9 Ini biasanya dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan yang memunculkan sikap kebencian dan antipati terhadap Ahmadiyah. Sebab, bila mereka sudah mengetahui Ahmadiyah dengan baik, biasanya akan muncul sikap simpati bahkan empati. Ini persis yang disampaikan oleh Hadhrat Khalifatul Masih V atba dalam salah satu Khotbah Jumat tgl. 28 April 2017.

“Seorang wanita dari Italia hadir di acara itu bersama seorang teman prianya. Ia mengatakan, “Teman saya takut menghadiri acara ini. Penyebabnya ialah Islamofobia. Namun, setelah kehadirannya di acara ini dan mendengarkan pidato-pidato Imam Jamaah Muslim Ahmadiyah, maka berubahlah pandangannya terhadap Islam sampai-sampai ia mengirimkan pesan dari ponselnya kepada teman Muslim-nya yang tertulis, “Tahulah saya hari ini betapa indahnya agamamu.”

“Saat peresmian sebuah masjid yang didirikan di Kota Waldshud, seorang tamu wanita yang juga seorang doktor dari Kota Bazel menyampaikan: “Sepanjang hidup saya begitu mengidam-idamkan bertemu dengan umat Islam yang damai dan menyintai keamanan dan perdamaian. Harapan saya terpenuhi hari ini. Saya merasa sangat bahagia dapat berjumpa dengan Anda sekalian, orang-orang Muslim yang saya maksud.”10

III. PROBLEM TEOLOGIS: AKAR KEBENCIAN TERHADAP JAMAAH MUSLIM AHMADIYAH (AHMADIFOBIA) DI INDONESIA

Dalam sejarah agama-agama, kedatangan seorang Utusan Tuhan yang baru biasanya akan ditentang oleh pemeluk agama asalnya. Meskipun demikian, pada perkembangan berikutnya, akan semakin banyak orang yang beriman terhadapnya. Bila mereka kuat menghadapi penentangan tersebut, maka mereka akan tetap berada di dalam komunitas agama semula. Tetapi bila penentangannya sangat kuat dan mereka tidak bisa mengatasinya, maka mereka akan menjadi “agama baru” atau sekedar “sekte baru yang dianggap bidat”.

Contoh sederhana adalah kedatangan Nabi Isa a.s. setelah 14 abad kemudian dari masa Nabi Musa a.s. Nabi Isa a.s. (Yesus Kristus) adalah sosok kontroversial dalam perspektif tiga agama: Yahudi, Kristen dan Islam. Di satu sisi, orang-orang Yahudi mengatakan bahwa Yesus – na‟udzubillah – adalah seorang nabi palsu (Ul. 21:22-23; Gal. 3:13). Sebab menurut mereka, Yesus telah mati dihukum di atas salib yang menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang terkutuk. Sedangkan pada pihak lain, orang-orang Kristen dengan ekstrim telah mengangkat dan menempatkannya dalam posisi sebagai “Anak Tuhan”, bahkan “Tuhan” itu sendiri. Alasannya, hanya Tuhan saja yang dapat mengalahkan “kematian”. Agama yang terakhir, yaitu Islam, menempatkan Nabi Isa a.s. (Yesus) hanya sebagai seorang nabi yang benar, bukan nabi palsu apalagi “Tuhan”.

Mengapa orang-orang Yahudi, terutama para ulamanya mengatakan bahwa Yesus adalah seorang nabi palsu? Alasannya sangat jelas, menurut para ulama Farisi dan Saduki, Yesus tidak mentaati hukum Taurat dan Kitab Nabi-nabi. Di antara hukum Taurat yang dilanggar oleh Yesus itu menurut mereka adalah tentang menghormati hari Sabat dan makanan halal-haram (Mrk. 7:19; Yoh. 5:18; 7:19-24). Bahkan yang lebih berat, Yesus juga menyebut ALLAH sebagai bapaknya, yang menurut orang-orang Yahudi berarti menghujat Tuhan (Yoh. 5:18; 10:30-33).

Konsekuensinya, bila kedua hukum ini telah dilanggar oleh Yesus, bagaimana mungkin ia seorang ”nabi” apalagi seorang ”nabi yang benar”? Apalagi bagi umat Yahudi, pintu kenabian telah tertutup setelah Nabi Musa (Ul. 34:10). Oleh karena itu, tidak ada nabi jenis apa pun yang akan datang setelah Musa. Begitu juga berkenaan dengan wahyu Ilahi, orang-orang Yahudi telah menolaknya bahkan mengatakan bahwa firman Ilahi hanyalah beban. Menurut mereka, wahyu Tuhan pun telah terputus. Tidak ada wahyu jenis apa pun yang akan diturunkan Tuhan setelah Musa.

Oleh sebab itu, untuk menunjukkan bahwa Yesus bukanlah seorang Nabi yang benar, maka dibuatlah tuduhan-tuduhan tidak berdasar terhadap Yesus. Dua sekte utama Yahudi – Saduki dan Farisi – dan satu sekte yang berafiliasi dengan politik memberikan tuduhan-tuduhan dusta terhadap Yesus. Tuduhan itu, berupa tuduhan bermotif agama dan juga tuduhan berbau politik. Namun dengan mudahnya Yesus dapat mematahkan tuduhan-tuduhan tersebut (Rakeeman, 2005a: 3-8; 2005b: 2-8).

Sayangnya, gelombang Yesusfobia – bila boleh disebut demikian – sengaja dilakukan oleh para Rabi Yahudi pada masa itu sehingga Yesus harus ditangkap dan diadili atas dua tuduhan yang dianggap berbahaya: penghujatan terhadap Tuhan (blasphemy) dan makar (subversif) atau kudeta terhadap Kaisar Romawi! Maka hukuman yang pantas untuk itu adalah hukuman salib.11

Begitu juga, sejarah akan selalu terulang (history repeats itself). Apa yang terjadi pada masa Yesus, terjadi pula pada masa Pendiri Ahmadiyah. Tuduhan-tuduhan tanpa dasar dan keji kemudian dilayangkan kepada Jamaah Muslim Ahmadiyah. Tuduhan keji itu dimaksudkan untuk membangkitkan sentimen masyarakat. Hasilnya, banyak pihak yang kemudian menelan mentah-mentah tuduhan tersebut dan mulai melakukan persekusi dan vandalisme terhadap Ahmadi dan propertinya.

Beberapa tuduhan dusta yang kemudian menjadi akar kebencian terhadap Ahmadiyah tersebut di antaranya, bahwa:

  1. Pendiri Ahmadiyah dianggap mendakwakan diri sebagai Anak Tuhan dan – bahkan – Tuhan itu sendiri,
  2. Ahmadiyah dianggap memiliki Nabi yang berbeda dengan umat Islam lainnya (bukan Nabi Muhammad s.a.w.),
  3. Ahmadiyah dianggap memiliki Kitab Suci berbeda, yaitu Tadzkirah,
  4. Ahmadiyah dianggap memili Tempat Suci/Ka‟bah sendiri, yaitu di Qadian (India) atau Rabwah (Pakistan),
  5. Ahmadiyah dianggap memiliki tata cara Shalat yang berbeda,
  6. dan lain-lain.

IV. PROBLEM POLITIS: AKAR KETAKUTAN TERHADAP JAMAAH MUSLIM AHMADIYAH (AHMADIFOBIA) DI INDONESIA

Selain tuduhan dari segi agama, hal tidak mendasar yang biasanya dituduhkan kepada Ahmadiyah adalah tuduhan berbau politis. Ini biasanya untuk membangkitkan sentimen pemerintah dan masyarakat awam, yang mudah terpancing tanpa melakukan penyelidikan terlebih dahulu.

Beberapa tuduhan berbau politis yang biasanya dilontarkan terhadap Jamaah Muslim Ahmadiyah adalah mengenai (1) Istilah Khalifah, (2) Antek-Inggris, (3) Ahmadiyah didanai oleh Inggris, (4) Ahmadiyah Indonesia sebagai Pusat Ahmadiyah Asia Tenggara, dan lain-lain. Karena menggunakan penyebutan “Khalifah” untuk pemimpin internasional-nya, Jamaah Muslim Ahmadiyah juga kadang dituduh akan melakukan subversi atau kudeta terhadap pemerintahan yang sah.

Begitu juga, tuduhan bahwa Ahmadiyah adalah antek-Inggris sengaja dimunculkan untuk tujuan politis tertentu. Saat Jepang berkuasa di Indonesia, beberapa Ahmadi ditangkap karena dituduh sebagai antek-Inggris alias mata-mata Inggris dan akan melakukan pemberontakan. Misalnya, tuduhan terhadap Martawi dan Julaemi asal Cikalongkulon, Cianjur. Martawi ditangkap pada 4 Mei 1945 dan selama satu tahun mendekam dalam penjara Jepang dan wafat disana. Sedangkan temannya, Julaemi dibebaskan setelah itu oleh para pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia.

Salah satu alasan pembenar diserangnya Kampus Mubarak Kemang Bogor pada Jumat, 15 Juli 2005 adalah karena ada tuduhan bahwa Kampus Mubarak akan dijadikan sebagai Pusat Ahmadiyah se-Asia Tenggara. Tuduhan ini dimunculkan oleh H.M. Amin Jamaluddin dari Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) dan dikutip oleh berbagai media masa yang meliput. Bahkan, hingga tiga tahun kemudian, tuduhan tak berdasar ini tetap dimuat dalam liputan salah satu media yang menyebutkan, bahwa “Kampus Mubarak yang pernah menjadi Pusat Ahmadiyah di Asia Tenggara ….”13

Tags: , ,

No Responses

Tinggalkan Balasan