Sejak bangsa mausia mulai mencapai kematangan pemikiran, Allah SWT telah memberikan petunjuk kepada umat manusia melalui para nabi. Kedatangan para nabi ini merupakan suatu penampakan besar rahmat Ilahi dan suatu sumber berbagai keberkatan. Dan ketika mereka wafat Allah SWT menampakan rahmat-Nya yang lain dengan memberkati dunia melalui lembaga agung Khilafat.
Kedudukan Khilafat itu begitu khas karena didirikan sebagai lembaga Ilahi dan karena Khalifah itu dipilih oleh Tuhan. Ini berarti bahwa seorang Khalifah tidak hanya pemimpin sempurna dari masanya [baik dalam kemampuan pikiran maupun rohani] tetapi juga menduduki posisi tertinggi dalam masalah moral dari zamnnya. Itulah sebabnya mengapa seorang Khalifah dan kedudukan Khilafat menjadi sumber-sumber begitu banyak keberkatan bagi masyarakat. Gejala ini sebanyak-banyaknya telah ditunjukan oleh Khilafat yang mengiringi Nabi Suci Muhammad SAW.
Ketika Nabi Suci Muhammad SAW wafat Islam berada dalam keadaan kritis,
- Perama banyak nabi palsu seperti Musailamah, Tulaihah, Aswad Ansi, Sajjah dan lain-lainnya menimbulkan kekacauan dikalangan muslim luar Madinah.
- Keduanya, banyak yang menamakan diri Muslim di sekitar tanah Arab yang menolak membayar zakat dan siap menyerang Madinah. Akhirnya bangsa Romawi mendatangkan banyak masalah dan mengancam perang terhadap Islam di garis depan Siria. Nabi Suci Muhammad SAW sebelum wafat menyiapkan pasukan tentara untuk dikirim ke garis depan ini demi meredam agresi bangsa Romawi. Tatapi ketika sakit Nabi Suci Muhammad SAW semakin memburuk, komandan pasukan Usamah terpaksa menunda keberangkatan pasukan tersebut.
Zaman Khalifah Abu Bakar Shiddiq RA
Ketika Hadhrat Abu Bakar tepilih menjadi Khalifah, ia memerintahkan agar perintah terakhir Nabi Suci Muhammad SAW harus dilaksanakan dan memerintahkan Usamah untuk berangkat. Beberapa orang menjadi takut akan hal ini. Seluruh Arab ada dalam keadaan resah dan kacau balau. Mengosongkan Madinah dari perlindungan tentara. Menurut mereka bisa mengundang musuh menyerbu negeri itu sendiri dan memusnahkan Khilafat. Namun sikap Abu Bakar tak tergoyahkan,
“Apalah aku ini berani-berani mencegah tentara yang telah diperintahkan maju oleh Rasulullah SAW sendiri.” Jawabnya lagi, “Biarlah apapun apa yang terjadi”, tambahnya. “Madinah boleh tetap berdiri atau jatuh, khalifah boleh tetap hidup atau mati, tetapi perintah terakhir Nabi harus terpenuhi.”
Demikianlah Abu Bakar bersiteguh memberangkatkan tentara ketujuannya dan memberi aba-aba maju dengan ucapan berikut:
“Aku ingatkan kepada kalian perintah-perintah ini, jangan sekali-kali melanggarnya. Kalian tidak boleh curang ataupun mencuri. Jangan melanggar janji, jangan membunuh dan mencabik-cabik musuh. Biarkan orang-orang tua, anak-anak, wanita. Janganmenebang dan membakar pohon-pohon kelapa atau pohon-pohon yang berbuah. Janganmembunuh Unta atau ternak kecuali sebanyak diperlukan untuk makan.Kalian akan bertemu dengan orang-orang yang masuk gereja untuk beribadah. Biarkan mereka. Kalian akan bertemu dengan orang-orang yang memberikan hadiah berbagai macam makanan. Makanlah itu atas nama Allah. Berangkatlah sekarang degan nama Allah. Semoga Dia memelihara kalian dari tombak musuh dan dari penyakit pes.”
Dengan keberangkatan tentara ini nampaknya Madinah ditinggal tanpa pertahanan. Kota menghadapi bahaya besar. Beberapa suku sebelum menyerang kota mengirim wakilnya kepada Khalifah untuk meminta gara menerima permintaan itu. Para sahabat utama menyarankan kepada Abu Bakar agar menerima permintaan mereka. Mereka beranggapan tidak ada untungnya bersikap keras terhadap suku-suku itu. Sebab Madinah tidak siap untuk menghadapi perang terbuka dengan para pemberontak itu. Tetapi Abu Bakar mempunyai pikiran lain Ia berkata,:
“Demi Allah, seandainya mereka memberikan seutas tali kepadaku seperti apa yang mereka berikan kepada Nabi, aku akan memerangi demi seutas tali itu!”
Sikap berani Abu Bakar ini menampakkan dengan jelas keyakinannya yang luar biasa. Contoh yang diberikan oleh pemimpin mereka itu tidak dapat tidak telah menimbulkan keberanian pada kaum muslimin dan sejumlah kecil mereka yang masih tinggal siap mempertahankan ibu negeri. Segenap kekuatan yang ada di Madinah dan pedalamannya dikerahkan dan dipersiapkan untuk menghadapi tentara pemberontak yang sedang mendekat. Abu Bakar dengan berkuda di bagian depan pasukan mengalahkan mereka di suatu tempat. Setelah persiapan sepanjang malam, ia menyerang musuh lagi sebelum fajar. Dan karena begitu terkejutnya, para pemberontak dapat diporak porandakan. Tampaknya sikap teguh Abu Bakar teradap pemberontak memberi pelajaran buruk kepada mereka , sehingga banyak diantara mereka yang mulai membayar zakat lagi.
Tidak lama kemudian, Usamah kembali dari ekspedisi ke Siria dan Khalifah sudah siap untuk menangani sisa-sisa pemberontak. Menjelang akhir Khalifatnya, segenap kekuatan pengacau dan pemberontak di Arab telah dihancurkan dan kaum Muslim dipersatukan di bawah Khalifah. Ini bukan prestasi yang rendah dan ini seutuhnya disebabkan oleh keberkatan-keberkatan yang dipancarkan dari kepemimpinan Hadhrat Abu Bkar.
Zaman Khalifah Umar bin Khatab RA
Setelah Abu Bakar, Hadhrat Umar menjadi Khalifah Islam kedua. Diriwayatkan bahwa ketika Hadhrat Abu Bakar terbaring menjelang ajalnya, beliau memanggil Hadhrat Umar dan kepadanya memberi nasihat sebagai berikut,:
“Wahai Umar, hendaklah tuan selalu bertaqwa kepada Allah dan tetap bekerja untuk kepentingan Islam dan kaum Muslim. Wahai Umar beberapa kewajiban kepada Allah harus dilakukan siang hari, maka Dia tidak menerima pada malam hari. Dan beberapa kewajiban Allah harus dilakukan pada malam hari Dia tidak menerimanya pada siang hari. Wahai Umar, kalau tuan membaca AL Quran tentang penghuni neraka, berdoalah kepada Allah agar tidak memasukan tuan bersama mereka; dan kalau tuan membaca tentang penghuni surga, berdoalah agar Dia memasukan tuan bersama mereka.”
Tampaknya Hadhrat Umar tidak pernah melupakan nasihat ini dan keseluruhan Khilafatnya ditebari preistiwa-peristiwa pengabdiannya yang luar biasa pada kewajibannya dan kesejahteraan rakyatnya. Ia tidak pernah menganggap suatu pekerjaan apapun terlalu rendah baginya atau dibawah martabatnya dan dilakukannya sendiri urusan-urusan Negara yang serendah-rendahnya sekalipun. Kalau unta milik Negara sakit, Khalifah Umar sendirilah dengan kedua tangannya memberi pengobatan. Kalau unta hilang, Khalifah Umar pulalah yang mencarinya sendiri. Ketika kelaparan melanda tanah Arab, dipunggungnya sendiri Khalifah memikul karung pergi mengunjungi rumah-rumah yang tertimpa kelaparan sambil membawa tepung dan menolong mereka menyiapkan makanan.
Pada suatu malam ketika beliau berkeliling ditemuka seoang wanita sedang memasak sesuatu. Anak-anaknya yag masih kecil duduk didekatnya menangis. Umar menanyakan sebab-sebabnya. Wanita itu berkata bahwa sudah beberapa hari ia tidak mempunyai makanan dan kini sedang menjarang air untuk sekedar menghibur anak-anaknya. Begitu dalam duka citanya melihat pemandangan ini, sang Khalifah berlari balik ke Madinah kurang lebih 3 mil jauhnya dan tak lama kemudian kembali lagi dengan satu karung di punggungnya. Ketika seseorang menawarkan jasa untuk memikul karung itu Khalifah Umar hanya menyahut:
“Di dunia ini kamu bisa membawakan ini bagiku, tetapi siapakah yang akan memikulkan bebanku pada hari Pengadilan ?”
Tidak mengherankan kalau kaum muslim menikmati begitu banyak keberkatan di bawah Khalifah seorang pemimpin yang begitu taqwa dan rendah hati. Memang Khalifah Umar merupakan suatu asa keemasan dalam sejarah Islam. Dalam Masa Khalifah-Nya lah kedua kekaisaran perkara Romawi dan Persia [yang pernah akan menghabisi Islam] dihancurkan. Islam merambah sejauh-jauhnya ketika Palestina, Siria dan Mesir berada dalam kekuasaan Muslim. Hadhrat Umar mengadakan banyak jalan keluar bagi kesejahteraan kaum Muslim. Umpamanya atas dorongannya pula bahwa pendidikan diwajibkan terhadap anak-anak lelaki dan perempuan. Yang lemah dan yang cacat memperoleh tunjangan dari perbendaharaan Negara. Selanjutnya juga sistim tunjangan hari tua yang sekarang terpakai di Barat, yang pertama kali diperkenalkan oleh Hadhrat Umar, dan anak-anak yang tidak mempunyai wali dipelihara atas biaya Negara.
Hadhrat Umar selalu mendorong tentaranya agar mematuhi ajaran-ajaran Islam serta bersikap toleran, adil dan baik hati terhadap semua rakyat yang berada dalam pemerintahan Islam. Hal ini terlukis dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani di Jabia, setelah penaklukan Palestina. Perjanjian itu berbunyi:
“Jaminan ini diberikan kepada rakyat Palestina olah Hamba Allah UmarAmirul Mukminin. Kehidupan harta, gereja dan salib mereka akan dilindungi. Yang sakit yang sehat dan para pengikut semua agama termasuk dalam jaminan ini. Dijanjikan bahwa rumah-rumah ibadah mereka tidak akan dirampas atau diruntuhkan. Tidak akan mencampuri urusan agama mereka dan tidak seorang pun akan disakiti Allah Nabi-Nya Khalifahnya dan segenap kaum Muslimin mendukung jaminan ini dengan syarat bahwabangsa-bangsa ini membayar pajak. Khalid bin Walid, Amr bin Al As, Abdur Rahman bin Auf dan Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi saksi-saksi atas Fakta ini.”
Hak-hak yang terkandung dalam perjanjian ini adalah salah satu contoh dari hak-hak yang dinikmati setiap orang dslam pemerintahan Muslim.
Sikap kaum muslim yang begitu baik dan manusia itu sangat mendapat penghargaan sedemikian rupa, sehingga ketika kaum Muslim terpaksa menarik diri untuk sementara dari kota Hims, orang-orang Kristen dan Yahudi dari kota itu benar-benar menangis dan berdoa kepada Tuhan agar mengembalikan lagi kaum Muslim. Perlakuan toleran kaum Muslim yang didorong oleh instruksi Khalifah mereka inilah yang membuat seorang Uskup Kristen menulis:
“Orang-orang Arab ini yang dalam masa kita telah dikaruniai kekuasaan telah menjadi tuan-tuan kita, tetapi mereka tidak menyerang agaman Kristen, bahkan sebaliknya mereka melindungi kepercayaan kita, mereka menghormati pendeta-pendeta dan orang-orang suci kita, dan memberi hadiah-hadiah kepada gereja-gereja dan biara-biara kita.”
Selain banyak penaklukan, Khilafah Hadhrat Umar pun mendatangkan banyak keberkatan lain. Dalam Khilafat-Nya masyarakat semakin makmur. Hadhrat Umar memperlihatkan kegeniusan khas dalam mengatur administrasi sipil kekaisaranMuslim. Setiap negeri dibagi propinsi-propinsi, pendataan tanah diadakan, sensus diadakan, kantor-kantor didirikan, angkatan kepolisian disusun, saluran-saluran digali, perbendaharaan Negara dimulai; Kalender Muslim tahun Hijriah – yang sangat membantu pencatatan sejarah – diperkenalkan.
Inilah beberapa keberkatan yang diperoleh kaum Muslim dalam Khilafat Hadhrat Umar. Setelah wafatnya pribadi besar Islam ini, Hadhrat Usman terpilih sebagai Khalifah ketiga. Seperti kedua pendahulunya, iapun terbukti seorang pemimpin dan pembimbing yang patut dipuji. Tidak lama setelah memangku Khilafat, suatu gelombang pemberontakan dan penyerbuan dimana-mana melanda seluruh wilayah kekuasaan. Siria diserbu, demikian pula Mesir, baik dari lautan maupun daratan. Namun semata-mata karena karunia Allah dan sebagai berkat Khilafat, pemberontakan dan serbuan ini dengan segera dapat di padamkan.
Zaman Khalifah Usman Bin Affan RA
Hadhrat Usman banyak memberikan sumbangannya untuk kesejahteraan umum. Umpamanaya ia mengawasi pendirian banyak bangunan dan jalan baru, dan banyak pula jembatan, masjid dan rumah tamu dibangun di berbagai kota atas petunjuknya. Khalifah sendiri hanyalah seorang sederhana, yang cukup puas dengan pakaian dan makanan sederhana. Meskipun selama pemerintahannya kekayaan duniawi mengalir berlimpah kepada kaum Muslim, tetapi keutuhan, kejujuran, kesucian dan kesalehan Hadhrat Usman seujung rambutpun tak tergetar. Namun meskipun memiliki sifat-sifat istimewa ini, beberapa orang yang disebut sebagai para pengikut berusaha mencermarkan akhlaknya yang suci dengan melemparkan tuduhan-tuduhan dan dakwaan-dakwaan palsu yang sama sekali tek berdasar.
Hadhrat Usaman meminta mereka supaya berhenti dari rencana-encana jahat mereka, tetapi tidak ada hasilnya. Pada suatu jum’at seusai shalat , Usman memperingatkan para pemberontak dengan kata-kata berikut:
“Wahai musuh-musuh Islam, takutlah kepada Tuhan. Semua warga Madinah mengetahui bahwa Nabi Suci telah mengecam kalian. Karena itu bertobatlah dan bersihkanlah dosa-dosamu dengan amal-amal saleh, karena Tuhan tidak akan menghilangkan dosa kecuali dengan perbuatan kebajikan.”
Muhammad bin Muslim Anshari dan Zaid bin Tsabit mendukung Usman dan bangkit untuk berbicara, tetapi para pemberontak memaksanya tetap duduk. Kemudian salah seorang dari mereka merampas tongkat dari Nabi dari tangan Khalifah dan mematakannya menjadi dua. Lalu para pemberontak pun mulai melempari masjid dan para sahabat dengan batu. Hadhrat Usman terluka dan dibawa pulang dalam keadaan tak sadar. Masjid tempat terjadinya insiden yang tercela itu tidak lain adalah masjid Nabi SAW sendiri.
Setelah itu para penjahat mengepung rumah Hadhrat Usman dan bermaksud membunuh Khalifah. Kemudian pada 17 Juni 656 M, beberapa orang pemberontak memasuki rumah Khalifah dan menghadangnya dengan pedang. Hadhrat Usman saat itu sedang membaca Al Quran. Ia sekali lagi memperingatkan mereka dengan mengatakan :
“Demi Tuhan, Kalau kalian membunuhku hari ini, kaum Muslim tak akan pernah shalat berjamaah sampai hari kiamat. “
Tetapi kata-kata inipun tidak memberi kesan apa-apa kepada penyerangnya, dan Ghafqi serta Sudan bin Haman dari antara mereka membunuh Khalifah tanpa ampun dengan pedang dan sebatang besi.
Umar yang bijaksana pernah menulis (dalam sebuah surat kepada Gubernur Basra).
“Orang-orang tak suka kepada penguasanya, dan saya yakin bahwa Tuan dan saya tidak terpengauh oleh hal itu.”
Tampaknya kekhawatiran Hadhrat Umar ini benar-benar menjadi kenyataan pada masa khalifah Usman, karena para pemberontak ini berusaha keras meramapas jubahkepemimpinan anugerah Tuhan dari Usman, dan setelah gagal dalam usahanya ini mereka akhirnya membunuhnya dengan cara yang mengerikan.
Kematian Usman jelas merupakan salah satu babak paling menyedihkan dalam sejaraj Islam. Tampaknya ketika senjata yang keji itu mengenai Khalifah Allah, kata-kata nubuatan yang keluar dari bibir Hadhrat Usman sesaat sebelum meninggalnya akan membuat goresan yang tak terhapuskan dalam peristiwa-peristiwa masa datang Islam. Persatuan kaum Muslim menjadi retak dan keharmonisan serta kerukunan diantara mereka pun hilang untuk selama-lamanya. Permusuhan dikalangan Muslim menjadi hal yang biasa, karena kaum Muslim bertentangan dengan kaum Muslim lagi.
Zaman Khlifah Ali Bin Abi Thalib RA
Khilafat Hadhrat Ali yang datang menggantikannya diliputi perpecahan dan keporak-porandaan. Hadhrat Ali berusaha menenangkan kaum Muslim, namun tampaknya penyakit anti khilafat yang telah merasuk tidak mungkin dipulihkan lagi. Perang saudarapun pecah dan kekacauan mencapai puncaknya dengan terbunuhnya Hadhrat Ali. Dan dengan pembunuhan ini, Khilafat yang merupakan Mercu cemerlang bagi hidayah dan perstuan, pancuran agung bagi keberkatan dan rahmat menghilang. Kaum Muslim telah mencampakkan jubah Khilafat dan bersama itu tercampak pulalah keberkatan-keberkatan yang tak terhingga.
Baru 1300 tahun kemudian sebagai berkat rahmat Ilahi Allah Ta’ala mengutus Hadhrat Masih Mau’ud AS untuk mendirikan lagi lembaga Khilafat dan menganugerahkan kepada dunia berbagai keberkatannya. Kita sebagai kau Muslaim Ahmadi karenanya sungguh sangat beruntung memperoleh hadiah berharga Khilafat, yang menjadi lebih berharga lagi karena Khlafat ini akan berlangsung sampai Akhir Zaman.
Jelaslah bahwa segenap kemajuan Islam terkandung dalam Khilafat ini, maka kalau kita ingin turut serta dalam kemenangan Islam masa datang dan berlomba untuk menerima keberkatan-keberkatan serupa seperti yang didapat oleh kaum Muslim awal maka wajib bagi kita untuk berpegang teguh pada lembaga Khilafat. Hal ini hanya dapak dicapai kalau kita menampakan derajat penghormatan dan ketaatan yang tinggi kepada Khilafat sebagaimana mestinya dan belajar dari kesalahan yang membawa ke terhentinya Khilafat terdahulu.
Janganlah kita membuat kesalahan tentang hal itu bahwa seorang Khalifah dalam hal apapun tidak tergantung pada kita baik perorangan maupun sebagai Jemaat dalam menunaikan pekerjaan Allah. Malah sebalikya yakni kita sepenuhnya tergantung padanya dalam hal ini. Dengan kata lain kalau kita meninggalkan Khalifah. Na’udzubillah maka sebagaimana diisyaratkan oleh Khalifah Pertama Ahmadiyah, Allah Ta’ala akan menganugerahkan kepadanya satu Jemaat lain guna melaksanakan pekerjaannya. Itulah sebabnya wajib bagi kita untuk menyadari pentingnya Khilafat dan menanamkan hal yang penting ini kepada anak-anak kita. Hanya dengan demikianlah kita akan mampu berperan dalam kemenangan Islam masa datang dan menuai keberkatan-keberkatan Khilafat yang tiada batasnya. Semoga Allah menolong kita untuk melakukannya.
Penulis : Waleed Ahmad
Penterjemah : MT Suparman BA
Diterbitkan di : Darsus Nomor 45/Tas/MA/89
Tulis Ulang & Edit : Bagus Sugiarto
Publikasi : MasroorLibary.Com
No Responses