Masroor Library – Memang benar bahwa AllahSWT telah menanamkan Tauhid Ilahi atau rasa Keilahian dalam jiwa / Fitrat manusia (QS 7; 73, QS 30;31), akan tetapi karena Allah SWT telah menyatakan bahwa segala sesuatu ciptaannya guna kesempurnaan keberadaan wujud serta tujuan penciptaannya memerlukan jodoh atau pasangan (QS 51;50) oleh karena itu keliru sekali jika ada orang yang mempunyai anggapan bahwa tanpa beriman kepada para Nabi Allah dan tanpa beragama serta tanpa mengamalkan syariat pun setiap orang dapat mencapai Makrifatullah (mengenal Allah) dan bertemu serta berwawancakap dengan-Nya.
Sebagai bukti bahwa guna dapat memfungsikan kemampuan-kemampuan yang telah ditanamkan AllahSWT dalam fitratnya manusia dalam segala hal memerlukan keberadaan jodoh [yakni sarana penolong] contohnya adalah mata dan telinga. Sekalipun mata dan telinga manusia berfungsi normal akan tetapi untuk dapat melihat dan mendengar maka mata memerlukan keberadaan cahaya sedangkan telinga memerlukan keberadaan udara. Tanpa ada cahaya dan udara maka bagaimanapun hebatnya kemampuan mata dan telinga tidak akan berfungsi sama sekali.
Demikian juga halnya dengan upaya manusia untuk mencapai makrifatullah pun diperlukan keberadaan jodoh atau sarana berupa hukum-hukum syariat (agama). Namun perlu dipahami pula bahwa sekalipun syariat ada akan tetapi jika tidak ada yang memperagakannya berupa amal nyata maka manusia tidak akan dapat melaksanakan (mengamalkan) hukum-hukum syariat tersebut.
Manusia yang dipilih oleh AllahSWT untuk menerima serta sekaligus memperagakan hukum-hukum syariat dalam bentuk amal nyata [agar manusia dapat mencontohnya] adalah para Nabi Allah. Oleh karena itu orang-orang yang mengatakan bahwa keberadaan para Nabi Allah dan hukum syariat tidak diperlukan [dengan alasan bahwa setiap orang dapat mencapai makrifatullah dengan kemampuan serta usaha sendiri] hal ini merupakan pemahaman yang sungguh sangat keliru dan dapat menyesatkan, karena pemahaman seperti itu dilandasi oleh kejahilan (kebodohan).
Pengisoliran Bayi Manusia Di Dalam Hutan
Untuk membuktikan betapa lemahnya pemahaman orang-orang yang seperti itu dapat dilakukan uji coba sebagai berikut:
Letakkanlah bayi manusia yang baru dilahirkan di suatu hutan yang jauh dari lingkungan masyarakat manusia yang beradab dan beragama, sehingga ia benar-benar terisolir sama sekali. Kenyataan yang terjadi adalah jangankan si bayi tersebut setelah besar akan dapat mencapai makrifatullah dan memiliki akhlak dan rohani yang luhur berbicara pun tidak akan mampu. Tingkah laku dan cara bicaranya pasti akan meniri-niru binatang-binatang hutan yang selama itu menjadi kawan bergaulnya.
Kenyataan itu pulalah kenapa sebelum manusia mengenal agama yang benar yang diajarkan para Nabi Allah maka selama itu mereka tidak mengenal Tuhan yang Hakiki (Allah SWT). Dan dalam upaya melepasakan rasa rindunya kepada Tuhan Yang Hakiki yang tertanam dalam fitratnya mereka dalam upaya pencarian Tuhan Yang Hakiki telah terjerumus ke dalam berbagai penyembahan makhluk-makhluk serta ciptaan-ciptaan Allah SWT lainnya dan dipercayai sebagai Tuhan Yang Hakiki karena mereka anggap memiliki kemampuan kemampuan luar biasa, misalnya menyembah benda-benda langit, menyembah gunung, sungai, bebatuan, goa, binatang serta kekuatan-kekuatan lainnya.
Fungsi Kesaksian Ruh Akan Tauhid Ilahi
Pendek kata, tanpa adanya para Nabi AllahSWT dan hukum-hukum syariat [sekalipun dalam jiwa/fitrat telah tertanam rasa keilahian] manusia tidak akan dapat mengenal Tuhan Yang Hakiki (ALLAHSWT) sebab tanpa AllahSWT sendiri yang menampakan keberadaan-Nya melalui para Nabi Allah maka tak seorang manusia pun akan dapat mengenal Allah SWT.
Oleh karena itu sejak manusia sudah memiliki kemampuan untuk memikul (melaksanakan) hukum-hukum agama (QS 33;73) betapa pentingnya kehadiran serta kesinambungan kedatangan para Nabi AllahSWT di dunia ini baik Nabi Allah yang membawa hukum-hukum agama maupun para Nabi Allah yang tidak membawa hukum agama. Merujuk kepada kenyataan itulah firman AllahSWT dalam ayat berikut:
“Dan [Ingatalah] ketika Tuhan Engkau mengeluarkan anak cucu Adam dari tulang punggung mereka dan menjadikan mereka saksi atas diri mereka [sambil berfirman], ‘Bukankah Aku Tuhan-mu ?’ Mereka berkata, ‘Ya benar, kami menjadi saksi [atas hal ini’. Dia melakukan demikian] itu supaya [jangan sampai] kamu mengatakan pada hari Kiamat, ‘Sesungguhnya kami tidak menyadari hal ini’. Atau [jangan sampai] kamu berkata, ‘Hanya nenek moyang kami dahulu yang berbuat syirik, sedangkan kami [hanyalah] keturunan sesudah mereka. Adakah Engkau akan membinasakan kami karena apa yang diperbuat oleh orang-orang pembohong itu ?” (Al A’raf ; 173)
Dari ayat tersebut sekurang-kurangnya ada 2 hal yang merupakan dalil dari Allah SWT yang dengannya manusia tidak dapat mengemukakan uzur (helah dan alasan) apabila pada Hari Kiamat manusia masuk dalam neraka Jahannam.
Dalil Pertama
Sebagai bantahan terhadap orang-orang yang tidak mempercayai keberadaan AllahSWT sebagai Tuhan Pencipta Alam semesta Yang Hakiki. Dalam ayat tersebut AllahSWT telah menyakatakan bahwa Dia telah menanamkan dalam jiwa (fitrat) manusia rasa percaya terhadap keberadaan Tuhan Yang Maha Esa atau telah ditanamkan rasa Keilahian atau Tauhid Ilahi.
Sebagai bukti mengenai hal itu adalah apabila manusia menghadapi suatu peristiwa yang diyakininya akan mendatangkan kebinasaan bagi dirinya maka [sekalipun ia sebelumnya dengan mulutnya menyatakan tidak mempercayai tuhan (mengaku ateis)]akan tetapi pada saat menghadapi musibah dahsyat yang mengancam dirinya ataupun mengancam orang-orang yang sangat dicintainya, misalnya orang tua serta anak istrinya] dalam lubuk hatinya akan tercetus juga suatu doa yang dipanjatkan dengan ikhlas yang ditujukan suatu Wujud yang dipercayai sebagai Wujud itulah yang akan dapat menyelamatakaan jiwanya atau orang-orang yang sangat di cintainya dari kebiasaan.
Wujud yang diyakininya akan dapat menyelamatkan dirinya atau orang-orang yang sangat dicintainya tersebut tiada lain adalah Tuhan Yang Hakiki yang mengenainya AllahSWT telah menanamkan dalam jiwa/fitrat seluruh umat mansia. Mengenai mereka itu Allah SWT berfirman:
“Hingga apabila Kami timpakan siksaan kepada orang-orang diantara mereka yang hidup bermewah-mewahan, maka dengan serta merta mereka menjerit-jerit minta pertolongan. [Atas jeritan itu Kami katakana], ‘Jangan kamu menjerit-jerit minta pertolongan pada hari ini, sesungguhnya kamu tidak akan mendapat pertolongan dari Kami. Sesungguhnya Tanda-Tanda-Ku telah dibacakan kepadanmu tetapi kamu senantiasa berpaling kebelakang atas tumitmu, dan dengan takabur membicarakan yang bukan-bukan pada waktu malam [mengenai Al Quran] “ (Al Mu’minun ; 65-68)
Pendek kata, tidak ada seorang manusia pun didunia ini [kecuali oang gila amat sangat] yang ketika jiwanya terancam kebinasaan di dalam hatinya tidak merasa takut. Sebab AllahSWT telah menanamkan dalam fitat manusia adanya rasa takut terhdap sesuatu yang dapat membinasakannya. Dan sudah merupakan bagian dari fitrat mausia jug apabila manusia merasa takut dan terancam oleh sesuatu ia pasti akan berusaha mencari perlindungan yang dianggap akan dapat menyelamatkannya dari bahaya yang mengancamnya.
Apabila ia tidak melihat adanya suatu tempat untuk melarikan diri dan untuk berlindung dari maut yang mengancamnya maka akhirnya pasti manusia akan berdoa memohon pertolongan AllahSWT. Yakni rasa Keilahian yang sebelumnya terkubur oleh hawa nafsu ketakaburannya akan kembali mencuat ke permukaan. Namun apabila AllahSWT telah menyelamatkannya dari ancaman maut maka hawa nafsu ketakaburannya kembali mengubur rasa Keilahannya lagi, firman-Nya:
“Dan apabila suatu kemalangan menimpa manusia mereka berseru kepada Tuhan mereka seraya menghadap dengan Ikhlas kepada-Nya, kemudian apabila Dia membuat mereka merasai rahmat dari Dia tiba-tiba segolongan dari mereka mempersekutukan Tuhan mereka, sehingga mereka [mulai] mengingkari apa yang telah kami berikan kepada mereka [yakni agama atau Nabi Allah—peny]. Maka bersenang-senanglah kamu [sejenak], akan tetapi segera kamu mengetahui.” (Ar Rum ; 34-35)
Dalil Kedua
Menurut Al Quran jangankan manusia yang sama sekali tidak mengenal dan tidak mempercayai agama dan tidak mempercayai Nabi Allah, sekali pun manusia telah memeluk suatu agama yang benar dan mempercayai Nabi Allah serta mengamalkan ajaran agama yang dianautnya, akan tetapi apabila zaman dimana mereka hidup telah jauh dari masa kenabian maka merekaa tidak akan dapat mencapai makrifatullah yang hakiki dalam melaksanakan ajaran agamanya. Bahkan sebaliknya mereka akan terjerumus ke dalam berbagai jenis kemusyrikan serta bid’ah-bid’ah.
Merujuk kepada kenyataan itulah dalam ayat Al A’raf diatas tadi bahwa ketika manusia di akhirat nanti dimasukan ke dalam nereka jahannam, menurut AllahSWT helah mereka,
“Ya Allah kami hanyalah sekedar generasi penerus dari nenek moyang kami. Kami sama sekali tidak tahu bahwa sebenarnya apa-apa yang dilakukan oleh nenek moyang serta orangtua-orangtua kami itu adalah suatu kesesatan (kemusyrikan). Adakah Engkau akan membinasakan kami karena apa yang diperbuat oleh orang-orang pembohong itu ?”
Helah mereka tidak akan diteriama sebab adalah selain Allah SWT telah menganugerahkan kepada manusia akal dan pikiran guna mengetahui baik dan buruk, juga Allah SWT telah menanamkan dalam fitrat manusia rasa Keilahian (Tauhid Ilahi), yakni apabila sesuatu tidak memuaskan akal dan pikiran yang benar maka secara otomatis fitratnya pun akan menolak kemusyrikan karena kemusyrikan bertentangan dengan kesaksian fitrat berkenaan dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Keturunan yang secara membabi buta mengikuti kemusyrikan serta bid’ah-bid’ah yang dilakukan para leluhurnya (nenek moyangnya) pada hakikatnya adalah selain tidak menggunakan akal dan pikiran sehat mereka, juga karena mereka telah mendustakan kesaksian fitratnya tentang Tauhid Ilahi akibat mengikuti hawa nafsunyya. Bahkan dengan sikap takaburnya orang-orang seperti itu berani menyatakan bahwa kemusyrikan serta bid’ah-bid;ah yang dilakukan olehnya yang diwarisi dari nenek moyangnya adalah perintah AllahSWT, firman-Nya:
“Dan apabiala mereka mengerjakan suat kekejian mereka berkata,: ‘Kami mendapati nenek-moyang kami mengerjakannya dan Allah memerintahkan kami mengerjakannya’. Katakanlah, ‘Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak memerintahkan berbuat kekejian. Adakah kamu mengatakan terhadap Allah apa yag kamu ketahui ?’ Katakanlah, ‘Tuhan-ku memerintahkan berbuat adil dan pusatknlah perhatian pada setiap [waktu dan] tempat sembahyang, dan berserulah kepada-Nya dengan mengikhlaskan diri kepda-Nya dalam agama. Sebagaimana Dia mula-mula menciptakan kamu [seperti itu pula] kamu akan kembali [kepada-Nya]” (Al A’raf ; 29-39)
Pentingnya Ketulusan Ihklasan Dan Kelurusan dalam Beragaa & Kemusyrikan Di Lingkungan Umat Beragama
Dari ayat tersebut diketahui bahwa keikhlasan yang hakiki terhadap AllahSWT harus dilakukan melalui pelaksanaan (pengamalan) hukum-huum syariat sebagaimana yang dicontohkan oleh para Nabi Allah [dalam hal ini adalah Nabi Besar MuhammadSAW] firman-Nya;
“Orang-orang yang ingkar dari antara para ahlulkitab dan orang-oang musyrik tidak akan melepaskan diri [dari kekafiran] hingga datang kepada mereka bayyinah– seorang rasul dari Allah yang memembacakan [kepada mereka] lembaran-lembaran suci. [Yang] di dalamnya [terkandung] perintah-perintah kekal abadi. Dan orang-orang yang diberi kitab tidak berpecah belah kecuali setelah kepada mereka datang bukti yang nyata, Padahal Mereka tidak diperintahakan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepadanya [dan] dengan lurus, serta mendirikan shalat dan membayar zakat, dan itulah agama yang benar (Al Bayyinah ; 2-6)
Jadi betapa pentingnya kesinambungan datangnya para Nabi Allah guna memelihara itikad keagamaan yang benar serta guna memelihara akhlak dan ruhani umat manusia dari penyimpangan dari fitrat, sebab jangankan sama sekali tidak ada Nabi Allah yang datang ke tengah-tengah umat manusia, sekalipun para Nabi Allah pernah diutus oleh AllahSWT, akan tetapi kemudian silsilah kedatangan untuk sementara waktu terputus, hal tersebut dapat mengakibatkan umat manusia [temasuk umat beragama] pada masa terputusnya silsilah kedatangan para Nabi Allah terjeumus ke dalam berbagai jenis kemusyrikan serta bid’ah-bid’ah, firman-Nya;
“Belum [jugakah] tiba saat bagi orang-orang yang beriman, kalbu mereka tunduk demi mengingat Allah dan demi kebenaran yang telah turun [kpada mereka], dan [bahwa] mereka hendaknya tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelum mereka, melainkan [karena] masa [penganugerahan karunia Allah kepada mereka] diperpanjang bagi mereka, hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan mereka menjadi durhaka ? Ketahuilah, bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepadaku supaya kamu dapat mengerti.” (Al Hadid ; 17-18)
Ribuan tahun masa terputusnya silsilah kenabian yang melanda Bani Ismail (bangsa Arab) sejak Nabi IsmailAS hingga zaman Nabi MuhammadSAW telah membuat Bani Ismail (bangsa Arab) yang merupakan keturunan Nabi IbrahimAS [Nabi penegak Tauhid Ilahi yang tidak kenal kompromi] telah membuat bangsa Arab sekalipun tetap mempercayai AllahSWT akan tetapi berbagai jenis kemusyrikan serta bid’ah-bid’ah dahsyat telah melanda mereka.
Demikian juga ratusan tahun yang memisahkan Nabi Isa IsrailiAS dengan Nabi Besar MuhammadSAW pun telah mengakibatkan banyak hal yang sama. Begitu pula dengan keadaan para pengikut agama-agama lainnya di dunia. Benarlah pernyataan AllahSWT berikut ini mengenai kerusakan hebat yang telah melanda kehidupan duniawi dan rohani umat manusia di masa menjelang kedatangan Nabi Besar MuhammadSAW, firmann-Nya:
“Kerusakan telah meluas di daratan dan lautan disebabkan apa yang telah diusahakan oleh tangan manusia, supaya Dia membuat mereka merasai [hasil] sebagian perbuatan mereka, sehingga mereka berbalik kembali [dari kedurhakaannya]” (Ar rRum ; 42)
Untuk Melukis ”Gambar Allah” Dalam Jiwa Manusia Diperlukan Contoh Peraga Sifat Sifat Allah SWT
Dalam surah lain AllahSWT berfirman berkenaan kemusyrikan di lingkungan orang-orang beragama dimasa terputusnya kedatangan silsilah kenabian, firman-Nya:
“Bahkan orang-orang yang aniaya itu menuruti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan. Kemudian siapakah yang dapat memberi petunjuk kepada orang yang dibiarkan tersesat oleh Allah ? Dan bagi mereka tiada penolong-penolong. Maka hadapkanlah wajahmu untuk [berbakti kepada] agama dengan kebaktian selurus-lurusnya. [Dan turutilah] fitrat yang diciptakan Allah, yang sesuai dengan fitrat itu Dia telah membentuk umat manusia. Tiada perubahan dalam penciptaan Allah. Itulah agama yang benar, tetapi kebanyaan manusia tidak mengetahui “ (Ar Rum ; 30-31)
Bibel Kitab Kejadian I:26-27 menyebutkan fitrat Allah dengan sebutan “Gambar Allah”. Jadi menurut Bibel maupun Al Quran bahwa penciptaan manusia berdasarkan fitrat Allah atau “gambar Allah”. Artinya karea kedudukan manusia dari seluruh ciptaan AlahSWT di dunia ini berkedudukan Khalifatullah Fil Ardhi (wakil Allah di muka bumi), oleh karena sebagaimana halnya pribadi serta sifat-sifat wakil kepala disuatu kantor atau perusahaan sedikit banyak mempunyai persamaan dengan kepala kantor orang yang mengngkatnya sebagai wakilnya, maka demikian pula halnya dengan manusia pun AllahSWT telah menanamkan “fitratnya” atau “Gambar-Nya” yakni sifat-sifat-Nya dalam jiwa manusia.
Bagaimana mungkin mereka yang berikitikad bahwa manusia tanpa harus beriman kepada para Nabi Allah dan tanpa harus beragama serta tanpa harus melaksanakan ajaran agama akan dapat mencapai makrifatullah yakni dapat mengenal sifat-sifat Allah kalau kenyataan hanya melalui para Nabi Allah itulah Alah SWT menampakan keberadaan-Nya serta menampakan sifat-sifatNya yang sempurn dari zaman-kezaman??
Dalam sebuah Hadits Qudsi AllahSWT menyatakan yang maksudnya “Aku adalah khazanah yang tersembunyi dan ingin dikenal oleh manusia, maka aku telah menjadikan Adam” Yang dimaksud dengan Adam dalam hadits Qudsi tersebut pada hakikatnya merujuk kepada para Nabi Allah. Dengan demikian melalui para Nabi Allah inilah AlahSWT dari waktu ke waktu menampakan keberadaan-Nya serta mengajarkan sifat-sifatnya.
Oleh karena itu jika manusia tidak beriman kepada para Nabi Allah yang datang kepada mereka maka mereka tidak akan dapat mengenal Tuhan Yang Hakiki serta tidak akan serta tidak dapat memperagakan sifat-sifat Allah yang diajarkannya kepada para Nabi Allah, firmanNya:
“Dan [hai manusia ingatlah saat itu] ketika Tuhan engkau berkata kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Berkata mereka, ‘Apakah Engkau akan menjadikan didalamnya orang yang akan membuat kerusuhan di dalamnya dan akan menumpahakna darah ?, padahal kami bertasbih serta memuji Engkau dan kami menguduskan Engkau’. Berfirman Dia ‘Sesugguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’. Dan Dia mengajarkan kepada Adam semua nama, kemudian Dia mengemukakan itu kepada para malaikat seraya berfirman , ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama mereka ini jika kamu berkata benar.’ Berkata mereka. ‘Maha suci Engkau, kami tidak mempunyai pengetahuan kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana’. Dia berfirman ‘Hai Adam, sebutkanlah kepada mereka nama-nama mereka itu’. Maka tatkala disebutannya nama-nama mereka itu, berfirman Dia, ‘Bukankah telah Aku katakan kepadamu, sesungguhnya Aku mengetahui yang tesembunyidi seluruh langit dan bumi, dan mengetahui [pula] apa [pun] yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan” (Al Baqarah ; 31-34)
Sabda Nabi Besar MuhammadSAW dan Ilham Syetan
Pada hakikatnya pengenalan manusia akan hal-hal yang baik serta hal-hal yang buruk, demikian pula sifat-sifat serta amal-amal yang baik dan sifat-sifat serta amal-amal yang buruk yang dikenal oleh suatu kaum /bangsa atau oleh masyrarakat manusia pada dasarnya bersumber dari ajaran para Nabi Allah atau ajaran Agama. Sebab pada awal permulaan uraian ini telah dijelaskan bahwa sekalipun benar dalam fitrat (jiwa) manusia Allah SWT telah menanamkan rasa Keilahian (Tauhid Ilahi) atau telah menciptakan manusia sesuai dengan fitrat (gambar) Allah, akan tetapi tanpa lingkungan yang beradab dan mengenal batasan baik dan buruk maka seorang bayi yang diahirkan jangankan akan dapat mencari sendiri dan dapat menemukan AlahSWT berbicara benar dan berakhlak baik pun tidak mampu. Keadaannya orang-orang yang demikian tidak ubahnya seperti binatang.
Benarlah sabda Nabi Besar MuhammadSAW bahwa, “Setip bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrat (suci) akan tetapi lingkungannya, cita-cita dan kepercayaan-kepercayaan orang tuanya serta pendidikan dan pelajaran yang diperolehnya dari mereka itulah kemudian membuat mereka menjadi orang Yahudi, Majusi, atau Kristen (Bukhari)
Menurut AllahSWT, jangankan manusia tidak beragama dan tidak percaya kepada para Nabi Allah sekalipun telah memeluk agama yang benar apabila lama silsilah kedatangan para nabi terputus maka mereka akan kembali terjerumus kedalam kemusrikan, firman-Nya:
“[Maka] menghadaplah [kamu sekalian] kepada-Nya dan bertawakallah kepada-Nya dan dirikanlah Shalat, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka menjadi golongan-golongan, tiap-tiap golongan bergembira dengan apa yang ada pada mereka (Ar Rum ; 32-33)
Pada zaman terputusnya kedatangan para Nabi Allah umat beragama dalam menafsiran kitab-itab suci mereka dan dalam melaksanakan ajaran agamanya tidak lagi atas bimbingan petunjuk dari AllahSWT melainkan berdasakan hawa nafsu mereka, firman-Nya:
“Satu golongan telah diberi–Nya petunjuk dan segolongan lain telah dimutahakkan atas mereka kesesatan. Sesungguhnya mereka itu mengambil syaitan-syaitan menjadi sahabat-sahabat selain Allah dan mereka menduga bahwa mereka mendapat petunjuk.” (Al A’raf ; 31)
FirmanNya:
“Dan sesungguhnya telah Kami bangkitkan dalam setiap umat seorang rasul [dengan ajaran], ‘Sembahlah Allah dan jauhilah Thaghut (pelampau batas).’ Maka dari antara mereka itu ada [sebagian] yang diberi petunjuk oleh Allah dan dari antara mereka ada [sebagian] yang layak mendapat kebinasaan. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi, lalu lihatlah betapa akibatnya orang-orang yang telah mendustakan [para nabi]” (An Naml ; 37)
Pendek kata, turunnya ilham itu tidak hanya dari AllahSWT saja [yang dibawa oleh malaikat JibrilAS] tetapi juga setanpun diberi kemapuan oleh AllahSWT menurunkan ilham setan kepada manusia guna menyesatkan mereka yang berhati bengkok dan bersikap takabur terhadap para Nabi Allah [khususnya mereka yang lebih suka berdsahabat dengan syaitan], friman-Nya:
“Demi jiwa dan penyempurnaannya, maka Dia mengilhamkan kepadanya [jalan-jalan] kejahatan dan [jalan-jalan] ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan [jiwa]nya, dan binasalah orang yang mengotori[jiwa]nya” (As Syams ; 8-11)
Lalu kepada siapa syaitan-syaitan menurunkan ilham setan ? Firman-Nya:
“Maukan Aku beritahukan kepadamu kepada siapa syaitan-syaitan turun ? Mereka turun kepada tiap-tiap orang berdosa yang berdusta. Mereka memasang telinga [ke arah langit], dan kebanyakan mereka dari mereka pendusta.” (Asy Syu’ara ; 222-224)
Pentingnya Agama
AllahSWT adalah Tuhan Yang menciptakan seluruh umat manusia, oleh karena itu hanya Dia sajalah yang mengetahui adanya kelemahan-kelemahan manusia [disamping kemampuan-kemampuan yang telah dianugerahkan Allah kepadanya] termasuk diperlukannya keberadaan para Nabi Allah dan hukum-hukum syariat dalam rangka mewujudkan tujuan utama penciptaan manusia di dunia ini, yakni untuk beribadah kepada AllahSWT (QS 51;57). Dan Nabi Besar MuhamadSAW menjelaskan arti beribadah dengan ungkapan kalimat takhalaqu bi akhliqillah, yakni kenalilah sifat-sifat AllahSWT lalu peragakanlah dalam setiap langkah kehidupan melalui ajaran agama (syariat) sebagaimna yang telah dicontohkan oleh para Nabi Allah [dalam hal ini adalah Nabi Besar MuhammadSAW] (QS 3;32)
Pendek kata keberadaan para Nabi Allah dan agama (syariat) sangat dibutuhkan oleh umat manusia [kecuali oleh orang-orang yang jahil dan bodoh] firman-Nya;
“Allah berkehendak menjelaskan kepadamu dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang-orang sebelum kamu [yakni mereka yang mendapat nikmat dari Allah – pen] dan [Dia] kembali kepadamu dengan kasih sayang. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha bijaksana. Dan Allah berkehendak mengasihimu, dan orang-orang yang menuruti nafsu [rendah mereka] menghendaki kamu benar-benar cenderung [kepada kejahatan]. Allah berkehendak meringankan [beban]mu, karena manusia telah dijadikan lemah.” (An Nisa ; 27-29)
Merujuk kepada pentingnya kesinambungan kedatangan para Nabi Allah itu pulalah firman-Nya berikut ini:
“Wahai anak cucu Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul dari antara kamu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Ku, maka barang siapa bertaqwa dan memperbaiki diri, tak akan ada ketakutan menimpa mereka [tentang apa yang akan datang] dan tidak pula mereka akan berduka cita [tentang apa yang sudah lampau]. Tetapi orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan dengan sombong berpaling daripadanya, mereka itu penghuni Api neraka, mereka akan kekal di dalamnya (Al A’raf ; 36-37)
Penulis : Ruhdiyat Ayyubi Ahmad
Diterbitkan di : Darsus Nomor ….?….
Tulis Ulang & Edit : Bagus Sugiarto
Publikasi : MasroorLibrary.Com
No Responses