“Allah telah manjanjikan kepada orang-orang dari antara kamu yang beriman dan beramal shaleh, sungguh Dia akan menjadikan mereka itu khalifah-khalifah di muka bumi ini, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah-khalifah dari antara orang-orang sebelum mereka; dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka, yang telah Dia ridhai bagi mereka; dan niscayalah Dia akan memberi mereka keamanan dan kedamaian sebagai pengganti sesudah ketakutan mencekam mereka. Mereka akan menyembah kepada-Ku, dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan Daku. Dan barangsiapa inkar sesudah itu, mereka itulah orang-orang yang durhaka. (QS. An-Nur: 56)
Konsep Khilafat
“Nizhom” (Arab) atau “nizam” (Urdu) berarti sistem, tatanan atau peraturan. “Khilafat” berasal dari kata “kho-la-fa” (menggantikan, to succed), meninggalkan, pengganti atau pewaris (succesor).Khilafat adalah lembaga atau institusi yang menjalankan fungsi kepemimpinan (“Imamah”) umat beragama sebagai pengganti dan penerus peranan kenabian dalam memelihara agama dan mengatur dunia di bawah kepemimpinan khalifah- khalifah Allah SWT yang darinya ditampakkan kekuatan dan iradah-Nya.
Rasulullah SAW membagi perkembangan Islam dalam 4 periodisasi, Rasulullah SAW bersabda:
Hudzaifah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Akan terjadi nubuwat sampai masa yang disukai Allah….. kemudian akan ada khilafat dalam nubuwat sampai masa yang disukai Allah…. kemudian akan berdiri kerajaan sampai waktu yang dikehendaki Allah…. kemudian akan ada khilafat dalam nubuwat.” Kemudian beliau berdiam diri. (Musnad Ahmad, Baihaqi, Misykat hal 461)
Berdasarkan periodesasi ini, Khilafat menjadi bagian penting dan tak terpisahkan dari perkembangan Islam. Ia dipahami sebagai lembaga kepemimpinan guna menggantikan dan meneruskan misi kenabian dan penyempurnaan tujuan agama.
Jadi, Allah Ta’ala senantiasa akan mengangkat khalifah dari hamba-hamba-Nya yang beriman dan shaleh. Sedangkan fungsi Khalifah sendiri adalah:
- Meneguhkan agama bagi segenap umat,
- Memberikan keamanan dan kedamaian sebagai pengganti ketakutan,
- Menegakkan Tauhid Ilahi.
Khilafat didirikan untuk memberikan ketenteraman dan pengayoman ruhani, serta pengikat persatuan umat. Hadhrat Usman RA pernah bersabda:
“Karena Khilafat Allah SWT telah mempersatukan kamu, dan kalau sekarang kamu hendak menghapuskan Khilafat, ingatlah, sampai hari kiamat kamu tidak akan bisa bersatu”.
Pasca “Khulafa’ al-Rasyidin” “Khulafaur Rasyidah”(khalifah yang terpercaya karena mendapat petunjuk), Islam mengalami banyak kemunduran. Kedudukan khalifah sebagai pemegang tonggak tampuk kepemimpinan Islam menjadi bahan rebutan kelompok dan negara-negara kelompok Islam berpengaruh hingga terjadi beberapa kali perguliran pergantian. ”kekhalifahan”. Mulai masa Muawiyah, Umayyah (661-750 M), Dinasti Abbasiyah (750-1258 M), Dinasti Ummayyah Spanyol (756-1031 M), Dinasti Fathimiyah Mesir (909-1171 M), Utsmaniyah Turki (1299-1924 M), Syafawi Iran (1501-1722 M), Moghul India (1526-1858 M). Lembaran “khilafat versi Politik Islam” ini syarat konspirasi dan konflik kepentingan di antara kelompok dan negara-negara Islam yang berpengaruh pada masa itu. Sehingga lembaga khilafat ini berakhir sejak Musthtafa Kemal Attaturk menghapuskannya pada tanggal 3 Maret 1924. Keinginan besar umat Islam untuk tetap berdiri di bawah kibaran bendera Khilafat terus diupayakan sampai sekarang, tetapi semua upaya itu tak berbuah.Hal ini dikarenakan sebagian umat Islam telah menafikan kedudukan Allah Ta’ala atas hak dan wewenang-Nya dalam mengangkat khalifah-khalifah-Nya. Khilafat telah dikotori oleh niat dan ambisi politik bermotifkan kepentingan duniawi. Didapati dalam sebuah riwayat, bahwa Rasulullah SAW pun membatalkan niat beliau untuk menunjuk langsung Hadrat Abubakar sebagai khalifah beliau, dengan alasan Allah Ta’allah yang berhak menentukan khalifah, dengan memilihnya melalui pilihan orang-orang beriman.
Kemahdian dan Kemasihan
Di tengah-tengah kemunduran dan demisionernya kepemimpinan Islam, kegelisahan dan keputusasaan golongan Islam, di tahun 1889 telah bergulir pendakwaan “Kemahdian” dan “Kemasihan” (Mahdi dan Masih Mau’ud). Pendakwa itu tiada lain Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad AS. Beliau lahir 13 Pebruari 1835 M (14 Syawal 1250 H) di Qadian India. Leluhur beliau berasal dari Farsi (Iran) yang hijrah ke India pada abad XIV. Dari silsilah keluarga beliau masih memiliki jalur keturunan dengan Hadhrat Fatimah RA puteri terkasih Rasulullah SAW (baca: Mahdi Adalah Keturunan Fatimah). Hazrat Mirza Ghulam Ahmad AS menyandang kedudukan sebagai ahlul bait baik secara zahir maupun bathin. Pengakuan ahlul bait berlaku juga untuk umat Rasulullah SAW yang bertakwa, setia dan taat kepada Rasulullah SAW. Beliau bersabda: “Sesungguhnya keturunanku ialah orang-orang yang bertakwa” (Abu Dawud). Sehingga beliau-pun pernah bersabda: “Salman itu adalah dari kita, wahai ahli bait”.
Hal itu mengingatkan umat Islam akan nubuwatan agung Rasulullah SAW, Hadhrat Abu Hurairah RA meriwayatkan, kami sedang duduk-duduk dekat Nabi SAW. Ketika surat Jum’at diturunkan kepada beliau SAW. Sahabat-sahabat bertanya siapakah yang dimaksud dalam ayat itu? Beliau tidak menjawab hingga para sahabat bertanya tiga kali. Di antara kami terdapat seorang yang bernama Salman dari Farsi (Iran), kemudian Rasulullah SAW. Meletakkan tangannya ke atas pundak Salman seraya bersabda: “Jika iman telah terbang ke bintang suraya, beberapa orang laki-laki atau seorang laki-laki dari antara orang-orang ini akan membawanya kembali”. (HR. Bukhari). Berbagai nubuwatan Rasulullah SAW berkenaan dengan Mahdi dan Masih sempurna dalam diri beliau. Melaluinya Jamaahnya telah ditanamkan benih kejayaan Islam dalam kudrat kedua pemerintahan ruhaniyat, yakni “khilafat ‘ala minhajun nubuwat”.
“Dan Dia akan membangkitkan di tengah-tengah suatu golongan lain dari antara mereka yang belum pernah bergabung dengan mereka. Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Al-Jumah: 4)
“Apabila sudah lewat 1240 tahun Hijrah, Allah SWT. akan membangkitkan Imam Mahdi a.s.” (An-najmussaqib, Jld. 2 hal. 209)
Meskpun beliau menghadapi berbagai penentangan dan makarmakar jahat, baik dari kalangan intern umat Islam sendiri maupun dari non Islam. Tetapi dengan kudrat Allah Ta’ala Dengan meyakinkan dakwah beliau menampakkan banyak kemajuan dan kepadanya telah bergabung banyak pengikut dan murid setia. Sesuai dengan petunjuk Allah Ta’ala, beliau mendirikan bahtera Jamaah Ahmadiyah pada tanggal 23 Maret 1889, yang ditandai dengan pengambilan ikrar setia (bai’at) para pengikut beliau di sebuah kota bernama Ludhiana.
Pasca kepemimpinan Imam Mahdi AS di dalam Jemaat Ahmadiyah ini telah bergulir sistem atau Nizhom khilafat, Khilafat ‘ala minhajan-nubuwwat yang manifestasinya adalah Khilafat-al-Masih, kekhalifahan yang berpangkal pada keberadaan dan misi Al-Masih akhir zaman, yang mengusung misi “menghidupkan agama dan menegakkan kembali syari’at Islam” serta menggenapkan kemenangan Islam di atas semua agama lainnya. Khilafat beliau bernama Khilafatul Masih.
Di usianya yang hampir 115 tahun ini (1889 – 2004), gerakan dakwah Ahmadiyah sudah merambah ke lebih dari 175 negara di lima benua dengan pengikut lebih dari 200 juta orang. Dalam corak keimanan dan ketakwaan yang khas, murid dan pengikut Imam mahdi secara kokoh dan gagah membentengi Islam serta dengan cara yang mempesona menarik hamba-hamba Allah ke dalam pangkuan Islam. Dalam Nizhom khilafat inilah kudrat Allah Ta’ala ditampakkan. Sistem dan tatanan organisasi (nizham) Ilahiah ini terus meraih kemajuan dan kesuksesan dengan kepemimpinan Khalifah-Khalifah terpilih dari hamba-hamba-Nya yang saleh.
Amanah yang Harus Dipikul
AllahTaala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jangan kamu berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya dan jangan pula berkhianat terhadap amanat-amanat (yang ada pada kamu sementara kamu mengetahui”. (QS. Al-Anfal,8:28)
Para khalifah adalah para pemikul beban tanggungjawab setelah para nabi, yakni mereka harus menyempurnakan tugas para nabi AS. Khalifah memiliki corak dan kedudukan yang khas dibanding dengan kepemimpinan lain yang bersifat duniawai. Kalau para nabi dipilih langsung oleh Allah Ta’ala, maka khalifah secara zahir dipilih oleh orang-orang beriman dengan suara terbanyak melalui dewan pemilihan (intikhab). Tetapi secara bathin Allah Ta’ala-lah yang memilihnya dengan menggerakkan hati orang-orang shaleh sesuai kehendak-Nya. Hamba-hamba Allah Ta’ala yang shaleh itu adalah hasil tarbiyat para nabi dan khalifah sebelumnya. Selain itu dia diperintahkan oleh Allah Ta’ala agar bermusyawarah dengan orang-orang mu’min, tetapi ia tidak terikat oleh putusan dan permufakatan. Ia dapat memberi putusan sesuai dengan kehendaknya demi kemaslahatan umat sesuai dengan tuntunan syari’at.
Para amir dan pengurus adalah amin (pengemban amanat) dan bukan malik (pemilik/penguasa), karena tiada “malik” kecuali Tuhan. Bagi para amin dalam urusan dunia maupun agama ada pertanggungjawaban dan pembalasan atas amanat yang diembannya. Amanat yang paling utama adalah amanat yang datang dari Allah Ta’ala yang telah diserahkan-Nya kepada para Nabi serta hamba-hamba-Nya yang setia.
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itu lah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al Mu’minun: 9-12)
Organisasi dan takwa bukan dua hal yang terpisah, organisasi yang baik tidak dapat dipisahkan dari ketakwaan. Para pengurus (muntazim) adalah juga pengayom ketakwaan. Maksudnya, disamping secara pribadi ia senantiasa bertawakal dan bertikhtiar dengan doa dan kerja keras untuk ketakwaan untuk dirinya sendiri, ia juga hendaknya lebih banyak memperhatikan ketakwaan para bawahan dan khalayak awam dalam Jamaahnya untuk seterusnya menjauhkan kelemahan-kelemahan dari diri mereka. Hendaklah ia memandang dan bertindak seperti seorang ibu kepada anaknya. Yakni ia melihat dengan sorot mata penuh cinta kasih, dan dari kegelisahannya lahir doa-doa makbul dan nasihat-nasihat bertuah.
Dalam mengemban tugas kepengurusan hendaklah memandang segala sesuatu dengan pandangan ketakwaan. Penghormatan tidak dibedakan atas dasar warna kulit dan kaya-miskin tetapi atas dasar ketakwaan. Hadhrat Muslih Mau’ud memperlihatkan cinta dan takzimnya sedemikian rupa kepada para sahabat yang mukhlis dan memberikan hadiah untuk mereka, pada berbagai kesempatan beliau biasa menulis surat dan memohon doa untuk beliau. Para amin hendaklah memiliki sikap kasih sayang, tawadhu, lapang dada dalam mensikapi berbagai persoalan dan tugasnya.
Pohon yang baik ialah ia yang berakar kuat, menghujam ke kedalaman tanah, Karenanya pohon menjadi tangguh tak mudah runtuh dihembus angin badai atau terkikis air. Akar itu sedemikian rupa menyerap gizi dan mineral yang dibutuhkan pohon itu sehingga ia tumbuh menjadi pohon yang besar kuat dan tinggi menjulang dengan dahan-dahan yang mancapai langit. Ia memiliki daun yang lebat merindangi bumi dan menghasilkan buah yang lebat mensejahterakan. Akar yang kuat adalah gambaran anggota yang kuat menggenggam ketakwaan serta sedemikian baik menyerap mineral dan gizi-gizi ruhani yang menjadi sumber kehidupan sang pohon. Bagian Pohon menggambarkan posisi Amir dan para pengurus yang menjadi cerminan atau bagian permukaan organisasi. Dengan berpayungkan daun yang lebat menggambarkan fungsi pengayoman kepada bawahan dan segenap anggota. Atas kinerja yang baik dan sehat itu lahirlah buah-buah yang ranum yang menjadi simbol keberhasilan Amir yang merupakan lambang keberhasilan seluruh Jamaah.
Kemenangan Islam tidaklah berarti berdaulatnya kekuasaan Islam di suatu tempat, melainkan bahwa pemerintahan Allah Ta’ala berdiri di atas kalbu (hati) setiap manusia. Pemerintahan Muhammad Mustafa SAW ditegakkan di atas amalan-amalan serta tingkah laku kita menjadi ‘arasy Ilahi , dan Allah Ta’ala memerintah di atas kita. Betapa besar tanggung jawab Jamaah berkaitan dengan predikatnya sebagi kaum akhirin yang menurut Rasulullah SAW akan diunggulkan di atas seluruh agama lainnya. Untuk itu sebagai umatnya maka seakan-akan kita semua adalah khalifah, maksudnya setiap individu harus dapat mendukung dan menolong Rasulullah SAW layaknya seorang khalifah.
Orang yang beranggapan bahwa jabatan dalam Jamaah adalah sebagai sarana untuk kehormatan dirinya dan mereka berjuang untuk itu, mereka inilah orang-orang yang paling khianat dan mereka inilah orang-orang yang menghancurkan Nizhom Jamaah. Berkenaan dengan kewajiban-kewajiban para pengurus, maka mereka harus mengetahui dan memahami apa amanat yang diemban untuk seterusnya membuat program secara bertahap sesuai dengan kemampuan. Jangan sekali-kali berlepas diri dan tidak berbuat atas amanat itu. Supaya memperoleh keringanan di dalam tugas-tugas itu maka ia harus berusaha dengan penuh semangat, minat dan penuh kesabaran. Bila pada suatu hari beban tugas sudah dikerjakan maka beban hari berikutnya akan menjadi lebih ringan.
“Ya Allah, kami memikul beban-Mu, beban yang engkau bebankan atas kami. Janganlah kiranya beban itu kami tidak sanggup untuk memikul-nya” (QS. Al Baqarah:287)
Terdapat ungkapan agung dari seorang arif billah, yakni ibunda Chaudhry M. Zafrullah Khan ketika beliau ditanya oleh Raja Muda India pada masa penjajahan Inggris, “Manakah yang lebih sulit, mengurus rumah tangga atau mengurus suatu kerajaan yang besar?” Beliau menjawab: “Seandainya karunia Allah tidak hadir, urusan rumah tangga yang biarpun kecil tidak dapat berjalan. Namun andai kata karunia Allah hadir, menata urusan kerajaan yang yang biar bagaimanapun besarnya sama sekali tidak menjadi masalah”.
Menjaga Keutuhan Nidham
Dia Allah berfirman, “Hai Iblis, apa yang telah menghalangi engkau tunduk kepada apa yang telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku? Karena terlalu takaburkah engkau atau engkau benar-benar termasuk orang-orang yang merasa agung?’ Ia berkata, ‘Aku lebih baik dari pada dia. Engkau telah menciptakan aku dari api dan dia telah engkau ciptakan dari tanah liat.’” Dia, berfirman: Jika demikian, keluarlah engkau dari sini, karena sesungguhnya engkau terusir’” (QS. Shad: 76-79)
Bahaya terbesar bagi Islam muncul dari rasa keakuan dan sikap menentang Nizhom. Yang dimaksud hamba Allah SWT. adalah yang di dalam dirinya, syetan itu telah bersujud kepada Tuhannya, sehingga apapun yang dilakukan adalah selaras dengan kehendak Allah Ta’ala, dan Allah Ta’ala menjadi ridha kepadanya. Sedang yang menjadi hamba syetan adalah mereka yang segala dorongan dan kehendaknya telah melampaui batas keta’atan dan mengingkari ketentuan Ilahi.
Maksud “kedua tangan-Ku” adalah dua aspek Nizhom Ilahi, yakni rohani (menduduki maqam ketinggian ruhani dan menjadi kahalifatullah) dan duniawi (menjadi pemandu manusia kepada petunjuk Tuhan).
Hubungan seorang ahmadi dengan khilafat bukan hanya bersifat organisatoris belaka, malahan akan dan lebih erat lagi. Kenyataan demikian sangat penting sekali dan sungguh memberikan perasaan tentram yang mendalam kepada kita, yakni badan-badan Jamaah berkembang dengan baik dan kuat tetapi dalam aktivitasnya tidak bertabrakan dengan pola kebijakan yang digariskan oleh Jamaah induknya. Tidak ada friksi ataupun gesekan yang menimbulkan bahaya, bahkan sebaliknya menambahkan kekuatan kepada induk Jamaahnya. Inilah ruh Nizhom dan sesuai dengan ruh itu hendaknya badan-badan berkarya di seluruh dunia.
Penulis: Abdush Shomad
Sumber: Gema Edisi IV /Th.IV April 2004 Shahadat-1384 HS
No Responses