“Sebenarnya, dulu nama untuk Kabupaten (Sorong Selatan) ini diusulkan Kabupaten Trikora. Sebab, disinilah Pasukan Gerak Cepat alias Pasukan Srigala pertama kali diterjunkan di Papua Barat. Disini juga terjadi pengibaran bendera Merah Putih untuk pertama kalinya.”
Teminabuan, salah satu Onderafdeling West Nieuw Guinea (WNG)
Dalam pemerintahan Nederland Nieuw Guinea (NNG) atau Dutch Nieuw Guinea (DNG), nama Teminabuan mulai muncul sebagai salah satu Onderafdeling sejak tahun 1961. Teminabuan masuk ke dalam Afdeeling West Nieuw Guinea yang beribukota di Manokwari. Adapun lima Onderafdeling lainnya adalah Sorong, Raja Ampat, Manokwari, Ransiki dan Bintuni.
Jauh sebelumnya, Inanwatan yang menjadi salah satu Onderafdeling dari West & South New Guinea. Pada tahun 1936, Inanwatan bersama empat Onderafdeling lainnya masuk dalam Afdeeling West & South New Guinea. Keempat Onderafdeling lainnya adalah Fak Fak, Mimika, Boven Digoel dan South New Guinea.
Teminabuan juga pernah menjadi ibukota Onderafdeling Ayamaru pada 1954. Sedangkan Ayamaru sendiri berkedudukan sebagai sub Onderafdeling dengan seorang adspirant-controleur. Saat itu, Jan Massink menjadi Kontrolir di Teminabuan selama empat bulan, sedangkan penggantinya adalah Jan Dubois (September 1955). Adspirant-controleur pertama di Ayamaru adalah Max Lapre.
Mencicipi Jalan Uyleman
Setelah 64 tahun berlalu, Penulis pun akhirnya bisa mencicipi jalanan yang dibangun oleh Uyleman, seorang insinyur Belanda, yang menghubungkan antara Ayamaru dengan Teminabuan, Nopember 1958. Bahkan, membandingkan foto lawas dengan kondisi jalanan yang ada saat ini, relatif tidak banyak berubah. Artinya, jalan lintas yang kini menghubungkan tiga kabupaten itu masih tetap sama seperti dulu. Bedanya, kalau dulu masih jalan setapak, maka kini telah menjadi jalan raya yang beraspal.
Catatan awal yang menyebutkan kondisi jalanan itu terdapat dalam tulisan Jan Massink. Menurutnya, saat dimutasi dari Ayamaru ke Teminabuan, Mei 1955, diperlukan setidaknya 16 kuli angkut peti uang. Perjalanan itu melewati Kampung Sauf, Kamak, Wehali dan Skendi. Saking hafalnya jalanan setapak antara Ayamaru ke Teminabuan atau sebaliknya, Jan Massink menghitung ada sebanyak 38 kali melakukan perjalanan kaki dengan waktu tempuh selama satu atau dua hari lamanya.
Dalam kata-katanya sendiri, Jan Massink yang merupakan Kontrolir Nederland Nieuw Guinea di Ayamaru (Juni 1953 – Mei 1955) itu menggambarkan bahwa ia harus “melewati jalan setapak (dari Ayamaru ke Teminabuan) sepanjang 35 kilometer, melintasi perbukitan dan melewati lembah-lembah yang sesudah hujan lebat kadang-kadang banjir hingga sebatas leher”.
Jalan lintas itu memang dibangun di antara perbukitan dan lembah. Bisa dibayangkan bila hujan lebat mengguyur kawasan itu, maka air akan menggenang dan tinggi. Oleh sebab itu, tidak aneh bila kawasan itu juga sering banjir setinggi leher orang dewasa. Jan Massink mungkin telah mengalami peristiwa itu, dimana dia terjebak banjir saat melintasi jalan setapak itu. Ini tidak mustahil, sebab 38 kali perjalanan telah dilakukan.
Untuk mengenang jasa Uyleman, kini kita dapat melihat prasasti pembangunan jalan lintas Ayamaru-Teminabuan itu di depan Polsek Ayamaru, Maybrat. Sebuah linggis dan skop sengaja ditancapkan di prasasti tersebut. Mungkin, maksudnya ingin memperlihatkan, bahwa meskipun waktu itu hanya mengandalkan peralatan sederhana, namun sudah bisa membuat mahakarya.
Satu-satunya alat yang mempercepat pekerjaan saat itu hanyalah dinamit. Bukit-bukit diledakkan untuk membuat jalan tembus. Bisa dibayangkan, bila hanya mengandalkan cangkul atau linggis, perlu berapa lama pekerjaan itu dapat diselesaikan. Gergaji besi dengan dua pegangan juga cukup membantu dalam penebangan pohon-pohon raksasa sepanjang jalur itu.
Mengunjungi Tugu Trikora
Setiba di Teminabuan, Penulis pun kemudian mengunjungi Tugu Trikora. Tugu ini terletak di pintu masuk ke arah pasar dan pelabuhan Teminabuan. Posisinya persis berada di tengah persimpangan jalan dari arah gereja menuju mesjid. Tugu ini berbentuk tiang dengan sosok prajurit di atasnya. Sosok itu hanya sebagian badan, dari dada hingga kepala. Dari ciri pakaiannya, tentulah prajurit Trikora alias Pasukan Gerak Tjepat (PGT) itu.
Di dalam komplek Tugu Trikora ini terdapat sebuah kolam bulat yang dulunya mungkin dilengkapi dengan fasilitas air mancur. Sayangnya, saat ini kolam itu telah mengering. Hanya tersisa lubang bulat yang terbuat dari keramik. Secara keseluruhan, komplek Tugu Trikora ini berbentuk mirip perahu. Di bawah lambang Bintang, terdapat tulisan yang kini sudah mulai pudar. Tulisan itu menyebut, 19 Mei 1962.
Tidak salah lagi, itu adalah waktu pendaratan Pasukan Gerak Tjepat (PGT) di Sorong khususnya di Klamono, Sausapor dan Teminabuan. Sebanyak 80 orang diterjunkan di kawasan Teminabuan bertepatan pada hari Sabtu dinihari, saat sahur puasa Ayyamul Baidh dan Hari Waisak 2506 atau hari ke-14 Idul Adha 1381 Hijriah.
Mengunjungi TMP Tri Tjakrabuana
Tidak jauh dari Tugu Trikora itu terletak Taman Makam Pahlawan (TMP) Tri Tjakrabuana. Lokasinya berada di depan gerbang Pelabuhan Teminabuan, bagian sebelah kanan. Lokasi ini persis berhadapan dengan Kantor Polisi Pelabuhan, hanya dipisahkan oleh jalan yang menuju ke Pelabuhan dari arah Tugu Trikora.
Setelah masuk gerbang komplek TMP, sebuah tugu marmer putih setinggi sekitar 3,5 meter menyambut para pengunjung. Pada pucuk tugu ini terdapat logo TNI Angkatan Udara. Di bagian depan tengah, ada sebuah prasasti berwarna hitam dengan pesan pahlawan: “Kukorbankan jiwaku, demi Irian nan Jaya, selaku bagian dari, Indonesia Tercinta”.
Di dalam TMP yang dibangun pada 1994 ini tampak ada delapan makam yang sama bentuk dan warnanya. Enam makam bertuliskan nama prajurit yang gugur lengkap dengan jenjang kepangkatan dan nomor induk, sedangkan dua makam adalah anonim (tak dikenal). Menurut kisahnya, ada 53 prajurit yang gugur saat bertempur menghadapi Belanda. Sedangkan 27 prajurit lainnya selamat atau tertangkap.
Related Posts
Kunjungi Ciaruteun Ilir dan Pasir Muara Telisik Prasasti Tinggalan Kerajaan Tarumanegara
Gotrasawala Panitia Pangeran Wangsakerta | Belajar dari Lembaga Penulisan, Penyalinan dan Penerjemah Naskah/ Manuskrip pada Masa Kasultanan Cirebon
Pakuan Pajajaran dan Pajajaran Anyar
Pakuan Pajajaran dan Pajajaran Anyar | Menelisik Jejak Pakuan Pajajaran dan Toponimi Lokasi di Sekitar Kampus Mubarak
Mengenal Sosok IPDA La Udin | 19 Tahun NIkmati Tugas di Pedalaman Lembah Moskona
No Responses