Pada tahun 1530 M setelah kehilangan kekuasaan di Samarkand dan memperoleh daerah baru di India Utara, Mirza Babur memutuskan untuk memindahkan kekuasaannya dari Samarkand ke India dan menjadikan Delhi sebagai pusat pemerintahannya.
Pada saat itu seorang Ahli Fiqih dan Hukum Islam yang masih keturunan Timur Leng serta masih kerabat dengan Mirza Babur bernama Mirza Hadi Baig mendapat penugasan dari kerajaan Mughal untuk menjadi Qadi (hakim) yang membawahi 80 desa yang berada di sebelah utara Punjab.
Istilah Qadi telah digunakan sejak zaman Nabi MuhammadSAW, dan terus digunakan sepanjang sejarah Islam dan periode kekhalifahan.
Qadi atau Hakim berbeda dengan mufti atau fuqaha. Mufti atau fuqaha memainkan peran dalam penjelasan rinsip-prinsip hukum dan undang-undang syariat Islam. Adapun qadi memiliki peran kunci dalam menegakkan keadilan yang berdasar pada hukum dan syariat Islam tersebut. Dengan demikian seorang qadi itu dipilih dari antara mereka yang telah menguasai Ilmu Fiqih dan Hukum Islam.
Mirza Hadi Baig, karena keyakinan agamanya menamai pusat tempat tinggal yang sekaligus menjadi pusat perkantorannya yang mengontrol 80 desa itu dengan nama ‘Islam Pur Qazi’. Seiring waktu nama kota berubah menjadi ‘Qazi Maji’ (kata Maji berarti Banteng mengacu pada hewan yang masih banyak ditemukan di Qadian saat itu). Kemudian nama Qadi dan akhirnya dikenal sebagai Qadian.
Sepeninggal Mirza Hadi Baig, Qadian dipimpin oleh anak ke II nya bernama Mirza Faiz Muhammad. Sama seperti ayahnya, Mirza Faiz Muhammad juga seorang pakar Ilmu Fiqih dan Ahli Hukum Syariat Islam. Saat Mirza Faiz Muhammad menjadi Qadi di Qadian, Kerajaan Mughal dipimpin oleh Raja Akbar Khan.
Mirza Faiz Muhammad mengalami dua kepemimpinan di Kerajaan Mughal, yaitu Akbar Khan (1556 M – 1605 M) dan Jahangir (1605 M – 1628 M).
Di masa Raja Jahangir, pada tahun 1617 M ia mendapat penghargaan khusus dari negara. Selama pemerintahannya, hubungan dengan Kerajaan Mughal terjalin lebih baik dan ia kemudian diangkat menjadi pemimpin tertinggi di Qadian dan diizinkan untuk memiliki tentara sebanyak 7000 orang. Anaknya yang benama Mirza Gul Muhammad ditunjuk sebagai pemimpin pasukan Qadian itu.
Masa awal munculnya pemberontakan di Punjab yang dilakukan kaum Sikh, Mirza Faiz Muhammad pernah memperingatkan Raja Jahangir. Namun peringatan itu tidak dihiraukan dan menyerahkan urusan tersebut ke pemerintah Qadian. Akibat kekurangan personil tentara Qadian untuk menghadapi pemberontakan itu, akhirnya Punjab dikuasai pemberontak dari Sikh, dan mereka berhasil mendirikan Kerajaan Sikh. Waktu itu pemberontak kaum Sikh dipimpin oleh Dewa Singh.
Setelah Mirza Faiz Muhammad meninggal, Mirza Gul Muhammad diangkat sebagai pemimpin Qadian. Kondisi Kerajaan yang baru menjalani suksesi dari Raja Jahangir ke Shah Jehan (1628 M – 1658 M), saat itu sedang dalam keadaan kritis. Bibit-bibit disintegrasi berlatar agama mulai tumbuh pada pemerintahan Shah Jehan. Hal ini sekaligus menjadi ujian terhadap politik toleransi Kerajaan Mughal.
Di tahun pertama masa pemerintahan Shah Jehan, Kerajaan Rajput yang beragama Sikh di bawah kepemimpinan Raja Jujhar Singh Bundela berupaya memberontak dan mengacau keamanan. Namun pemberontakan itu berhasil dipadamkan. Juhar Singh Bundela menyerah dan kemudian diusir.
Mirza Gul Muhammad sangat berperan besar dalam menumpas pemberontakan kaum Sikh itu dan iapun mendapat gelar Jenderal dari Kerajaan Mughal.
Sepanang menjadi pemimpin Qadian, Mirza Gul Muhammad menghabiskan masa jabatannya dengan membantu militer Kerajaan Mughal berperang melawan kaum Sikh yang memberontak.
Pada masa Raja Aurangzeb Alamgir (1658 m – 1707 M), Mirza Gul Muhammad juga sempat beberapa tahun berada di bawah kekuasaannya.
(bersambung)
No Responses