Kitab-Kitab Yang Dilarang Menjadi Bagian Kanonisasi Perjanjian Baru | Bagian 1

Kitab-Kitab Yang Dilarang Menjadi Bagian Kanonisasi Perjanjian Baru | Bagian 1

Masroor Library – Presiden George W. Bush membuat pernyataan dalam ABC’s Nightline pada bulan Desember, 2008 tentang Alkitab, kepercayaan, evolusi dan penciptaan. Bush mengatakan, ketika ditanyakan berkenaan kebenaran literal/harfiah Alkitab, “Mungkin tidak. Tidak, saya bukan seorang literalis, tetapi saya pikir Anda dapat mempelajari banyak hal darinya. Tetapi, jika itu tidak benar secara harfiah, apa yang bisa Anda percayai dan apa yang tidak. Untuk belajar dari Alkitab seseorang seharusnya memiliki pemahaman yang tepat berkenaan apa Alkitab sebenarnya atau seseorang bisa tersesat. Bagaimana Alkitab muncul ? yaitu pada tahun 325 M, itu telah 3 abad sejak Yesus Kristus hidup diantara para pengikut di Yerussalem; Kaisar Konstantin 1 telah mengadakan sebuah konferensi internasional di Turkey modern dan mengundang seluruh Uskup; tidak ada wahyu atau ilham, hanya pemilihan dan perundingan! Konstantin 1 mengadakan konsili Nicea pertama dan memutuskan bahwa seharusnya hanya satu kredo (pernyataan keimanan) yang muncul dari Konsili/Dewan.

Setelah diatur, kredo Nicea melarang kredo Aria dan anggota Aria sebagai bid’ah dan perlunya Kitab Injil yang umum menjadi lebih jelas. Ikon yang meggambarkan konsili Nicea pertama berkenaan perlunya Alkitab yang disatukan jika Anda lebih suka menonton sebuah film dokumenter, berkenaan persoalan ini, maka pilihan baik adalah film dokumenter dua bagian oleh saluran sejarah berjudul Banned from the Bible dan Banned from the Bible II. Film tersebut juga tersedia dalam bagian berbeda di Youtube : http://www.youtube.com/watch?v=J3D28Ys-dp4 (Banned from the Bible Part 1/12) http://www.youtube.com/watch?v=-i57BB0IGWE (Banned from the Bible II Part 1/12)

Presiden George W. Bush telah mengejutkan beberapa pendeta kristen dengan mengatakan/memberi kesan bahwa Alkitab tidak ‘benar secara harfiah.’

Jika Anda lebih suka membaca maka baca terus, dan kata-kata nasihat Sir Francis Bacon, “Bacalah tidak untuk membantah … tetapi untuk mempertimbangkan dan memikirkan.” Penginjil-penginjil kristen, [menurut Ensiklopedia Britannica], mewakili secara kasar 25 persen jumlah penduduk Amerika Serikat pada permulaan abad ke-21 tidak seragam dalam memberikan pendapat berkenaan orang-orang fundamental (orang-orang yang percaya semua hal dalam Alkitab benar) atau orang kristen Kanan. (walaupun seluruh fundamentalis kristen adalah penginjil, banyak penginjil bukan fundamentalis.) Semua penginjil percaya bahwa Alkitab dalam beberapa pengertian merupakan perkataan Tuhan dan seseorang harus menerima Yesus Kristus sebagai seorang Tuhan dan Juru Selamat agar diselamatkan.

Pada satu waktu dalam sebagian besar sejarah orang-orang kristen adalah Literalis dan menjadikan Alkitab sebagai ‘perkataan Tuhan’ dalam sebuah pengertian konkret dan harfiah. Ada sebuah ungkapan umum ‘Kebenaran Injil’, menyatakan secara tidak langsung sebuah tingkat kepercayaan yang sangat tinggi. Dalam keterangan penelitian terbaru seseorang mungkin perlu idiom dan kiasan baru. Dalam beberapa dekade dan abad, kenyataan telah terungkap dan sekarang sebagian besar orang memiliki bukti yang sangat nyata untuk dikatakan kepada 25 persen kaum literalis.

Mempelajari Alkitab yang ada saat ini dan menganggap hal itu sebagai harfiah memberikan kita pandangan yang sangat terbatas berkenaan Alkitab. Sebuah studi yang lebih luas berkenaan kitab-kitab yang tidak termasuk dalam Alkitab secara resmi memberikan kita wawasan tantang tradisi yang kaya pada masa awal orang-orang kristen. Banned from the Bible menceritakan kisah-kisah dari kitab-kitab kuno yang telah dilarang menjadi bagian norma Alkitab. Istilah ilmiah untuk hal ini adalah Apocrypha[1].

Keperluan Perpustakaan Kristen

Bart D Ehrman tumbuh sebagai seorang Penginjil Kristen. Dia menempuh awal pendidikannya di Moody Bible Institute, Chicago, sebuah sekolah Alkitab fundamentalis. Dia berkata,

“Sebagai seorang Kristen yang percaya pada Alkitab, saya yakin bahwa Alkitab sampai ke perkataannya, telah diilhamkan oleh Tuhan.”

Tetapi setelah pendidikannya di Princeton Seminary dia mulai melihat kenyataan tersebut secara berbeda. Dia membahas temuan dan pengalamannya dalam bukunya, Jesus Interrupted: Mengungkap kontradiksi tersembunyi di dalam Alkitab dan mengapa kita tidak mengetahuinya.

Dia sekarang adalah Profesor Terhormat James A. Gray dan Ketua Departemen Studi Agama di Universitas Carolina Utara di Chapel Hill dan penulis banyak buku berkenaan topik terkait. Dia menulis: “Beberapa murid saya cenderung berpikir bahwa Alkitab hanya diturunkan dari surga pada suatu hari di bulan Juli, tidak lama setelah Yesus mati. Perjanjian Baru adalah Perjanjian Baru. Selalu begitu dan akan selalu begitu. Anda dapat pergi ke toko mana pun di bagian mana pun di negara ini, atau bagian mana pun di dunia Barat, dan membeli Perjanjian Baru, dan itu selalu merupakan koleksi yang sama dari dua puluh tujuh kitab, empat Injil diikuti oleh Kisah Para Rasul diikuti oleh surat dan diakhiri dengan Kiamat.”

Tentunya selalu seperti itu. Tapi tidak selalu seperti itu. Justru sebaliknya, perdebatan tentang kitab mana yang akan dimasukkan ke dalam Alkitab berlangsung lama dan sengit. Meskipun sulit dipercaya, tidak pernah ada keputusan akhir yang diterima oleh setiap gereja di dunia; berdasarkan sejarah selalu ada beberapa gereja di beberapa negara (Syria, Armenia, Ethiopia) yang memiliki norma Kitab Suci yang sedikit berbeda dari yang kita miliki. Bahkan norma dua puluh tujuh kitab yang kita semua kenal tidak pernah disahkan oleh dewan gereja manapun – sampai Konsili Katolik Trente anti-Reformasi pada abad keenam belas, yang mengesahkan Apocrypa Perjanjian Lama. , sebagai tanggapan atas penolakan Protestan yang meluas terhadap kitab-kitab ini sebagai kitab tidak resmi.

Dengan cara yang aneh, Norma tersebut, jauh dari keputusan pasti pada beberapa titik waktu, muncul tanpa ada yang mengambil suara. Bukannya itu terjadi secara tidak sengaja. Norma dibentuk melalui proses serangkaian panjang perdebatan dan konflik mengenai kitab mana yang harus dimasukkan. Perdebatan ini dipicu tidak hanya oleh pengertian umum bahwa akan lebih baik untuk mengetahui kitab mana yang berwenang, tetapi lebih didasarkan oleh situasi yang sangat nyata dan mengancam yang dihadapi orang Kristen mula-mula.

Dalam beberapa abad pertama gereja, banyak kelompok Kristen yang berbeda mendukung pandangan teologis dan hukum gereja yang sangat beragam. Kelompok-kelompok yang berbeda ini benar-benar bertentangan satu sama lain karena beberapa masalah yang paling mendasar: Berapa banyak Tuhan yang ada? Apakah Yesus manusia? Apakah dia ilahi? Apakah dunia material pada dasarnya baik atau jahat? Apakah keselamatan datang ke tubuh manusia, atau apakah itu datang dengan keluar dari tubuh? Apakah kematian Yesus ada hubungannya dengan keselamatan?

Masalah dalam pengembangan norma Kitab Suci adalah persaingan masing-masing dan setiap kelompok orang Kristen – masing-masing bersikeras bahwa mereka benar, masing-masing berusaha untuk memenangkan orang yang baru masuk Kristenf – bahwa mereka memiliki kitab suci yang mengesahkan sudut pandang mereka dan kebanyakan dari kitab-kitab ini diklaim ditulis oleh para rasul. Siapa yang benar? Norma yang muncul dari perdebatan ini mewakili kitab-kitab yang disukai oleh kelompok yang akhirnya menang. Itu tidak terjadi dalam semalam. Faktanya, butuh waktu berabad-abad [2]

Usaha Gereja mula-mula dalam membentuk semacam perpustakaan tulisan suci dapat ditemukan sejak abad ke-2 oleh Marcion Sinope (Turkey pada masa sekarang). Seorang pedagang kaya, Marcion (yang kemudian dikenal sebagai penggagas Bidah Marcionite) adalah seorang Kristen. Dipengaruhi oleh dualisme, dia membayangkan bahwa Tuhan yang penuh kasih yang Yesus bicarakan sangat berbeda dari Tuhan yang pendendam dalam kitab suci Yahudi. Dia sangat menganjurkan norma Kristen yang mengecualikan semua tulisan Yahudi. Dengan demikian, dari keempat Injil, dia merasa bahwa hanya Injil Lukas yang harus dimasukkan karena tiga Injil lainnya merujuk pada teks-teks Yahudi. Pemimpin gereja lainnya mula-mula menentang dia dan beberapa bahkan memanggilnya Anak Setan. Namun, idenya tentang kitab-kitab khusus untuk dikompilasi menjadi kitab suci resmi gereja adalah titik awal untuk menyusun perpustakaan suci (atau alkitab) dari tulisan-tulisan Kristen. Pada tahun 150 M, ada ratusan teks yang ada, beberapa di antaranya bertentangan satu sama lain.

Pada abad ke-4 M, Konstantin I, dalam upaya untuk membangun kembali satu kerajaan dengan agama pemersatu untuk mendukungnya, merasa bahwa harus ada konsensus tentang buku apa yang harus menjadi dasar untuk agama ini. Pada saat itu, ada dua kubu pemikiran Kristen yang berlawanan, keduanya berpusat di Aleksandria. Arius merasa bahwa Yesus adalah manusia yang tertinggi, tetapi bukan Tuhan. Yang menentangnya adalah Athanasius, yang merasa bahwa Yesus adalah manusia sekaligus Tuhan.

Pada tahun 325, Konstantin I mengadakan Konsili Nicea Pertama dan memutuskan bahwa hanya satu kredo yang harus muncul dari konsili. Setelah diselesaikan, Kredo Nicea melarang Arias dan sesama Arian sebagai bidah (sesat) dan kebutuhan akan kitab suci umum menjadi lebih jelas.

Uskup Eusebius, seorang sarjana masa-masa awal Kristen menemukan tulisan-tulisan di Kaisarea dan Yerussalem dan peserta Konsili Nicea Pertama, menerbitkan sejarah Gereja Kristen yang komprehensif. Dalam sejarah ini, ia juga mengkritisi banyaknya kitab dan tulisan yang beredar di masyarakat Kristen saat itu dalam upaya membentuk semacam perpustakaan umum.

Buku-buku yang dia ulas dibagi menjadi tiga kategori:

  1. diterima (empat Injil, Kitab Kisah Para Rasul, dan surat-surat Paulus),
  2. sangat disukai (Yohanes Pertama, Petrus Pertama), dan
  3. patut dipertanyakan (Yohanes Kedua, Yohanes Ketiga, Kedua Petrus, Injil Yakobus, Surat Yudas, Kitab Wahyu, dan lain-lain)

Dia benar-benar sadar pandangan para pemimpin gereja lainnya tentang Kitab Wahyu dengan gambaran perang yang bertentangan dengan pesan kasih dan damai Kristus. Dia akhirnya memutuskan 18 buku yang dia percaya harus menjadi kitab suci resmi Kristen.

Enam tahun setelah Nicea (331), Kaisar Konstantin menugaskan Eusebius untuk membuat Alkitab Kristen resmi. Lima puluh (50) salinan dibuat dengan biaya negara untuk ditempatkan di gereja-gereja yang telah direncanakan Konstantin untuk dibangun di seluruh ibukotanya di Konstantinopel. Eusebius memasukkan semua 18 buku yang dia rujuk dalam karya sebelumnya. Sebagai lawan Marcion, dia merasa tulisan-tulisan Yahudi juga harus dimasukkan dan disatukan ke dalam Perjanjian Lama. Sayangnya, tidak satu pun dari 50 salinan itu ada saat ini. Yang paling dekat yang kita miliki adalah 2 naskah kuno abad ke-4: Naskah kuno Vaticanus (ditemukan di Perpustakaan Vatikan) dan Naskah kuno Sinaiticus (diambil dari Biara Saint Catherine, Gunung Sinai dan ditempatkan di Museum Inggris ). Kedua naskah kuno itu berbeda dari apa yang ada dalam daftar Eusebius (yaitu Sinaiticus telah memasukkan Gembala Hermas dan Surat Barnabas). Empat puluh tahun kemudian, daftar akhir dari 27 kitab Perjanjian Baru dijadikan (seseorang) suci dalam Gereja Kristen.

Daftar resmi ini mengecualikan banyak kitab populer (terkenal) salah satunya karena ditulis terlambat atau mereka tidak merasa kitab itu ortodoks. Dalam kata-kata Dr. Maurice Bucaille, seorang Ahli Bedah Prancis dalam bukunya, The Bible, the Quran and Science: “Pada masa-masa awal Kekristenan, banyak tulisan tentang Yesus beredar. Mereka kemudian tidak dipertahankan sebagai sesuatu yang layak untuk disahkan keasliannya dan Gereja memerintahkan mereka untuk disembunyikan, maka nama mereka ‘Apocrypha’. Beberapa teks dari karya-karya ini telah terpelihara dengan baik karena mereka ‘diuntungkan dari fakta bahwa mereka umumnya dihargai,’ mengutip Terjemahan Umum. Hal yang sama benar untuk Surat Barnabas (Letter of Barnabas), tetapi sayangnya yang lain ‘lebih kejam menolak’ dan hanya sedikit dari Kitab-Kitab itu yang tersisa. Mereka dianggap sebagai pembawa pesan kesalahan dan disingkirkan dari pandangan orang beriman. Karya-karya seperti Injil Umat Nazarene, Injil orang Ibrani dan Injil orang Mesir, yang dikenal melalui kutipan-kutipan yang diambil dari para Bapa Gereja, namun hampir dekat berhubungan dengan Injil asli / resmi. Hal yang sama berlaku untuk Injil Thomas dan Injil Barnabas. Beberapa dari tulisan-tulisan tidak asli mengandung khayalan, produk khayalan populer. Para penulis karya ‘Apocrypha’ juga mengutip kalimat kepuasan yang mana secara literal menggelikan. Namun demikian, bagian-bagian seperti ini dapat ditemukan di semua Injil. Seseorang hanya perlu memikirkan gambaran khayalan tentang peristiwa-peristiwa yang diklaim Matius terjadi pada saat kematian Yesus. Suatu hal yang mungkin untuk menemukan bagian-bagian yang tidak cukup serius dalam semua tulisan awal Kekristenan: Seseorang harus cukup jujur untuk mengakui ini. Banyaknya literatur mengenai Yesus membuat Gereja membuat semacam pengeluaran tertentu [hanya kitab tertentu yang diizinkan diterbitkan untuk umum], sementara yang kemudian sedang dalam proses dilakukan pengaturan. Mungkin seratus Injil telah ditekan. Hanya empat yang dipertahankan dan dimasukkan dalam daftar resmi tulisan Perjanjian Baru yang disebut ‘Kanon[3].

Untuk meringkas dalam kata-kata Encyclopedia Britannica, di bawah judul Sastra Alkitab (Biblical literature): “Proses kanonisasi relatif panjang dan sungguh fleksibel serta terpisah; berbagai buku yang digunakan diakui sebagai ilham, tetapi para Bapa Gereja mencatat, tanpa rasa malu atau kritik, bagaimana beberapa menganggap kitab-kitab tertentu resmi dan yang lain tidak. Kekristenan yang sedang berkembang berasumsi bahwa melalui Roh / jiwa memilih kitab-kitab resmi “pasti” cukup untuk kebutuhan gereja. Ilham, harus ditekankan, bukanlah pemecah belah atau pemecah belah norma. Hanya ketika Norma/peraturan telah menjadi bukti dengan sendirinya barulah dikatakan bahwa inspirasi dan resmi bertepatan, dan kebetulan ini menjadi pengandaian Protestan ortodox (misalnya, sumber Alkitab melalui inspirasi Roh Kudus)[4]. “

Sekarang kita akan memeriksa beberapa kitab yang tidak menjadi norma resmi. Pembaca yang tidak tertarik dengan kitab tidak remi dapat melompat ke bagian ( epilog ) terakhir di artikel ini.

Kitab Adam dan Hawa

Kitab ini adalah latar belakang cerita dari Kejadian 3 (Adam dan Hawa). Itu ditinggalkan karena itu menduplikasi Kejadian dan ditulis di kemudian hari (abad ke-3 atau ke-4). Dalam buku ini, Setan adalah malaikat berwujud / berbentuk manusia yang mendampingi ular saat menggoda Hawa. Bukan hanya itu, tapi Hawa tergoda dua kali dalam kitab ini. Yang pertama adalah yang biasa ditemukan di Genesis. Yang lainnya terjadi jauh kemudian setelah pengusiran dari Eden ketika Adam merasa bahwa keduanya harus melakukan penebusan dosa mereka dengan berdiri di sungai yang terpisah (Yordania untuk Adam, Tigris untuk Hawa) selama 40 hari. Setelah 18 hari, Setan mendekati Hawa seakan-akan dalam bentuk seorang malaikat ilahi, memberi tahunya bahwa dia diampuni, dan berhasil menggodanya untuk kedua kalinya untuk tidak mematuhi perintah dengan meninggalkan sungai.

Kitab Yobel (Jubilee)

Dalam Kejadian, ada pertanyaan tentang Adam dan Hawa yang memiliki tiga putra dan tanpa putri. Bagaimana umat manusia berkembang dalam keadaan seperti itu? Juga tertulis bahwa setelah Kain diasingkan/diboikot, dia pergi dengan seorang istri yang sedang hamil. Darimana dia berasal? Kitab Yobel (atau kejadian kecil ), yang ditulis 150 SM, mencoba menjelaskan. Dalam kitab ini, Adam dan Hawa memiliki 9 putra dan putri. Awan, anak ketiga mereka, akhirnya menjadi istri Cain. Tapi ini menimbulkan masalah baru, yaitu inses (perkawinan antar keluarga). Karena itu, ada anggapan bahwa Kitab Yobel mungkin dihilangkan dari kitab suci Kristen barat. Tapi, buku khusus ini ditemukan di antara Gulungan Laut Mati dan juga merupakan Norma resmi di Gereja Ortodoks Ethiopia.

Menurut Encyclopedia Britannica, “Yobel, dalam bentuk akhirnya, kemungkinan besar ditulis sekitar 100 SM, meskipun itu memasukkan tradisi mitologi tua. Semangat religius yang terisolasi ( orang yg mengasingkan negerinya ) dan kekerasannya membuat pemimpin sekte Essene Yahudi di Qumrān di Palestina mengutip secara ekstensif darinya dalam Dokumen Damaskus, salah satu karya utama mereka. Yobel juga terkait erat dengan Genesis Apocryphon, yang juga sejajar dengan kejadian dan disukai oleh komunitas Qumrän. Beberapa penggalan dari Yobel edisi Ibrani asli ditemukan di perpustakaan Qumrān. Yobel disimpan secara keseluruhan hanya dalam terjemahan bahasa Etiopia, yang berasal dari terjemahan Bahasa Yunani yang dibuat dari bahasa Ibrani. Penggalan teks Yunani dan Ibrani juga masih ada[5]. “

Catatan

1. Naskah-naskah yang diragukan kebenarannya oleh para penganut dan penelaah Kitab Suci Kristen. Naskah-naskah tersebut diminta agar tidak diperlihatkan kepada umum.
2. Professor Bart D Ehrman. Jesus Interrupted: Revealing the hidden contradictions in the Bible and why we do not know about them. Harper Collins Publishers, 2009. Pages 190-191
3. http://home.swipnet.se/islam/quran-bible.htm
4. http://www.britanicca.com/EBchecked/topic/6449/biblical-literature/73387/The-process-ofcanonization#
 ref=ref597960; “biblical literature. “Encyclopaedia Britanika. 2009. Encyclopaedia Britannica Online. 21 Apr.
 2009 <http://www.britanicca.com/EBchecked/topic/64496/biblical-literature>.
5. “Book of Jubilees.” Encyclopaedia Britannica. 2008. Enclycopaedia Britannica Online. 14 Dec.
 2008 <http://www.britannica.com/EBchecked/topic/307075/Book-of-Jubilees>

Penerjemah: Pasadino, Abdul Nasir dan Abdul Ghani
JAMAI darjah tsalitsah studi Muwazanah Madzahib (Perbandingan Agama) 2020-2021
Editor : Dildaar Ahmad Dartono

No Responses

Tinggalkan Balasan