Ketika Khalifah Bani Umayyah dipimpin oleh Yazid II bin Abdul Malik (720-724) dan jabatan gubernur untu Khurasan dipegang oleh Asad ibn’ Abdullah al-QAsri, seorang Dehgan (tuan tanah) keturunan Bangsawan Persia di Samarkand bernama Saman Khuda menyatakan diri masuk Islam.
Keislaman Saman Khuda dipengaruhi oleh wibawa dan akhlaq Asad ibn’ Abdullah al-Qasri. Ia yang seorang Zoroaster, kagum dengan kesalehan GUbernur Khurasan itu dan akhirnya menyatakan diri masuk Islam pada tahun 723. Kekaguman Saman Khuda kepada Asad bin Abdullah al-Qsri diapresiasikan dengan memberi nama anak pertamanya dengan nama Asad.
Di masa Kekhalifahan Abassiyah, atas jasa dan loyalitasnya kepada Bani Abbasiyah, Saman Khuda diangkat menjadi Gubernur Samarkand. Selain itu iapun mendapat penguasaan atas wilayah Fergana, Shas dan Herat.
Pada masa Kekhalifahan Al Ma’mun I dari Bani Abbasiyah, empat cucu Saman Khuda telah mendapat penghargaan dari khalifah Al Ma’mun atas kesetiaannya mereka kepada Kekhalifahan Bani Abbasiyah. Mereka dianugerahi kekuasaan di kawasan Asia Tengah. Cucu Saman Khuda dari Asad bernama Nuh bin Asad diangkat sebagai Gubernur Samankand, sementara yang lainnya yaitu Ahmad menjadi gubernur di Fergana, Yahya di Shas dan Elyas di Herat.
Khalifah Abbasiyah yang didirikan oleh Bani Abbas banyak melakukan kesepakan dan bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah Khalifah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia dari pada orang-orang Arab.
- Sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu.
- Orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (lesukuan). Dengan demikian, Khalifah Abbasiyah tidak ditegakkan diatas ashabiyah tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka mengnginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di atas tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rwendah bangsa non Arab (‘ajm).
Selain itu, wlayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas, meliputu berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syiria, Irak, Persia, Turki dan India. Mereka disatukan dengan Bangsa Semit. Kecuali Islam, pada waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat. Akibatnya disamping fanatisme kearaban, muncul juga anatisme bangsa-bangsa lain yang melahirkan gerakan syu’ubiyah (fanatisme kebangsaan).
Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para Khalifah menjalankan sistim perbudakan baru. Bangsawan Persia atau Turki yang memiliki kedudukan tinggi dijadikan pegawai dan tentara. Mereka diberi Nasab dinasti dan Gaji. Di masa inilah muncul gelar untuk bangsawan Persia atau Turki seperti Mirza (dari kata Amir shahzada atau anak amir atau pangeran), baig, khan, nawab, dan lain-lain di Asia Tengah. Adapun untuk kalangan yang lebih rendah dari kaum bangsawan Persia mendapat gelar ghulam.
‘Sistim perbudakan ‘ ini telah mempertinggi pengaruh Persia dan Turki. Karena jumlah dan kekuatan mereka yang besar, mereka merasa bahwa negara adalah milik mereka, mereka mempunyai kekuasaan atas rakyat berdasarkan kekuasaan Khalifah. Kecenderungan masing-masning bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal Khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, mereka para Khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga.
Setelah al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah naik tahta, dominasi tentara Turk tidak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turk. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani BUwaih, bangsa Persia pada periode ketiga dan selanjutnya beralih pada Dinasti Seljuk pada periode keempat.
Di masa ini dinasti samanid yang menguasai kawasan kawasan Asia Tengah melepaskan diri dari pemerintah Khilafah Abbasiyah yang berpusat di Baghdad dan membentuk kerajaan baru yang bernama Samaniyan atau Samanid.
Kerajaan samaniyah menjadikan kota Samarkand sebagai ibukota dan sekaligus pusat pemerintahan.
Saman Khuda menjadi leluhur dari Dinasti Samanid (Samaniyah), dinasti Persia asli pertama yang muncul setelah penaklukan Arab Muslim di Asia Tengah.
(berambung)
No Responses