Pasir Luhur Alias Baturraden | Lokasi Perjuangan Putra Prabu Siliwangi dalam Mencari Calon Permaisuri

Pasir Luhur Alias Baturraden | Lokasi Perjuangan Putra Prabu Siliwangi dalam Mencari Calon Permaisuri

TOPONIMI UNIK DALAM MANUSKRIP KUNA “BABAD PASIR

Dalam Babad Pasir yang menceritakan terbentuknya Banyumas dan Purwokerto, didapati beberapa toponimi unik:

  • Baturraden, adalah nama yang terdiri dari dua suku kata, yaitu Batur artinya “pembantu” dan Raden artinya “bangsawan”. Ini adalah kisah mirip Romeo dan Juliet khas Nusantara terutama Jawa yang menceritakan Banyak Catra dan Ciptarasa.
  • Pasir Luhur, artinya dataran tinggi atau bukit. Pasir atau Pasiran biasanya menjadi tempat tinggal, seperti Pasirmuhara (Pasiran muara) di Ciaruteun atau Pasiran Sinala atau Pasir Silanang di Ciampea.
  •  Batur Agung, adalah salah satu Puncak dari Gunung Agung (kini Gunung Selamet). Ini adalah tempat pertapaan Banyak Catra.
  • Kabunan, dari kata “embun” artinya pertapaan itu dilakukan dengan sepenuh hati sehingga Banyak Catra terkena “embun pagi” alias mendapat pencerahan.
  • Kedung Brenangsiyang adalah bagian sungai yang dalam. Brenangsiyang atau Baranangsiang artinya “jernih” atau “berkilauan”. Di Bogor juga terdapat nama Baranangsiang
  • Kedung Petahunan, adalah kedung tempat Banyak Cakra atau Kamandaka menceburkan diri dan dianggap mati, sebab bertahun-tahun tidak ditemukan jenazahnya. Padahal, Kamandaka masih hidup dan sempat kembali ke Pajajaran walaupun kemudian kembali ke Pasir Luhur lagi
  • Sungai Logawa, artinya perempuan (semua). Ini menunjukkan, bahwa keluarga Adipati Kandha Daha memang ditakdirkan memiliki anak perempuan sebanyak 25 orang. Atau, ini merupakan simbolis terkait raja selawe (25 raja) yang menjadi menantunya berasal dari 24 kadipaten, bahkan satu orang adalah calon Raja Pajajaran yang besar.
  • Langen Parakan, artinya sungai tempat mengambil ikan. Biasanya para punggawa, umbul, lurah, demang dan mantri mendapat perintah untuk membuat bendungan. Alat-alat untuk menangkap ikan seperti jala, anco, wuwu, ayab, seser, candhuk dan sirib juga disiapkan. Di Cikuray juga ada tempat yang disebut Parakan Raden, kemungkinan dulunya sebagai lokasi seperti ini.

P E N U T U P

Mencermati paparan Babad Pasir –yang menceritakan kisah salah satu putra Prabu Siliwangi asal Kerajaan Pajajaran– yang mencari sosok istri seperti ibunya di Kadipaten Pasir Luhur (Baturraden, Banyumas), maka didapati gambaran, bahwa:

  1. Banyak Catra alias Kamandaka adalah seorang putra raja yang bertakwa dan taat terhadap perintah gurunya, yaitu Ajar Mirangrong, seorang pertapa/resi di Pawikuan Tangkuban Perahu, bahwa calon istri Banyak Catra akan ditemukan di Kadipaten Pasir Luhur;
  2. Dalam pengembaraannya mencari seorang istri, Banyak Catra kemudian melakukan penyamaran. Ada lima kondisi dimana Banyak Catra melakukan peran berbeda. Kondisi itu dilambangkan dengan sosok: Banyak (Angsa), Kamandaka (Banteng), Ayam Jago, Anjing dan Lutung;
  3. Banyak Catra juga adalah seorang pemberani. Dalam perjalanan hidupnya, dia selalu bisa mengalahkan musuh-musuhnya. Bahkan, seperti dilambangkan sebagai tukang sabung ayam, benar-benar tidak ada yang dapat mengalahkannya, kecuali adiknya sendiri (Banyak Ngampar alias Silihwarni) yang juga dalam kondisi menyamar;
  4. Putri Bungsu Ciptarasa adalah seorang wanita pilihan. Meskipun ia mengetahui dari berita, bahwa Kamandaka dua kali telah mati, tetapi perasaannya tetap tenang dan tetap menunggu Kamandaka datang melamarnya. Sebagai putri bungsu, Ciptarasa memiliki posisi lebih tinggi.
  5. Cinta sejati Kamandaka dan Ciptarasa akhirnya mempertemukan mereka berdua dalam happy ending. Banyak Catra menjadi seorang raja di Pasir Luhur didampingi permaisuri Ciptarasa. Kedudukan Pasir Luhur setara dengan Kerajaan Pajajaran yang diperintah oleh Banyak Belabur, saudara kandung Banyak Catra.

DAFTAR PUSTAKA

Atja & Danasasmita, S. 1981. Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (Naskah Sunda Kuno Tahun 1518 Masehi). Bandung: Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat.

Ayatrohaedi & Atja. 1991. Pustaka Rajya-rajya I Bhumi Nusantara Parwa 2 Sargah 4. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Behrend, T.E. 1990. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara, Jilid 1. Museum Sono Budoyo Yogyakarta. Jakarta: Djambatan.

Behrend, T.E. & Pudjiastuti, T. 1997. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara, Jilid 3B. Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia-EFEO.

Behrend, T.E. 1998. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara, Jilid 4. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia-EFEO.

Djamaris, E. 1977. Filologi dan Cara Kerja Penelitian Filologi. Bahasa dan Sastra. Tahun III. No.1.

Ekadjati, E.S. 1999. Direktori Edisi Naskah Nusantara. Jakarta: Masyarakat Pernaskahan Nusantara-Yayasan Obor Indonesia.

Ekadjati, E.S. & Darsa, U.A. 1999. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara, Jilid 5A. Jawa Barat, Koleksi Lima Lembaga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia-EFEO.

Holle, K.F. 1877. Tabel van Oud en Nieuw Indische Alphabetten. Buitenzorg: Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.

Knebel, J. 1900. Babad Pasir, Volgens een Banjoemaasch Handschrift, met vertaling VBG, deel LI: 1-155.

Knebel, J. 1901. Babad Banyumas, Volgens een Banjoemaasch Handschrift beschreven TBG, deel XLIII: 397-443.

Padmapuspita, J. 1966. Pararaton, Teks Bahasa Kawi Terdjemahan Bahasa Indonesia. Jogjakarta: Taman Siswa.

Pigeaud, Th. G. Th. 1932. Kangdjeng Pangeran Arja Adipati Danoeredja VII.*Djawa, XXI: 34-40.

Pigeaud, Th. G. Th. 1967. Literature of Java. Volume I. The Hague: Martinus Nijhoff.

Pigeaud, Th. G. Th. 1968. Literature of Java. Volume II. The Hague: Martinus Nijhoff.

Priyadi, S. 1990. Tinjauan Awal tentang Serat Babad Banyumas sebagai Sumber Sejarah (Makalah disampaikan pada Seminar Sejarah Nasional V). Semarang: Jarahnitra, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan & Kebudayaan.

Priyadi, S. 1991. Babad Banyumas Kalibening (Laporan Penelitian). Purwokerto: IKIP Muhammadiyah Purwokerto.

Priyadi, S. 1992. Prabu Siliwangi dalam Historiografi Babad (Laporan Penelitian). Purwokerto: IKIP Muhammadiyah Purwowkerto.

Priyadi, S. 1993. Hubungan Sunda dengan Tradisi Penulisan Babad di Daerah Banyumas (Makalah Simposium Internasional Ilmu-ilmu Humaniora II dalam rangka Purnabakti Prof. Dr. Darsiti Soeratman dan Prof. Drs. M. Ramlan). Yogyakarta: Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada.

Priyadi, S. 1995a. Tedhakan Serat Babad Banyumas: Suntingan Teks, Terjemahan, dan Fungsi Genealogi dalam Kerangka Struktur Naratif. Tesis S-2 pada program Pascasarjana, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Priyadi, S. 1995b. Sejarah Pangiwa dalam Tedhakan Serat Babad Banyumas. Kebudayaan. No. 10. Th. V: 63-67. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Priyadi, S. 1995c. Tedhakan Serat Babad Banyumas: Suntingan Teks, Terjemahan, dan Fungsi Genealogi dalam Kerangka Struktur Naratif. (Berkala Penelitian Pasca Sarjana). Jilid 8, No.4A, November. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Priyadi, S. 1996. Teks Babad Pasir dalam Babad Banyumas Tradisi Naskah Dipayudan. Makalah dipresentasikan dalam Simposium Internasional Ilmu-ilmu Humaniora IV. Yogyakarta: Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada.

Priyadi, S. 1997a. Sejarah Penulisan Babad Banyumas dalam Lembaran Sastra. Edisi Khusus No. 23. Semarang: Fakultas Sastra, Universitas Diponegoro.

Priyadi, S. 1997b. Babad Banyumas Versi Wirjaatmadjan: Fungsi dan Intertekstual (Laporan Penelitian). Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Priyadi, S. 1998. Penelitian Terakhir Babad Banyumas. (Makalah Simposium Internasional Ilmu-ilmu Humaniora IV dalam rangka Purnabakti Prof. Dr. Umar Kayam dan Prof. Dr. Djoko Soekiman). Yogyakarta: Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada.

Priyadi, S. 1999a. Aspek-aspek Budaya Banyumasan (Laporan Penelitian). Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Priyadi, S. 1999b. Banyumas: antara Legenda dan Sejarah (Kajian Sastra). No. 26/XXIII. Semarang: Fakultas Sastra, Universitas Diponegoro.

Priyadi, S. 1999c. Babad Banyumas dalam Teks Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara (Kajian Sastra). No. 27+28/XXIII. Semarang: Fakultas Sastra, Universitas Diponegoro.

Priyadi, S. 2003. Babad Banyumas: Hubungan Banyumas dengan Majapahit, Prasasti, Volume 51, Th. XIII, November. Surabaya: Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya.

Priyadi, S. 2004. Transformasi Teks Babat Banyumas (BR. 58). Diksi, Vol. 11, No.1, Januari. Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta.

Soedarmadji, 1996. Sarasilah Turun Banjar Gripit Badakarya, Wilayah Pembantu Bupati Wanadadi Kabupaten Banjarnegara. Purwokerto: Lembaga Studi Banyumas.

Sutaarga, M.A. 1984. Prabu Siliwangi. Jakarta: Pustaka Jaya.

Uhlenbeck, E.M. 1964. A Critical Survey of Studies on Languages of Java and Madura. s-Gravenhage: Martinus Nijhiff.

Disusun oleh:
Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan

Selesai ditulis pada Sabtu, 24 Agustus 2024 pkl. 17:00 WIB di Griya Carani “DAAR EL-JUMAAN” Bogor.

Penulis merupakan Dosen Mata Kuliah Ilmu Perbandingan Agama & Bahasa Farsi dan Naib Principal Bidang Akademik Jamiah Ahmadiyah Internasional Indonesia, Bogor.

Tags: , ,

No Responses

Tinggalkan Balasan