Masroor Library – Kata-kata bahasa Inggris yang umum digunakan untuk “Caliph” dan “Caliphate” diambil dan diubah dari istilah bahasa Arab yaitu “Khalifa” dan “Khilafat”. Istilah “Caliph” digunakan di Inggris pada tahun 1393, dan “Caliphate” sejak tahun 1614. Salah satu alasan kekayaan kosakata bahasa Inggris adalah kemampuannya memakai dan menyerap kata-kata asing dari hampir seluruh bahasa di dunia. Sebagai contoh dari bahasa Indonesia-Pakistani seperti Urdu, Hindi, dan Sansekerta, dari bahasa Inggris diperoleh kata-kata seperti “camphor”, “ginger”, “musk”, “sugar”, “punch”, “guru”, nirvana”, “bungalow”, “jungle”, “cheetah”, “thug”, “pundit”, dan “Aryan”. Dari bahasa Farsi seperti “bazaar”, “caravan”, “dervish”, “jasmine”, “magazine”, “rook”, dan “checkmate”. Dari bahasa Yahudi seperti “amen”, “jubilee”, “kosher”, “satan” dan “messiah”. Demikian jumlah nama-nama, struktur kata-kata dan istilah-istilah yang di ambil dari bahasa Arab. Berikut beberapa contohnya : Admiral (Amir-ul-bahr atau amir-ar-rahl), Gibraltar (Jebel-e-tarik), alchemy (al-kimiya), alcohol (alkohl), algebra (al-gebro-wal-muqabilah), algorithm (al-khowarazmi), arsenal (dar-as-sina’ah), assassin (hashishin), coffee (qawah), El Cid (al-Sayyid), elixir (al-iksir), emir (amir), fakir (faqir), genie (jinn), minaret (minarah), Ottoman (Uthman), Saracen (sharqiyien), sherbet dan syrup (sharbah, sharaab), sofa (suffah), talisman (talism), dan zero (sifr).
Konsep Khilafat Menurut Al Quran
Sebagai pembahasan kita, kita akan membedakan antara istilah “khilafat” dan “khalifa” di tinjau dari segi perkembangan kata-kata ilmu etimologi. Dalam bahasa Arab istilah “khalifa” berarti “pengganti/utusan/wakil”, dan “khilafat” adalah dominasi dari seorang khalifa atau lembaga yang dijalankan di bawah tampuk kepemimpinan seorang khalifa.
Sedangkan dalam bahasa Inggris istilah “caliph” berarti pemimpin umat dan pengayom umat manusia yang di anggap sebagai pengganti (khalifah) nabi Muhammad saw. Tapi menurut Al-qur’an suci, istilah khalifa (tunggal) dan khulafa atau khalaa’if (jamak) tersebut lebih luas makna konotasinya dibandingkan dengan istilah “caliph” dan “caliphs” dalam bahasa Inggris.
Sebagai contoh, Al-qur’an suci menggunakan “khalifa on the earth” (khalifa diatas bumi) for propehet Adam as “God’s deputy or vicegerent on the earth” (nabi Adam sebagai “utusan tuhan atau khalifah diatas bumi”). Dalam bahasa Arab kita bisa menyebutnya sebagai “khalifatullah”. Sama halnya dengan Daud disebut sebagai seorang “khalifa”, seperti yang tertera dalam Al-qur’an suci : “wahai Daud! Sesungguhnya kami telah menjadikan engkau khalifa di bumi ini; maka hakimilah diantara manusia dengan adil dan janganlah mengikuti hawa nafsu, jangan-jangan ia menyesatkan engkau dari jalan Allah” (38:27).
Akan tetapi kita tidak pernah mengatakan ”khalifah Daud”, dalam bahasa inggris dia disebut “king David” (Raja Daud). Selain itu, dalam Al-qur’an suci kata-kata “khalaa’if dan khulafa” (jamak dari khalifa) telah digunakan pada beberapa bangsa atau generasi tertentu yang merasa bahwa tuhan telah memberikan nikmat yang luar biasa kepada mereka dan menjadikan mereka terkemuka diatas bumi.”Dan, ingatlah saat ketika Dia menjadikanmu pengganti sesudah kaum ‘Ad dan Dia menempatkanmu di bumi” (7:75). Tapi dalam bahasa Inggris kita tidak bisa mengaitkan bangsa-bangsa dan generasi-generasi pada istilah “caliphs”.
Al-qur’an suci dengan khusus menggunakan istilah “khulafa” yang menunjukan pemberian nikmat dari allah kepada orang-orang yang tidak hanya memberikan kekuasaan duniawi kepada mereka, tapi juga memberikan kepada mereka pahala atas perbuatan baik mereka. Dalam hal ini, untuk memelihara berkah dari khilafat tersebut, kewaspadaan adalah hal yang diwajibkan bagi mereka sebagai ujian dan jejak mengikuti orang-orang yang shaleh”. Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penerus-penerus di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam derajat supaya Dia menguji kamu dengan apa-apa yang telah Dia berikan kepadamu” (6:166). “Ketika kami telah menjadikan kamu khalaa’if (penerus-penerus) di bumi sesudah mereka (yakni generasi awal), supaya kami menyaksikan bagaimana kamu beramal (10:15). “Atau siapakah yang mengabulkan doa orang yang sengsara apabila ia berdoa kepada-Nya, dan melenyapkan keburukan, dan menjadikan kamu khalifah-khalifah dibumi? Adakah tuhan lain bersama Allah? Kamu sangat sedikit mendapatkan pelajaran” (27:63). Dalam ayat ini keberkatan khilafat adalah hubungan yang erat dengan tuhan yang mengabulkan doa dari orang yang sengsara, dan menghilangkan kesedihan. Selanjutnya, “sesungguhnya allah mengetahui segala yang ghaib diseluruh langit dan bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui benar apa yang ada didalam hati. Dialah zat yang telah menjadikan kamu khalifah-khalifah dibumi. Barang siapa yang ingkar, maka dia sendiri yang menaggung akibat keingkarannya (35:39-40).
Dalam kutipan ayat-ayat tersebut diatas, Al-qur’an suci telah menekankan pada aspek akhlak, susila, dan rohani sebagi syarat dari pengikut-pengikut untuk menerima anugerah khilafat dari tuhan. “Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari antara kamu dan berbuat amal shaleh, bahwa dia pasti akan menjadikan khalifah orang-orang yang sebelum mereka, dan dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka yang telah Dia ridhoi bagi mereka, dan niscaya dia akan mengantikan mereka sesudah ketakutan mereka dengan keamanan. Mereka akan menyembah Aku dan barangsiapa yang ingkar sesudah itu, mereka itulah orang-orang yang durhaka (24:56
Janji Allah ta’ala untuk mendirikan khilafat sebagai sebuah keberkatan untuk umat manusia adalah benar-benar mengembangkan kondisi akhlak dan rohani bagi pengikut-pengikut yang ikhlas. Dalam arti yang spesifik ini, kita membuat sebuah perbedaan antara khilafat dan khalifah. Khalifah berhubungan dengan pemerintahan dan kekuasaan politik penguasa dalam sejarah islam, tetapi khilafat berhubungan dengan akhlak, agama, dan kepemimpinan rohani bagi umat manusia. Khilafat berusaha sekuat-kuatnya menegakkan ibadah kepada satu tuhan, menyaksikan orang-orang tetap berdoa, beramal shaleh, hidup bebas, dan memelihara perdamaiaan. Oleh karena itu, seorang penguasa politik yang bisa disebut “caliph” tidak mungkin menjadi seorang khalifa.
Sebuah Ramalan Hadits
Di dalam kitab hadits yang terkenal, Musnad Ahmad yang dikarang oleh Imam Ahmad bin Hambal, ada sebuah hadits nabi yang diriwayatkan oleh Hz. Hudzaifah RA bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
عَنِ النُّئْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍعَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَكُوْنُ النُّبُوَّةُ فِيْكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنُ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَ فَةً عَلىَ مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًاعَضُوْضًا فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ مُلْكًا جَبَرِيَّةً ثُمَّ تَكثوْنُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ.
“Adalah masa kenabian itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa khilafah yang mengikuti jejak kenabian (Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian adalah masa kerajaan yang menggigit (Mulkan ‘Adhan),adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyyah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian Allah mengangkatnya. Kemudian adalah masa khilafah yang mengikuti jejak kenabian (khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah). Kemudian (nabi), diam”. (Musnad Ahmad bin Hambal, Jilid 4:273)
Pada hadits ini, nubuwatan tentang khilafat dihubungkan dengan kenabian pada dua peristiwa yang terpisah. Diantara dua era khilafat tersebut, referensi-referensi “kerajaan yang menggigit (Mulkan ‘Adhan)” dan “kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyyah), adalah yang disebut sebagai khalifah (chalipate). Banyak raja-raja muslim yang menggunakan gelar khalifah, tetapi faktanya menyimpang dari ajaran-ajaran kenabian yang diikuti. Kata dalam bahasa Arab yang menunjukkan hubungan antara khilafat dan kenabian adalah “khilafat-‘ala-minhaji-nubuwwah”, itu adalah khilafat pada jalur kenabian. Ini artinya bahwa pengganti nabi yang sebenarnya (khulafa) akan telah terus mengikuti contoh nabi dan membimbing ummat pada jalan yang sama sebagaimana nabi telah membimbing mereka.
Ini menjelaskan bahwa khilafat pada intisarinya adalah suatu misi nabi. Sasaran dari khilafat dan kenabian tersebut adalah sama. Al-qur’an suci menjelaskan bahwa tujuan pokok dari kenabian adalah perkembangan akhlak dan rohani umat manusia. Dengan
Berdirinya Kembali Khilafat Berdasarkan Kenabian
Beliau memulai misinya dengan sukses, dan sebuah kelompok orang-orang beriman yang penuh semangat telah berdiri tegak pada masa kehidupan Beliau. Saat Beliau wafat, pada tanggal 27 Mei 1908 Hadhrat Maulana Nur-ud-Deen r.a telah terpilih dengan suara bulat untuk menjadi pengganti pertama Beliau. Beliau telah membuat buku yang berjudul Khalifa-tul-Masih untuk menyambung misi dari Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan. Ketika Beliau wafat, maka pada tanggal 13 maret 1914, Hadhrat Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad (1889-1965) dipilih sebagai khalifah kedua jemaat Ahmadiyah. Beliau membentuk sebuah badan pemilih untuk memilih khalifah. Badan ini telah memimpin pemilihan khalifah sebagai pengganti pada saat kewafatan setiap khilafah yang terdahulu pada tahun 1965, 1982, dan 2003 dengan lancar. Saat ini Hadhrat Mirza Masroor Ahmad a.b.a yang menjabat sebagai khalifah kelima jemaat Ahmadiyah. Demikianlah sekali lagi khilafat berdasarkan kenabian berdiri dengan tegaknya.
Khilafat Ahmadiyah Dan Khalifah
Khilafat Ahmadiyah adalah lembaga yang benar yang bertujuan untuk membimbing umat manusia pada jalan kebenaran, membawa persatuan di antara negara-negara di dunia, dan menegakkan perdamaian dan keamanan dengan cara melindungi kebebasan, kehidupan dan kehormatan seluruh ummat manusia! Khilafat Ahmadiyah berbeda dalam banyak hal dengan yang disebut “khalifah” pada kerajaan-kerajaan terdahulu. Khalifah dipilih berdasarkan ketaqwaan dan kebenaran dengan pertolongan doa. Sebagaimana tuntunan Al-qur’an :”Sesungguhnya allah memerintahkan kamu supaya menyerahkan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya (4:49). Khilafat adalah sebuah tanggung jawab yang diserahkan kepada orang yang paling pantas menerimanya yang sanggup melayani Allah dan hamba-hamba-Nya, mencurahkan waktu dan kemampuannya untuk menjalankan perintah Allah dan mencontohkan ajaran islam sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Khilafat Ahmadiyah meyakini bahwa kerukunan dan perdamaian dapat dikembangkan dengan cara memperbaiki watak manusia dari dalam berdasarkan nilai-nilai moral, dan menolak penggunaan kekerasan dan paksaan dalam hal keyakinan.
Sehubungan dengan khilafat Ahmadiyah metode untuk menyebarkan suatu keyakinan agama harus tetap dengan cara damai, yaitu dengan mendorong diadakannya dialog bersama dan ajakan secara lemah lembut terhadap berbagai keyakinan yang berbeda. Khilafat Ahmadiyah mendesak untuk menegakkan hak asasi manusia secara mendasar pada semua tingkatan dan memajukan pelajaran ummat manusia.
Intisari Dari Khilafat Ahmadiyah
Khilafat Ahmadiyah sangat berbeda dengan pendapat yang dipahami secara salah oleh beberapa kelompok muslim yaitu untuk mendapatkan kekuasaan politik dan militer diseluruh dunia. Khilafat Ahmadiyah tidak berhubungan dengan politik akan tetapi bersifat spiritual dan keagamaan. Jadi, orang ahmadi percaya akan konsep “pemisahan antara Negara dengan gereja” dalam memenuhi keinginan rakyat untuk mengadopsi berbagai macam sistem politik yang cocok dengan mereka demi keuntungan.{
Ditulis : Mubasher Ahmad, M.A,, LL.B.
Judul Asli: Khilafat Dan Khalifah
EDitor : Masroor Library
No Responses