Pengertian Ilham | Yang Dimaksud Dengan Ilham

Pengertian Ilham | Yang Dimaksud Dengan Ilham

Masroor Library – Di sini hendaknya diingat bahwa kata ilham bukanlah berarti suatu pemikiran dan gagasan yang timbul di dalam kalbu seperti ketika seorang penyair sedang berusaha membuat syair. Atau, sesudah ia menyelesaikan syair penggalan pertama ia berpikir untuk penggalan berikutnya, maka lahirlah syair penggalan kedua di dalam hatinya.

Jadi, yang timbul dalam hati serupa itu bukanlah ilham, melainkan suatu hasil renungan dan pemikiran yang sejalan dengan hukum kodrat Tuhan. Orang yang memikirkan perkara-perkara baik atau yang merenungkan perkara-perkara buruk, sesuai dengan yang dicarinya, maka pasti di dalam hatinya timbul suatu gagasan.

Misalnya, seorang saleh dan jujur membuat beberapa syair dalam mendukung kebenaran. Sedangkan seorang lagi yang alam pikirannya kotor dan rucah membuat syair yang mendukung kebohongan serta mengandung caci-makian terhadap orang saleh. Maka tidak diragukan lagi bahwa kedua orang ini memang akan berhasil membuat beberapa syair. Bahkan sedikit pun tidak mengherankan bahwa musuh orang saleh yang mendukung kedustaan itu akan menghasilkan syair yang hebat berkat pengalamannya yang panjang.

Jadi, kalau apa saja yang tercetus di dalam hati disebut ilham, maka seorang penyair yang kurang ajar, yang memusuhi kebenaran serta memusuhi orang-orang yang benar, dan senantiasa mengangkat pena untuk melawan kebenaran, serta sudah biasa berdusta, akan dapat pula disebut sebagai orang yang menerima ilham dari Tuhan (mulham).

Di dalam buku buku roman dan sebagainya kita acap kali membaca ceritera ceritera yang menarik hati, dan kita mengetahui bahwa ceritera-ceritera itu hanyalah karangan khayal belaka. Akan tetapi karangan itu terus-menerus meresap ke dalam hati orang orang. Apakah kita dapat menyebut hal itu sebagai ilham? Bahkan kalau beberapa hal yang timbul dalam pikiran dapat disebut ilham, maka seorang pencuri juga dapat kita sebut seorang mulham. Sebab, kadang-kadang setelah berpikir keras ia memperoleh cara cara yang jitu untuk membongkar rumah, dan di dalam hatinya timbul rencana-rencana yang hebat untuk merampok dan membunuh. Nah, pantaskah kita menamakan segenap rencana kotor itu sebagi ilham?

Sama sekali tidak! Melainkan, itu merupakan pikiran orang-orang yang hingga kini tidak memiliki pengetahuan tentang Tuhan Sejati — yaitu Tuhan yang menghibur hati melalui percakapan istimewa Nya dan melalui ilmu ilmu rohaniah menganugerahkan makrifat kepada mereka yang belum mengenal-Nya.

Apakah yang dimaksud dengan ilham? Ilham adalah percakapan dan dialog Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahakuasa, dengan menggunakan suatu kalam yang hidup dan perkasa, kepada seorang hamba pilihan Nya atau kepada seseorang yang ingin dijadikan Nya terpilih. Apabila percakapan dan dialog tersebut mulai berlangsung dengan suatu kesinambungan yang gencar serta menghibur, dan di dalamnya tidak terdapat kegelapan pikiran-pikiran buruk, serta tidak tanggung tanggung dan bukan berupa beberapa perkataan yang tidak menentu ujung pangkalnya, melainkan suatu kalam yang lezat, penuh hikmah, dan penuh keperkasaan, maka itu merupakan Kalam Ilahi yang dengan perantaraannya Dia ingin memberi hiburan/ketenangan kepada hamba Nya serta menampakkan Dzat Nya sendiri pada si hamba itu.

Ya, kadang kadang sebuah kalam turun semata-mata sebagai ujian, tidak sempurna dan tidak mengandung unsur-unsur beberkat. Dalam keadaan demikian hamba Allah itu diuji pada tingkat permulaan. Yakni, apakah dengan mencicipi secuil ilham itu ia benar-benar akan memperlihatkan keadaan dan ucapan-ucapannya seperti para mulham sejati, atau akan tergelincir.

Jadi, apabila ia tidak memilih kebenaran hakiki seperti halnya para shiddiq (orang orang yang lurus hati), maka ia akan luput dari kesempurnaan nikmat itu dan ditangannya hanya terdapat kata-kata yang hampa dan sia sia belaka. Ilham terus menerus turun kepada jutaan hamba saleh, akan tetapi derajat mereka di sisi Allah tidak sama. Bahkan para nabi suci Allah, sebagai penerima ilham yang paling utama dan paling bersih sekalipun, tidak sama derajat mereka. Allah Ta’ala berfirman:

Yakni, sebagian nabi memperoleh fadhilah (keunggulan/ kelebihan) atas sebagian nabi lainnya (2:254). Dari situ terbukti bahwa ilham merupakan karunia semata, dan tidak ada campur-tangan dalam urusan fadhilah. Melainkan, fadhilah itu sesuai dengan kadar ketulusan, keikhlasan, dan kesetiaan yang diketahui oleh Allah.

Ya, ilham pun apabila disertai syarat syaratnya yang beberkat, maka buahnya juga akan ada. Dalam hal ini tidak diragukan lagi jika ilham turun dalam corak demikian, yakni sang hamba bertanya dan Allah menjawabnya dengan cara itu terjadi tanya-jawab dalam suatu pola tertentu dan di dalam ilham tersebut terdapat keperkasaan dan nur Ilahi serta mengandung ilmu ilmu gaib atau makrifat-makrifat sejati maka itu adalah ilham Ilahi.

Di dalam ilham Ilahi adalah mutlak bahwa seperti halnya seorang sahabat yang bertemu dengan sahabatnya lalu saling bercakap-cakap, maka demikian pulalah hendaknya percakapan yang berlangsung antara Rabb dan hamba Nya. Dan tatkala sang hamba bertanya tentang suatu hal, maka dia akan mendengarkan dari Allah Ta’ala suatu kalam yang lezat lagi fasih sebagai jawabannya. Di situ sedikit pun tidak ada campur-tangan nafsu, pemikiran dan renungan sang hamba. Dan mukalamah serta mukhatabah tersebut menjadi suatu hadiah baginya. Jadi, itu adalah Kalam Ilahi. Dan hamba yang demikian itu memperoleh kehormatan di sisi Allah.

Akan tetapi derajat ini — yang di dalamnya ilham merupakan suatu hadiah, dan Allah menjalin suatu hubungan ilham yang hidup dan suci dengan hamba-Nya, serta berlangsung dengan bersih dan suci — tidak akan diraih oleh siapa pun kecuali mereka yang maju dalam keimanan, keikhlasan, dan amal-amal saleh, serta dalam hal-hal tertentu yang tidak dapat kami jelaskan. Ilham yang sejati dan suci menampakkan keajaiban keajaiban agung Ketuhanan. Acapkali terbit suatu sinar yang amat berkilauan, dan bersamaan dengan itu turun suatu ilham yang penuh dengan keperkasaan serta kecemerlangan. Adakah suatu kemuliaan yang lebih besar dari yang diperoleh seorang mulham, yaitu bercakap-cakap dengan Pencipta langit dan bumi? Di dunia ini peluang untuk melihat Allah ialah bercakap-cakap dengan-Nya. Akan tetapi dalam uraian kami ini yang dimaksudkan bukanlah keadaan seorang manusia yang dari lidahnya mengalir suatu kata atau kalimat atau syair tanpa dasar tapi tidak disertai peristiwa mukalamah dan mukhatabah. Bahkan orang demikian itu terperangkap dalam ujian Allah.

Sebab, Allah dengan cara itu juga menguji hamba hamba yang malas dan lalai. Yakni, adakalanya Dia mencetuskan suatu kalimat atau ungkapan di dalam hati atau lidah seseorang, maka orang itu pun menjadi seperti buta. Ia tidak tahu dari mana kalimat itu datang — apakah dari Tuhan atau dari syaitan. Jadi, adalah wajib beristighfar terhadap kalimat-kalimat semacam itu. Akan tetapi, apabila seorang hamba yang saleh lagi baik mulai memperoleh percakapan dengan Allah tanpa tabir, dan sebagai mukhatabah serta mukalamah ia mendengar suatu kalam yang bersinar sinar, lezat, penuh makna, penuh hikmah serta penuh keperkasaan, dan sedikitnya dia sering mengalami peristiwa dimana terjadi sepuluh kali soal-jawab di antara Tuhan dengan dia dalam keadaan sadar, ia bertanya dan Tuhan menjawab, kemudian dalam keadaan sadar itu juga ia menyampaikan suatu hal lain dan Tuhan pun menjawabnya; lalu ia memohon dengan rendah hati, Tuhan menjawabnya pula, demikian juga sampai sepuluh kali terus berlangsung percakapan antara Tuhan dengan dia, dan Tuhan telah berkali kali mengabulkan do’a do’anya di dalam percakapan-percakapan itu; membukakan kepadanya makrifat-makrifat yang tinggi, mengabarkan kepadanya peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi, dan di dalam soal-jawab itu berkali-kali Allah menganugerahkan kepadanya percakapan secara terbuka, maka orang yang seperti itu hendaknya banyak bersyukur kepada Allah Ta’ala dan hendaknya paling banyak berkorban di jalan Allah. Sebab, semata mata karena kemurahan Nya, Allah telah memilih orang itu di antara sekalian hamba Nya dan menjadikan¬ dia sebagai pewaris para shiddiq yang telah mendahului dia. Nikmat ini sangat jarang terjadi dan merupakan suatu keberuntungan. Barangsiapa memperolehnya maka segala sesuatu selain itu akan menjadi tidak berarti sama sekali. [Sumber : Islami Ushul Ki Filasafi – Goes]

No Responses

Tinggalkan Balasan