Mengapa Nabi Isa AS Disebut Almasih ?

Mengapa Nabi Isa AS Disebut Almasih ?
“Saya katakan dengan sebenarnya, seseorang yang telah menuliskan, bahwa “Siapa saja yang menyebut RasuluLlah saw tidak hidup berarti dia itu kafir”, orang itu benar. Akibat pengistimewaan Al-Masih itulah tiga juta orang Islam telah murtad. Janganlah kalian berbuat aniaya begitu rupa terhadap Allah, yakni menjatuhkan kemuliaan dan martabat RasuluLlah saw, yaitu dengan meyakini bahwa beliau telah dikubur di bumi ini sedangkan Al-Masih telah diangkat ke langit.” (Malfuzhat, VII: 203-208) [Keterangan gambar: Patriata (dari kata petros, batu karang) di Rawalpindi, Pakistan sekarang tempat Nabi Isa as dan ibundanya lewat menuju Kashmir, India]

Masroor Library – Menelisik Gelar Al-Masih yang disematkan pada Nabi Isa AS  dalam teks-teks kitab suci dan kamus bahasa: Tuhan ataukah Nabi Pengembara?

Definisi Etimologi

Dalam tradisi agama Yahudi, begitu juga agama-agama lainnya, penamaan suatu tempat atau orang biasanya terkait dengan harapan. Nama-nama tersebut dikaitkan dengan suatu peristiwa atau kejadian yang memiliki nilai dalam pandangan Tuhan. Misalnya, nama tempat “Bethel” (Beth+El) adalah suatu penamaan untuk lokasi yang sebelumnya bernama “Lus” (Kej. 28:19). Sedangkan nama “Israel” (Yisra+El) merupakan nama untuk Nabi Yakub AS yang dikatakan telah memenangkan pertarungan dengan Tuhan (Kej. 32:28).

Begitu juga dengan nama Nabi Isa AS yang oleh kalangan Barat dikenal dengan nama “Jesus” atau “Yesus”. Jesus atau Yesus adalah penamaan yang mengalami perkembangan dari nama asli Nabi Isa AS dalam bahasa aslinya, Ibrani. Perlu diingat, bahwa dalam bahasa Ibrani tidak dikenal alpabet “J”. Oleh sebab itu, penamaan sosok Nabi Isa AS dengan “Jesus” merupakan suatu penyakit bahasa (“J” sickness).

Dalam bahasa Ibrani, terutama dalam Alkitab Ibrani dan Yunani, nama Nabi Isa AS disebut dengan Yoshua atau Yehoshua dan Iesou. Yoshua atau Yehoshua sendiri artinya adalah “Tuhan menyelamatkan” atau “Tuhan menolong”. Al-Qur’an menggunakan kata “Isa” karena merupakan arabisasi (ta’rib) yang lebih mendekati pelafalan bunyi dari nama-nama dalam bahasa Ibrani atau Yunani tersebut. Ini sama halnya dengan sebutan untuk Kabar Baik atau Kabar Gembira (Glad Tidings) yang Yesus bawa, Injil. Kata “Injil” merupakan perubahan pengucapan dalam bahasa Arab dari kata Yunani Eu+Aggelion (Kabar Baik) tersebut.

Sedangkan gelar Al-Masih merupakan gelar yang disematkan oleh Kitab Suci Al-Qur’an untuk Nabi Isa AS. Terkadang gelar Messianis ini menjadi nama diri bagi Nabi Isa AS (Qs. Al-Maidah: 18, 76; Qs. Al-Nisa: 173: Qs. Al-Taubah: 32). Secara bahasa (Etimologi), kata Al-Masih berasal dari kata “Ma-sa-ha” (مسح), yang artinya mengusap, membasuh, mencelup atau mengurapi/memberkati. Arti lainnya adalah banyak berjalan, bepergian, mengembara atau berpetualang (al-katsiyr al-siyahah, al-Mu’jam al-Wasith, II:656).

Rute perjalanan Nabi Isa dari Palestina ke Khasmir

Baik dari segi nama (Yoshua/Yehoshua/Isa) maupun gelar (Al-Masih/Messias), keduanya dengan telak membantah dan mematahkan tuduhan orang-orang Yahudi dalam Talmud Yerusalem atau Talmud Babilonia atau Sanhedrin 67a yang menyatakan bahwa Nabi Isa AS –na’udzubiLlahi min dzalik—adalah “anak zina” (ben niddah) alias “anak haram” (ben mamzer) alias “anak pelacur” (ben stada).

Tempat yang dilalui Nabi Isa AS

Beberapa Kamus Bahasa terkenal memberikan penjelasan:

قيل سمي عيسى بمسيح لأنه كان سائحا فى الأرض لا يستقر –

“Isa itu dinamakan al-Masih karena beliau selalu mengembara di bumi dan tidak tinggal menetap di suatu tempat.” (Lisan al-‘Arab, II:431)

إِنَّ المَسِيحَ يَقْتُلُ المَسِيحَ

“Sesungguhnya al-Masih akan membunuh al-Masih.” (Misbah al-Munir, 2:241)

وقيل سمي بذلك لأَنه كان يمسح بيده على العليل والأَكمه والأَبرص فيبرئه بإِذن الله

“Ada yang berpendapat, beliau disebut al-Masih, karena beliau mengusap dengan tangannya orang yang sakit, buta sejak lahir, penderita kusta, kemudian sembuh dengan izin Allah.” (Lisanul ‘Arab, 2:593).

Penulis kitab Siraaj al-Muluk menulis demikian:

أين عيسى روح الله وكلمته رئس الزاهدين وإمام السائحين؟

“Dimana Isa, Sang Ruh dan Kalimat Allah, Pemimpin Orang-orang Zahid dan Imam para Pengembara?” (Siraaj al-Muluk, Cet. Kairo, Mesir, 1306, hlm. 6)

Ibnul Atsir mengatakan:

سمي الدجال مسيحاً، لأن عينه الواحدة ممسوحة، والمسيح: الذي أحد شقي وجهه ممسوح،
لا عين له ولا حاجب

“Dajjal disebut Masih, karena salah satu matanya terhapus. al-Masih: orang yang salah satu sisi wajahnya mamsuh (terhapus), tidak ada matanya dan tidak ada alisnya.” (Jami’ al-Ushul, 4:204)

Definisi Terminologi

Dalam tradisi Yahudi, minyak urapan (shamin masakha) memegang kedudukan yang sangat penting dan sakral. Siapapun yang diurapi dengan minyak ini akan dianggap sebagai Juru Selamat (Mesias) alias Al-Masih. Artinya, tidak ada tangan makhluk yang akan dapat mencelakakannya. Dia yang telah diurapi akan mendapatkan berkat, perlindungan dan keselamatan dari Tuhan.

Oleh sebab itu terkait dengan definisi Terminologi berdasarkan Kamus-kamus Bahasa, dikatakan bahwa “Orang yang banyak melakukan pengembaraan disebut Al-Masih, karena dia mengusap (menyapu) permukaan bumi. Nabi Isa AS disebut Al-Masih, karena beliau termasuk manusia yang banyak mengembara, melakukan perjalanan jauh dan tidak menetap di satu tempat.” (Lisan al-‘Arab, II:593).

Gelar Al Masih Untuk Nabi Isa Perspektif Alquran dan Hadits

Kitab Suci Al-Qur’an menyebutkan gelar (royal name) bagi Nabi Isa AS di beberapa tempat. Terkadang, gelar itu menjadi nama diri (proper name) dari Putra Maryam tersebut. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

إِذۡ قَالَتِ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ يَٰمَرۡيَمُ إِنَّ ٱللَّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٖ مِّنۡهُ ٱسۡمُهُ ٱلۡمَسِيحُ عِيسَى ٱبۡنُ مَرۡيَمَ وَجِيهٗا فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِ وَمِنَ ٱلۡمُقَرَّبِينَ –

“Ingatlah ketika para malaikat berkata, “Hai Maryam, sesungguhnya Allah memberi engkau kabar gembira dengan satu kalimat dari-Nya tentang seorang anak laki-laki namanya Al-Masih Isa Ibnu Maryam, yang dimuliakan di dunia serta di akhirat, dan ia adalah dari antara orang-orang yang dekat kepada Allah.” (Qs. Aali Imraan, III: 46)

وَقَوۡلِهِمۡ إِنَّا قَتَلۡنَا ٱلۡمَسِيحَ عِيسَى ٱبۡنَ مَرۡيَمَ رَسُولَ ٱللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَٰكِن شُبِّهَ لَهُمۡۚ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِ لَفِي شَكّٖ مِّنۡهُۚ مَا لَهُم بِهِۦ مِنۡ عِلۡمٍ إِلَّا ٱتِّبَاعَ ٱلظَّنِّۚ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينَۢا –

“Dan karena ucapan mereka, “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa Ibnu Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibkannya, akan tetapi ia diserupakan kepada mereka seolah-olah telah mati di atas salib; Dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih dalam hal ini pasti ada dalam keraguan mengenainya; mereka tidak memiliki pengetahuan yang pasti tentang ini, melainkan mengikuti dugaan; dan mereka tidak membunuhnya dengan yakin.” (Qs. Al-Nisaa, IV: 158)

مَّا ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ مَرۡيَمَ إِلَّا رَسُولٞ قَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلِهِ ٱلرُّسُلُ وَأُمُّهُۥ صِدِّيقَةٞۖ كَانَا يَأۡكُلَانِ ٱلطَّعَامَۗ ٱنظُرۡ كَيۡفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ ٱلۡأٓيَٰتِ ثُمَّ ٱنظُرۡ أَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ –

“Al-Masih Ibnu Maryam tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu rasul-rasul sebelumnya, dan ibunya adalah seorang yang benar, keduanya dahulu biasa makan makanan. Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan Tanda-tanda bagi mereka, kemudian perhatikanlah bagimana mereka berpaling.” (Qs. Al-Maaidah, V: 76)

وَقَالَتِ ٱلۡيَهُودُ عُزَيۡرٌ ٱبۡنُ ٱللَّهِ وَقَالَتِ ٱلنَّصَٰرَى ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ ٱللَّهِۖ ذَٰلِكَ قَوۡلُهُم بِأَفۡوَٰهِهِمۡۖ يُضَٰهِ‍ُٔونَ قَوۡلَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَبۡلُۚ قَٰتَلَهُمُ ٱللَّهُۖ أَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ –

“Dan orang-orang Yahudi berkata, “Uzair adalah anak Allah” dan orang-orang Nasrani berkata, “Al-Masih adalah anak Allah”. Ini hanya perkataan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru-niru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Allah membinasakan mereka. Betapa jauh mereka dipalingkan.” (Qs. Al-Tawbah, IX: 31)

ٱتَّخَذُوٓاْ أَحۡبَارَهُمۡ وَرُهۡبَٰنَهُمۡ أَرۡبَابٗا مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَٱلۡمَسِيحَ ٱبۡنَ مَرۡيَمَ وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُوٓاْ إِلَٰهٗا وَٰحِدٗاۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۚ سُبۡحَٰنَهُۥ عَمَّا يُشۡرِكُونَ

“Mereka telah menjadikan para ulama mereka dan para rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Dan begitu juga mereka memperlakukan Al-Masih Ibnu Maryam, padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya mereka menyembah Tuhan Yang Tunggal. Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (Qs. Al-Tawbah, IX: 32)

Sedangkan di dalam Hadits disebutkan, sebagai berikut:

Hadhrat Abu Hurairah ra. meriwayatkan:

أوحى الله تعالى إلى عيسى إن عيسى إنتقل من مكان لئلا تعرف فتوذى

“Allah Ta’ala mewahyukan kepada Nabi Isa as, “Wahai Isa, berpindah-pindahlah engkau dari satu tempat ke tempat lain, yakni pergilah dari satu negeri ke negeri lain, supaya jangan ada yang mengenal engkau lalu menyiksamu.” (Kanz al-Ummal, II: 71)

Sedangkan Hadhrat Jabar ra. meriwayatkan demikian:

كان عيسى ابن مريم يسيح فإذا أمسى أكل بقل الصحرآء ويشرب المآء الفراح –

“Nabi Isa AS senantiasa mengembara, dari satu negeri menjelajahi negeri lain. Bila tiba di suatu tempat sedangkan petang telah menjelang, beliau memakan beberapa tumbuhan hutan, serta meminum air bersih.” (Kanz al-Ummal, II: 71)

Adapun Hadhrat Abdullah ibn Umar rhm. meriwayatkan sebagai berikut:

قال أحب شيئ إلى الله الغربآء قيل أي شيئ الغربآء قال الذين يفرون بدينهم ويجتمعون إلى عيسى ابن مريم –

“RasuluLlah saw bersabda, “Yang paling dicintai oleh Allah adalah orang-orang yang gharib (miskin). Ditanyakan kepada beliau, apa yang dimaksudkan dengan kata gharib. Apakah orang-orang seperti Nabi Isa as yang melarikan diri dari negerinya dengan membawa agama/iman?” (Kanz al-Ummal, II: 51)

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَعَذَابِ الْقَبْرِ، وَفِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ –

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari adzab neraka, adzab kubur, fitnah hidup dan mati, dan dari kejahatan al-Masih Dajjal.” (HR. Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah dan yang lainnya).

Gelar Al Masih Untuk Nabi Isa AS Perspektif Al Kitab

Dari hari ke hari kehadiran Yesus di tengah-tengah masyarakat ternyata banyak memikat simpati sehingga mereka mengikuti Yesus kemana pun pergi untuk mendengarkan ajaran-ajarannya (Luk. 19:48). Orang banyak itu berbondong-bondong mengikutinya, bahkan ada yang datang dari tempat-tempat yang jauh: dari Yerusalem, dari Yudea dan dari seberang sungai Yordan (Mat. 4:23-25). Mereka terkesan dengan Yesus disebabkan ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat (Mat. 7:28-29).

Di kalangan masyarakat juga timbul berbagai macam pendapat mengenai pribadi Yesus. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah “Yohanes Pembaptis yang telah bangkit dari antara orang mati”. Yang lain mengatakan: “Dia itu Elia!” Yang lain lagi mengatakan: “Dia itu seorang nabi sama seperti nabi-nabi yang dahulu.” Bahkan, Herodes pun ikut berkomentar bahwa dia itu “Yohanes yang sudah kupenggal kepalanya, dan yang bangkit lagi.” (Mrk. 6:14-16). Namun semua sepakat dan menganggap bahwa Yesus itu nabi (Mat. 21:46).

Para murid Yesus sendiri pun saling berselisih pendapat mengenai pribadi Yesus. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah “Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” (Mat. 16:13-15). Bahkan Petrus menambahkan, Yesus adalah “Mesias, Anak ALLAH yang hidup” (Mat. 16:16), Natanael juga berpendapat bahwa Yesus adalah “Anak ALLAH, Raja orang Israel” (Yoh. 1:49) artinya “Yang Kudus dari ALLAH” (Yoh. 6:68-69). Yang jelas, semua itu menunjukkan bahwa Yesus adalah seorang nabi. Sebab menurut orang-orang Yahudi, Mesias (Al-Masih) itu juga sama dengan nabi (Mat. 26:68 = Mrk. 14:65).

Berkenaan dengan dirinya sendiri, Yesus pernah mengatakan bahwa “seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya” (Mat. 13:57 jo Mrk. 6:4; Luk. 4:24; Yoh. 4:44). Ini terbukti dengan penolakan orang-orang sekampungnya, begitu juga keluarganya. Saudara-saudaranya sendiri tidak percaya akan kenabiannya (Yoh. 7:5).

Bahkan Yesus juga mengatakan bahwa ibunya sendiri seolah-olah tidak melaksanakan ajaran yang beliau bawa dari Tuhan (Mat. 12:46-50; Mrk. 3:31-35; Luk. 8:19-21). Sebagai perbandingan terhadap nabi-nabi terdahulu, Yesus juga mengatakan, “tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem” (Luk. 13:33).

Wajar saja apabila sambutan mereka terhadap kedatangan Yesus di Yerusalem begitu gegap gempita. Mereka mengatakan bahwa “inilah nabi Yesus dari Nazaret di Galilea.” (Mat. 21:11). Yesus kemudian dinaikkan ke atas seekor keledai, diarak dengan sorak-sorai bahkan banyak orang menghamparkan pakaian mereka di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dan menyebarkannya. Mereka mengikuti Yesus dengan suka cita: “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!” (Mat. 21:7-9).

Meski pada awalnya Yesus memperoleh simpati yang sangat luas dari masyarakat, namun sayangnya, simpati itu kemudian berubah menjadi kekecewaan yang sangat mendalam dikarenakan segala harapan mereka pupus. Pada mulanya mereka ingin Yesus menjadi raja dunia mereka. Bila ia memang Mesias atau Kristus, Yesus harus mengembalikan zaman keemasan Daud dan Sulaiman.

Namun bila mereka hendak datang dan membawanya dengan paksa untuk menjadikannya raja, ternyata Yesus malah menolak, bahkan ia menyingkir ke gunung seorang diri (Yoh. 6:15). Yesus pun mengatakan bahwa kerajaan yang beliau bawa bukan dari dunia ini tetapi kerajaan rohani alias Kerajaan ALLAH atau Kerajaan Sorga (Yoh. 18:36). Inilah salah satu sebab yang membuat mereka kecewa dan meninggalkan Yesus.

Penyebab yang lain adalah meski ajaran Yesus menakjubkan mereka (Mrk. 1:27) tetapi itu terlalu keras. “Siapakah yang sanggup mendengarkannya?” (Yoh. 6:60). Ketika Yesus mengatakan bahwa ia adalah “roti yang telah turun dari sorga”, maka orang-orang Yahudi bersungut-sungut. Bagaimana Yesus dapat berkata begitu, sedangkan mereka tahu asal-usul Yesus (Yoh. 6:41-43). Apalagi Yesus mengatakan, barang siapa makan dari padanya, ia tidak akan mati, bahkan hidup untuk selama-lamanya (Yoh. 6:51, 58).

Kata mereka, ucapan-ucapan ini sudah menjadi hujatan yang sangat hebat terhadap Tuhan. Jadi, pembaharuan rohani yang ingin Yesus lakukan terhadap hukum Taurat ternyata berbenturan dengan pemahaman mereka yang dangkal dan harfiah. Akibatnya, banyak muridnya yang mengundurkan diri dan tidak lagi mengikutinya (Yoh. 6:66)

Terkait dengan gelar Al-Masih, orang-orang Farisi datang kepada Yohanes Pembaptis yang saat itu sedang melakukan baptisan di Sungai Yordan, termasuk membaptis Yesus. Salah satu anggota sekte Yahudi itu mengajukan pertanyaan kepada Yohanes sebagai berikut:

וישאלהו ויאמרו אליו מדוע אפוא מטביל אתה אם אינך המשיח או אליה או הנביא׃

فَسَأَلُوهُ: «فَمَا بَالُكَ تُعَمِّدُ إِنْ كُنْتَ لَسْتَ الْمَسِيحَ وَلاَ إِيلِيَّا وَلاَ النَّبِيَّ؟

Mereka bertanya kepadanya, katanya: “Mengapakah engkau membaptis, jikalau engkau bukan Mesias (המשיח), bukan Elia (אליה), dan bukan nabi yang akan datang (הנביא)?” (Yoh. 1:24).

Hingga 2000 tahun yang lalu, orang-orang Yahudi masih menunggu-nunggu kedatangan tiga sosok yang telah dijanjikan oleh para nabi sebelumnya. Kitab Ulangan, Kitab Maleakhi dan Kitab Yesaya merupakan tiga kitab yang menceritakan tentang kedatangan tiga sosok yang dijanjikan tersebut.

Sosok Al-Masih (Mesias) sebenarnya telah tergenapi dengan kedatangan Nabi Isa AS alias Yesus. Sosok Elia telah tergenapi dengan kedatangan Yohanes Pembaptis alias Nabi Yahya AS. Sedangkan sosok “Navi itu” merupakan suatu nubuatan mengenai kedatangan seorang Nabi seperti telah disebutkan oleh Nabi Musa AS dalam Kitab Ulangan 18:18-21. Dan, nabi itu adalah Nabi Muhammad SAW.

Dalam teologi Messianis Perjanjian Lama disebutkan, bahwa barang siapa yang diurapi dengan minyak urapan (shamin mashiaka), maka tidak ada satu pun kekuatan yang akan mencelakakannya (1 Sam. 26:9). Sebab minyak urapan itu adalah minyak yang sakral. Sedangkan orang yang diurapi dengan minyak urapan itu akan menjadi seorang “kekasih Tuhan”.

Ini dapat kita telaah dari Kitab Ulangan 30 ayat 22-25 :

Berfirmanlah TUHAN kepada Musa:

“Ambillah rempah-rempah pilihan, mur tetesan lima ratus syikal, dan kayu manis yang harum setengah dari itu, yakni dua ratus lima puluh syikal, dan tebu yang baik dua ratus lima puluh syikal, dan kayu teja lima ratus syikal, ditimbang menurut syikal kudus, dan minyak zaitun satu hin. Haruslah kaubuat semuanya itu menjadi minyak urapan yang kudus, suatu campuran rempah-rempah yang dicampur dengan cermat seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah; itulah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus.

Nabi Harus AS dan anak-anak beliau adalah orang pertama yang diberkati dengan minyak urapan tersebut. Sehingga Harun kemudian bisa disebut sebagai Al-Masih. Selain Harun, Daud, Sulaiman, Saul dan beberapa nabi lainnya juga pernah mendapat urapan minyak itu. Sehingga mereka kemudian berhak mendapat gelar Al-Masih.

Nabi Isa Al-Masih AS Perspektif Pendiri Ahmadiyah

“Tidak diragukan lagi, bahwa Hadhrat Isa Al-Masih AS adalah seorang Nabi yang benar.” (Arba’in, no. 2).

“Adalah kepercayaanku, bahwa Al-Masih AS adalah seorang Nabi dan Rasul yang benar dan dicintai oleh Tuhan, namun ia bukanlah Tuhan.” (Hujjat al-Islam, h. 31).

“Al-Masih AS adalah seorang yang diterima dan disayangi oleh Tuhan. Barang siapa yang memfitnahnya, ia adalah orang yang jahat.” (I’jaz al-Ahmadi, h. 25).

“Aku telah ditugaskan oleh Tuhan Yang Maha Perkasa untuk menyatakan bahwa Hadhrat Isa AS adalah seorang Nabi Tuhan yang benar, sejati dan saleh serta aku ditugaskan untuk mempercayai kenabiannya.” (Ayyam al-Shulh, cover).

“Aku bersumpah, bahwa aku memiliki kecintaan yang sejati kepada Al-Masih AS; tidak seperti (kecintaan) yang kamu miliki karena padamu tidak terdapat cahaya yang dengan itu saya dapat mengenalinya. Tidak diragukan, bahwa ia adalah seorang Nabi yang dikasihi dan disayangi Tuhan.” (Da’wat-e-Haqq).

KESIMPULAN

1. Menurut kamus-kamus bahasa, arti etimologi dari kata Al-Masih adalah mengusap, menyentuh, membasuh, mencelup. Begitu juga artinya adalah menyembuhkan (penyakit). Sedangkan arti lainnya lagi adalah banyak melakukan perjalanan, pengembaraan atau petualangan. Intinya, gelar Al-Masih terkait dengan berkat dan manfaat.

2. Gelar Al-Masih adalah gelar yang sebelumnya telah diberikan kepada para nabi tertentu. Menurut Perjanjian Lama, beberapa nabi juga diberi gelar Al-Masih: Harun, Daud, Sulaiman, Saul, Samuel, Elia, Elisa dan lain-lain. Gelar itu mengandaikan bahwa keselamatan akan menaungi orang yang diurapi tersebut. Tidak ada satupun yang dapat mencelakakannya.

3. Bila arti etimologinya menghendaki demikian, maka perjalanan (ministry) Nabi Isa AS alias Yesus di Palestina patut dipertanyakan. Sebab, bila hanya tiga tahun dan berkisar dari Galilea ke Yerusalem dan atau sebaliknya, maka itu bukanlah perjalanan panjang apalagi disebut sebagai pengembaraan. Perjalanan diluar Palestina adalah suatu keniscayaan, atau gelar Al-Masih yang disematkan pada Nabi Isa AS bisa dianggap gagal/bohong.

4. Gelar Al-Masih perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits terlihat lebih logis dan bisa diterima oleh sejarah. Gelar Al-Masih juga sebagai bentuk citra baik untuk Nabi Isa AS dan ibundanya yang dalam pandangan orang-orang Yahudi sangat buruk. Gelar Al-Masih untuk mematahkan tuduhan “ben niddah” (anak zina), “ben mamzer” (anak haram) dan “ben stada” (anak pelacur).

5. Pendiri Jemaat Ahmadiyah dalam Islam sangat menghormati Nabi Isa AS. Hal itu dapat dibuktikan dari pernyataan beliau yang dengan tegas dan lugas menyebut Nabi Isa AS sebagai Al-Masih. Bukan hanya sebatas gelar (royal name) melainkan telah menjadi nama diri/pribadi (proper name). []

Disusun oleh:
Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat

—o0o—

Selesai ditulis pada Minggu, 20 Desember 2020 pkl. 13.40 WIT di Rumah Missi (kontrakan) Mubalig Daerah Papua Barat, Arfai, Manokwari.

No Responses

Tinggalkan Balasan