Kunjungi Kabupaten Trikora di Papua Barat Telusuri Jejak Pasukan Gerak Cepat

Kunjungi Kabupaten Trikora di Papua Barat Telusuri Jejak Pasukan Gerak Cepat

Enam nama yang disemayamkan di komplek TMP Tri Tjakrabuana Teminabuan itu adalah: Niko Muktis, Joko, Sutadi, E. Ngarbingan, J. Tambunan dan M. Yusuf. nama-nama pahlawan Trikora itu memang tercantum juga pada Tugu Merah Putih yang dibangun di Kampung Wersar sebagai lokasi pengibaran bendera Merah Putih yang pertama kali di Irian (Papua) Barat.

Meskipun demikian, terdapat sedikit perbedaan penulisan nama antara yang tertulis di batu nisan dengan yang di Tugu Merah Putih. Bahkan, ada nama yang tidak tercantum dalam prasasti Tugu Merah. Selainnya, perbedaan itu disebabkan karena penggunaan singkatan nama saja. Misalnya, nama Niko Muktis tidak tercantum, begitu juga nama M. Yusuf.

Mengunjungi Tugu Merah Putih

Tugu Merah Putih atau Tugu Pendaratan terletak di Kampung Wersar, sekitar tujuh kilometer dari Tugu Trikora. Disebut Tugu Merah Putih karena di lokasi inilah konon untuk pertama kalinya dikibarkan bendera Merah Putih oleh Letnan II (U) Suhadi dan dua temannya yang mendarat di tempat ini. Pengibaran bendera itu sendiri terjadi dua hari setelah pendaratan, tepatnya 21 Mei 1962.

Kampung Wersar juga memiliki sejarah panjang terkait pemerintahan (bobato). Sebab, di Kampung Wersar inilah, di tepi Sungai Kaibus, terjadi pelantikan tiga orang sebagai Raja oleh utusan Kesultanan Tidore. Mereka adalah Anggook Kondjool sebagai Raja Kaibus bergelar Fle-Fle Kondjool, Besi Thesia sebagai Raja Siribau (Teminabuan) dan Flebru sebagai Raja Framoe (Ayamaru). Ketiganya menjalankan pemerintahan secara tidak langsung.

Menurut Jaap Timmer dalam makalahnya, A Bibliographic Essay on the Southwestern Kepala Burung (Bird’s Head, Doberai) of Papua, sejak 300 tahun lalu Kesultanan Tidore telah memiliki hubungan dagang dengan Teminabuan dan Inanwatan. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila kemudian banyak yang diangkat sebagai raja di Teminabuan dan Inanwatan.

Kini, selain Tugu Merah Putih, ada juga patung Anggook Kondjool yang hanya beberapa meter saja jaraknya. Di dekatnya juga dibangun gereja besar oleh GKI TP dan diberi nama Gereja Alfa Kampung Wersar. Secara tidak langsung, ini menunjukkan bahwa di lokasi itu terdapat semangat perjuangan (pemerintahan), adat dan agama. Filosofi ini mirip dengan di Fak Fak: Satu Tungku Tiga Batu!

Pada tiang tugu yang berbentuk persegi lima itu ada tiga buah prasasti. Prasasti pertama adalah pesan pahlawan sebagai tanda peristiwa. Prasasti kedua berisi nama-nama dari 53 prajurit yang gugur dalam missi Trikora. Sedangkan prasasti ketiga menyebutkan 27 nama prajurit yang selamat atau tertangkap Belanda. Khusus untuk prasasti pertama, terlihat sudah mengalami pergantian.

Teminabuan, Riwayatmu Kini

Kemajuan suatu daerah memang tidak bisa dilepaskan dari sarana prasarana transportasi. Bila sarana-prasarana transportasi di daerah itu cukup baik, maka kemajuan pun akan cepat meningkat. Proses pergerakan akan semakin cepat, sehingga perekonomian pun akan berkembang pesat. Berbeda halnya bila daerah itu masih terisolir dan tidak ada hubungan dengan daerah lainnya.

Membaca kesaksian Jan Massink di atas, kita dapat membandingkan setelah 64 tahun berlalu. Sejak jalan lintas (darat) dengan daerah lain terhubung, maka Teminabuan mulai berderap maju. Perjalanan yang dulu harus ditempuh selama dua hari, kini hanya dengan dua-tiga jam saja sudah sampai. Dulu hanya jalan setapak, kini sudah bisa dilalui oleh kendaraan roda empat. Semakin banyak produk yang bisa masuk ke Teminabuan.

Oleh sebab itu, benarlah apa yang dikatakan Jan Boelaars beberapa puluh tahun lalu. Dalam bukunya, Manusia Irian: Dahulu, Sekarang dan Masa Depan, pastur Katolik yang juga dosen Antropologi di Universitas Cendrawasih Jayapura itu dengan tepat menggambarkan kondisi pada masanya:

“Kekurangan sarana-sarana perhubungan yang nyata (memang ada pesawat-pesawat terbang, tetapi tidak ada jalan-jalan) membuat komunikasi daerah-daerah pesisir dengan daerah-daerah pedalaman menjadi sulit dan mahal. Isolasi ini belum didobrak secara definitif.”

“Hidup di daerah pedalaman sudah sulit bagi orang-orang dari daerah lain di Irian yang lain, apalagi bagi orang-orang dari pulau yang lain. Hal itu memang dan tetap merupakan suatu tugas yang besar bagi mereka, yang toh mau memikulnya, dapat dipandang sebagai suatu beban tersendiri.”

Kini, Teminabuan telah menjadi sebuah kota yang berkembang dan maju. Selain sarana-prasarana transportasi yang sudah mulai semakin mudah –darat, laut dan udara– juga fasilitas telah mulai dilengkapi. Fasilitas pemerintahan, perekonomian, kesehatan dan pendidikan telah berkembang semakin baik. Begitu juga untuk menjaga keamanan agar masyarakat tetap tenang dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari, telah dilengkapi dengan markas dan personel aparat keamanan, baik dari POLRI maupun TNI. []

Disusun oleh:
Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Ikon Prestasi Pancasila 2021 dari BPIP RI
Bidang Sosial Enterpreneur dan Kemanusiaan

No Responses

Tinggalkan Balasan