Legenda Bung Karno di Nederland Nieuw Guinea | Dari Keris di Gunung Nabi Hingga Ular Naga di Danau Framu Ayamaru

Legenda Bung Karno di Nederland Nieuw Guinea | Dari Keris di Gunung Nabi Hingga Ular Naga di Danau Framu Ayamaru
Menelusuri Jejak Legenda Bung Karno di Nederland Nieuw Guinea (NNG) Perspektif Narasi Fungsi Vladimir Propp dan Pembagian Wilayah Administrasi Belanda

Untuk menataulang sejarah, maka kita harus melepaskan legenda itu dari mitos. Beberapa mitos yang terdapat dalam legenda itu di antaranya adalah: dililit ular naga, batu terbelah, diberi keris, melakukan perjalanan selama 12 jam untuk menempuh jarak sekitar 500 km dari Ayamaru ke Teminabuan. Sedangkan yang kaitannya dengan kronologi atau penandaan waktu, dapat diketahui dari konteks peristiwanya.

Bila berdasarkan legenda yang ada di Papua Barat, maka keberadaan Bung Karno terjadi dalam dua masa kolonialis. Pertama, pada masa Belanda, yaitu dikatakan pada 1931. Kedua, pada masa Jepang, sekitar tahun 1942. Ini menarik, sebab dapat dibandingkan dengan keberadaan Bung Karno sendiri dalam sejarah di tahun-tahun tersebut. Apakah benar beliau sedang dalam pengasingan di Papua (Barat), ataukah masih aktif dalam kegiatan organisasi/partai di Jawa.

Bila memang benar bahwa Bung Karno pernah diasingkan di sekitar Danau Framu, Ayamaru, maka artinya selama sekitar 11 tahun beliau berada dalam pengasingan tersebut. Sebab, dalam legenda itu juga diceritakan bahwa Bung Karno kemudian pindah ke Teminabuan, lalu ke Babo, Bintuni (1942). Sedangkan dalam catatan sejarah perjuangan Kemerdekaan RI, tahun-tahun itu Bung Karno masih berkiprah dalam kancah politik di Jawa (Surabaya, Bandung dan Batavia) sebelum akhirnya dibuang ke Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Mitos “dililit/melawan ular Naga” adalah hal yang menarik untuk ditelaah. Sebab, hampir di setiap tempat di Papua, kisah mengenai ular Naga ini selalu muncul. Ular Naga (korben) merupakan pralambang alias simbol kekuasaan besar dari penjajah kolonial. Ini misalnya, terkait dengan legenda Sekpum (Sekfamberi), seorang mambri putra Insundi yang membunuh ular Naga yang menyerang Kampung Korem di Biak Utara.

“Keris” juga pralambang kekuatan pribumi dalam melawan penjajah kolonial. Apalagi di Tanah Papua, senjata aslinya bukanlah keris melainkan panah, tombak dan parang. Keris hanya identik dengan daerah-daerah di luar Papua: Jawa, Sunda, Bali, Sulawesi, Sumatra. Umumnya, daerah yang sebelumnya pernah menjadi mandala dari Kerajaan Majapahit ataupun Singosari.

“Batu terbelah” juga merupakan pralambang, bahwasanya kekuatan besar akan hancur berantakan. Ini merupakan suatu vision (kasyaf), bahwa ke depannya, kekuasaan penjajah kolonial akan mengalami kehancuran sedangkan mereka yang diasingkan atau menjadi tahanan akan memperoleh pembebasan atau kemerdekaan. Ini sama dengan vision (kasyaf) ketika melihat orang-orang yang sudah meninggal bangkit hidup kembali. Artinya, akan ada orang yang dibebaskan dari penjara atau tempat pengasingan.

Namun, apakah benar Bung Karno pernah diasingkan di sekitar Danau Framu, Ayamaru? Jawaban untuk pertanyaan ini adalah perspektif Administrasi Belanda. Pada masa Belanda, Tanah Papua dibagi menjadi beberapa Afdeeling dan Onder-Afdeeling. Bila dikatakan bahwa pengasingan Bung Karno terjadi pada tahun 1931 (Ayamaru) atau 1942 (Babo, Bintuni), maka ini dapat ditelusuri dengan mudah. Apakah Belanda telah menempatkan pos pemerintahan/perkebunannya di sekitar tempat itu?

Hingga tahun 1952, Ayamaru belum berdiri sendiri ataupun menjadi Onder-Afdeeling apalagi Afdeeling. Pada tahun 1931 hingga 1952 itu, posisi Ayamaru masih di bawah Afdeeling Sorong. Bahkan nama Ayamaru kalah oleh Inanwatan, yang sejak tahun 1936 telah menjadi Onder-Afdeeling dari Afdeeling West & South Nieuw Guinea, bersama Onder-Afdeeling lainnya: Fak Fak, Mimika, Boven Digoel dan South Nieuw Guinea.

Nama Ayamaru baru muncul sebagai pusat pemerintahan Onder-Afdeeling dari Afdeeling West Nieuw Guinea yang berpusat di Sorong pada 10 Mei 1952. Ada sembilan Onder-Afdeeling yang dibentuk bersamaan dengan Ayamaru, yaitu: Sorong, Makbon, Raja Ampat, Manokwari, Ransiki, Wandamen, Bintuni dan Fak Fak. Begitu juga saat terjadi perubahan wilayah administratif di bawah Gubernur J. van Baal pada 31 Oktober 1953, Ayamaru tetap masuk dan menjadi bagian dari Afdeeling West Nieuw Guinea.

Hanya pada 1954, terjadi perubahan ibukota Afdeeling West Nieuw Guinea, dari yang semula di Sorong dipindahkan ke Manokwari. Begitu juga Bintuni digabung ke Ayamaru, sebagai pusat pemerintahan Onder-Afdeeling. Tujuh tahun kemudian, Onder-Afdeeling Ayamaru dihilangkan serta ada penggantian Onder-Afdeeling dari Inanwatan menjadi Teminabuan. Sedangkan Onder-Afdeeling Ayamaru, digabung ke dalam Onder-Afdeeling Bintuni.

Menilik dari perubahan status wilayah administrasi pada masa kolonial Belanda tersebut, maka kecil kemungkinannya Bung Karno diasingkan ke sekitar Danau Framu di Ayamaru. Sebab, pada tahun 1931 hingga 1952, kawasan Danau Framu atau Ayamaru belum menjadi pusat pemerintahan Onder-Afdeeling. Begitu juga Ayamaru belum menjadi pusat perkebunan Belanda atau Nederland Nieuw Guinea (NNG) atau Dutch Nieuw Guinea (DNG) sehingga kontroleur perkebunan Belanda belum membuka pos disana. Begitu juga missi pekabaran Injil, baru masuk ke Ayamaru sekitar tahun 1948 dan sesudahnya, setelah mereka melakukan pekabaran Injil di Tambrauw.

Karena pada tahun 1931 dan setelahnya sarana komunikasi hanyalah surat kabar, maka tentu saja orang-orang yang berada di pedalaman Ayamaru tidak akan mengetahui sosok Bung Karno. Sebab, surat kabar yang ada pada masa itu, terbatas pada daerah perkotaan (Sorong, Manokwari). Informasi yang diperoleh pun biasanya baru diketahui setelah satu bulan kemudian. Itupun bila dimuat di surat kabar yang beredar di Tanah Papua.

Apakah kemungkinan teman/sahabat Bung Karno yang diasingkan ke Ayamaru? Pertanyaan ini juga menarik untuk ditelaah. Sebab, dalam perjuangan kemerdekaan, biasanya sombar (wibawa/ kharisma) Bung Karno juga menjadi wibawa teman-teman seperjuangannya. Bila kita menelusuri jejak perjuangan di Boven Digoel atau di Banda (Maluku), maka dikatakan bahwa Bung Karno juga pernah diasingkan kesana. Padahal, Bung Karno sama sekali tidak pernah diasingkan disana, kecuali sahabat dekat beliau.

Tags:

No Responses

Tinggalkan Balasan