Bulloh Hasbulloh Ahmadi Peraih Upakarti

Bulloh Hasbulloh Ahmadi Peraih Upakarti

Masroor Library – Tahun1973 istilah ‘bapak angkat’ tidak populer di dunia usaha Indonesia. Namun seorang Ahmadi Mukhlis dari Sukawening, Garut telah mempraktekan konsep itu dengan cara-cara yang tidak modern. Walaupun demikian, usahanya ini telah mengantar Alm Bulloh Hasbulloh meraih penghargaan Upakarti di tahun 1992 dari Presiden Republik Indonesia H M Soeharto. Untuk mengenang pengusaha kecil yang sukses sekaligus pendiri Jemaat Sukawening itu Darsus menyajikan profil Alm Bulloh Hasbulloh.

Di tahun 1925 ketika Maulana Rahmat Ali HAOT untuk pertama kalinya menginjakan kaki di Nusantara, di tahun yang sama seorang laki-laki lahir disebuah kampung yang bernama kampung Sukamandi – Sukawening Garut Jawa Barat.

Kampung yang terletak 15 km di sebelah Timur Laut kota Garut itu menjadi tempat lahir seorang pribadi sederhana namun memiliki pola pikir kedepan yang mengagumkan serta pengabdi Islam yang setia. Dia adalah Bulloh Hasbulloh bin Nawari pendiri Jemaat Sukawening yang pernah meraih Penghargaan Upakarti 1992.

Dilahirkan dari keluarga sederhana, Bulloh Hasbulloh tumbuh menjadi pribadi yang tekun, kukuh serta rajin dalam segala bidang pekerjaan yang dijalani. Bermacam-macam profesi telah digeluti. Kuli cangkul, mengurus sawah orang lain, membuat bakiak, membuat permen, jualan berbagai kue bahkan menjadi juragan kentang pernah dilakoni. Namun hidupnya mulai berubah manakala dia bertemu dengan seorang pedagang kerupuk dari Sanding.

Saat itu sekitar tahun 1969, Bulloh Hasbulloh merasa usaha yang dijalaninya sebagai pedagang kue di pasar Sukawening tidak mengalami kemajuan yang berarti. Sementara dia selalu memperhatikan tetangga berjualan di pasar Sukawening yang berjualan kerupuk selalu diburu pembeli.

Berapapun barang dagangan yang di bawa oleh pedagang dari Sanding itu selalu habis dalam waktu yang tidak terlalu lama. Demi melihat tingginya minat orang terhadap kerupuk waktu itu, Hasbulloh berniat untuk banting stir menjadi pedagang kerupuk.

Namun niatnya untuk berganti profesi menjadi pedagang kerupuk tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berbagai kendala harus dilewati oleh Hasbulloh. Pada awalnya Hasbulloh hanya mengetahui bahwa kerupuk itu terbuat dari terigu dan aci. Tentang berapa takaran dan bahan apa saja untuk mempersedap kerupuk dia tidak tahu sama sekali. Selain itu untuk mendapatkan resep dari tukang keupuk dari Sanding itu, Hasbulloh tidak mendapat restu darinya. Al hasil Hasbulloh harus putar otak untuk menemukan racikan bumbu dan takaran yang tepat agar mendapat kerupuk yang enak.

Pada percobaan pertama dengan formula resep ciptaannya, Hasbulloh mengalami kegagalan. Tidak menyerah sampai disitu, dia mencoba lagi dengan beberapa pembenahan dan penyempurnaan. Hasilnya kerupuk karya Hasbulloh jauh lebih enak dari dari pada kerupuk produksi orang Sanding itu. Kesuksesannya memproduksi kerupuk yang lebih enak berdampak pada persaingan pasar. Namun persaingan itu berhasil dimenangkan oleh Hasbulloh dengan meningkatnya omszt dagangannya. Dari hari kehari para pelanggannya terus bertambah hingga produknya sampai ke beberapa daerah Garut.

Walaupun demikian, Hasbulloh sama sekali tidakberniat untuk “membunuh” usaha saingannya itu. Diapun tidak tega jika orang yang dianggapnya guru itu usahanya menjadi bangkrut karena terlindas usaha Hasbuilloh. Karena itu Hasbulloh memberitahukan resep yang dia temukan pada tukang kerupuk dari Sanding itu. Namun karena pengolahannya masih menggunakan alat-alat yang sederhana, tukang kerupuk dari Sanding lambat laun menghentikan kegiatan dagangannya itu.

Kualitas kerupuk yang di produksi Hasbulloh sangat baik. Ditambah dengan cara pengolahan yang cukup modern untuk saat itu kerupuk Hasbulloh diminati luas oleh masyarakat. Akibat permintaan pasar terus meningkat begitu pesat, lambat laun permintaan berdatagan dari kota-kota di luar Garut seperti Tasikmalaya, Bandung, Cirebon, dan lain-lain. Permintaan pasar yang sangat besar itu mendorong Hasbulloh untuk memperbesar unit usahanya.

Upaya memperbesar usahanya itu bukan berarti ingin memonopoli pasar, bahkan sebaliknya Hasbulloh malah menjadikan para tetangganya yang sekaligus karyawannya menjadi ‘bos-bos baru’ . Dengan demikian bukan hanya dirinya yang menjadi pengusaha sukses, tapi tetangganyapun bisa mencicipi kesuksesan seperti dirinya.

Maka setiap pekerjanya yang sudah dianggap mapan dan ahli, Hasbulloh suruh untuk membuka usaha sendiri dengan bantuan penuh dari dirinya. Bantuan yang diberikan kepada para mitra barunya itu berupa penyediaan bahan baku produksi yang Hasbulloh jual pada mereka tanpa mengambil untung sama sekali. Begitupun hasil produksi mereka yang Hasbulloh tampung dan pasarkan, dia tidak mengambil untuk sepeserpun darinya. Hal ini berarti jika harga dipasar harga kerupuk Rp 25,- maka

Hasbulloh pun membayar Rp 25,- pada pengusaha anak angkatnya. Begitupun bahan baku yang Hasbulloh jual pada mereka, nilainya sama dengan harga yang berlaku di pasaran waktu itu.

Pembinaan terhadap para “bos baru” buah tangan Hasbulloh itu dilakukan sampai benar-benar mandiri. Hasbulloh tidak segan-segan memagi ilmunya dalam hal memproduksi kerupuk, bahkan diapun memberi pendidikan gratis dan trik-trik pemasaran kepada para ‘anak angkatnya’ sampai mereka benar-benar siap untuk dilepas menjadi pengusaha kerupuk yang handal.

Berkat kerja keras dan jasanya tersebut Kampung Cipeucang hingga kini terkenal sebagai sentra usaha kerupuk di kabupaten Gaut. Di tahun 1992 saja tercatat 25 orang bos kerupuk didikan Hasbulloh yang aktif memproduksi kerupuk mentah. Adapun para pedagang kerupuk matang yang dibungkus plastik dan dimasukan ke warung-warung jumlahnya sampai saat ini tak terhitung lagi.

Tanggal 12 Juli 2005 Bulloh Hasbulloh meninggal dunia. Pribadi yang sederhana ini meninggalkan alam fana ini dengan senyum. Bagaimana tidak ? Perjuangan dari usaha kerupuknya diganjar dengan penghargaan tertinggi oleh pemerintah berupa penghargaan Upakarti, demikian pula perjuangan gigihnya mengibarkan bendera Imam Mahdi as dengan berdirinya Jemaat Ahmadiyah cabang Sukawening.

Bulloh Hasbulloh baiat satu tahun sebelum memui usaha memproduksi kerupuk. Latar belakang baiatnya Hasbuloh dilatarbelakangi oleh pencarian panjang terhadap wujud imam Mahdi. Bulloh Hasbulloh bukanlah orang yang tuna ilmu, dia adalah seorang santri yang malang melintang di dunia pondok pesantren . Bahkan Hasbullah pun pernah masuk di pondok Pesantren Suci di Garut.

Pencarian Identitas imam mahdi as berlangsung semenjak dirinya masih aktif didunia pesantren. Namun penjelaan dangkal, imajnatif dan mengada ada tentang identitas Imam Mahdi oleh para kiai pesantren membuat Hasbulloh tidak menaruh minat lagi untuk brelajar di pesantren. Beruntung dirinya diperkenalkan dengan seorang kyai modern oleh teman dekatnya Tarmudi.

Singkat cerita pada suatu pengajian Hasbulloh diperkenalkan dengan seorang kyai modern yag tinggak di Garut tersebut. Belakangan diketahui bahwa kyai modern yang dimaksud dalajh pak Sadkar.

Setelah melakukan dialog dengan pak Sadkar semangat memperdalam ilmu agama Hasbulloh kembali bergelora. Pasca pertemuan itu Hasbulloh semakin sering berkunjung ke masjid Jemaat Garut untuk sekedar berdiskusi. Bahkan beliau pun sempat bertemu dengan salah seorang dari tiga orang yang berjasa mengunndang mubaligh Ahmadiyah pertama Rahmat Ali HAOTuntuk menyebar Ajaran Ahmadiyah di Indonesia yaitu Abdul Wahid HA.

Akhirnya tahun 1968 bersama dengan teman-temannya yang lain Tarmidi, Apandi, Bakar dan Dudung, Hasbulloh mengambil Baiat. Dan empat tahun emudian (tahun 1972) Hasbulloh mendirikan cabang Jemaat Ahmadiyah di Kampung Cipeucang desa Sukawening, Kecamatan Sukawening, Garut, Jawa Barat dengan nomor urut 98.

Buka hanya itu, Hasbulloh pun menyisihkan sebagian dari penghasilannya dari berjualan kerupuk untuk membangun masjid dan rumah misi.

Sumber: Darsus Volume III Nomor 4, Agustus 2008
Ketik, edit ulang dan publikasi di Masroor Library oleh Goes

No Responses

Tinggalkan Balasan