Terima Kunjungan Anak Suku Kokoda | Rencanakan Kunjungan ke Kawasan Emeyoda

Terima Kunjungan Anak Suku Kokoda | Rencanakan Kunjungan ke Kawasan Emeyoda
"Emeyoda artinya mari kemari, mari berjalan bersama atau mari bersatu. Ini adalah bahasa salah satu marga suku Kokoda yang tersebar di Distrik Kokoda, Kab. Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat. Suku Kokoda terdiri dari banyak marga, di antaranya marga Wugaje, Anggiluli, Tatraga, Edoba dan lainnya."

Masroor Library – Manokwari, Papua Barat [2/9]. Pemuda asli Papua berbaju kaos olahraga itu memarkir motornya di garasi depan Rumah Dinas Mubalig Daerah Papua Barat, Jumat (2/9) sore. Setelah itu dia langsung mendekat dan mencium tangan Mubalig Daerah Papua Barat sambil merundukan badannya. Tuan rumah pun kemudian mempersilakan tamu itu masuk ke ruang tamu.

Pemuda itu tidak lain adalah Ustad Ilyas Wugaje, S.Pd.I. Alumnus salah satu kampus di Bandung dan pesantren di kawasan Soreang itu menyempatkan diri main ke Rumah Dinas Mubalig Daerah Papua Barat di Perumahan Arfai Indah Permai, Anday. Ilyas adalah orang asli Papua (OAP) yang berasal dari Suku Kokoda tepatnya di Kampung Nebes, Distrik Kokoda, Kab. Sorong Selatan.

“Sekarang saya ke rumah Ustad,” kata Ilyas yang bercita-cita ingin memiliki istri seorang perempuan dari Jawa tersebut. Terkait dengan rencana kunjungan ke kampungnya di Distrik Kokoda, Kab. Sorong Selatan, peserta terbaik Sekolah Da’i Forum Komunikasi Da’i Muda Indonesia (FKDMI) Provinsi Papua Barat itu akan membicarakannya di rumah. “Nanti ana bicara di rumah saja.”

Menurut guru SMP Negeri 4 Manokwari itu, di Distrik Kokoda ada beberapa kampung. Letaknya ada yang di pesisir laut, ada juga yang di aliran sungai. “Saya berasal dari Nebes. Leluhur keluarga saya yang pertama kali menerima Islam, bahkan merantau hingga ke Mesir untuk mempelajari Al-Qur’an. Oleh sebab itu, ada anak perempuan yang diberi nama Qahirah (Kairo),” kata pengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, Seni Budaya dan Bahasa Indonesia tersebut.

Beberapa kampung yang berada di aliran sungai adalah Nebes, Nayakore, Daubak, Migirito, Topdan dan Kasueri. Sedangkan kampung yang berada di pesisir laut adalah Migori, Tapas, Siwatori, Tarof dan Tambani. “Bila sedang musim Timur, dari ibukota kabupaten di Teminabuan, hanya diperlukan waktu sekitar empat jam saja untuk tiba di ibukota Distrik Kokoda yaitu Kampung Tarof,” kata anak Suku Kokoda bermarga Wugaje itu.

“Selama di Distrik Kokoda, mungkin hanya perlu sekitar 40 liter bensin untuk bisa berkeliling ke kampung-kampung tersebut. Semakin kecil perahu, maka semakin kencang lajunya dan irit bensinnya,” kata pengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Manokwari itu. “Kalau dari Teminabuan, paling hanya sekitar 20 liter saja atau sekitar Rp 300 ribuan,” kata putra salah satu tokoh kepala suku di Kokoda tersebut.

Ilyas Wugaje bercita-cita mendirikan semacam Pojok Baca di ibukota kecamatan Distrik Kokoda di Kampung Tarof. Selain karena anak-anak disana senang membaca buku dan majalah meskipun bekas, lokasi Kampung Tarof juga sangat strategis dikelilingi oleh fasilitas umum lainnya. Ada pasar, Puskesmas, sekolah umum dan agama juga Polsek dan Koramil.

“Bila Ustad jadi kunjungan ke Distrik Kokoda, jangan lupa bawa buku-buku untuk disana. Meskipun jaringan sinyal sudah ada, tetapi tidak setiap orang disana sudah pegang HP Android. Jadi, akses ke internet masih belum terbiasa. Mereka masih senang membaca buku atau majalah yang dibawa dari kota,” kata keluarga dari staf Bimas Haji Kemenag Kab. Manokwari dan Kepala Dinas Pendidikan Kab. Sorong Selatan itu.

Selama perbincangan selama dua jam itu, Ustad Ilyas Wugaje sering melihat-lihat buku yang ada di rak ruang tamu itu. Ketika melihat koleksi Alkitab aneka bahasa, dia juga bercerita bahwa di kampung dan keluarga besarnya, ada tradisi nikah silang beda agama. Bila Natal tiba, Al-Qur’an tetap sebelah kanan, sedangkan Alkitab di sebelah kiri. “Ini untuk menunjukkan, bahwa Al-Qur’an (Islam) lebuh dulu masuk ke Suku Kokoda ini dibandingkan Alkitab (Kristen),” paparnya.

“Saya juga tidak setuju bila Manokwari disebut sebagai Kota Injil. Sebab, berdasarkan sejarah, justru Ottow dan Geisler diantar dengan kapal dan pejabat Kesultanan Tidore untuk masuk ke Tanah Papua, khususnya Pulau Mansinam itu. Jadi, tanpa peran dari Kesultanan Tidore, tak akan ada Kristen di Papua khususnya di Manokwari,” simpulnya, sama seperti yang pernah disampaikan oleh Mubalig Daerah Papua Barat saat mengajar Sekolah Da’i dimana Ilyas Wugaje adalah salah satu pesertanya.

Setelah dua jam berbincang, Ilyas pun berpamitan. Sekali lagi dia mencium tangan Mubalig Daerah Papua Barat sambil merundukan badan. Setelah mengeluarkan motornya dari garasi, anak asli Suku Kokoda itupun meninggalkan Rumah Dinas Mubalig Daerah Papua Barat kembali ke tempat menginapnya di Masjid Al-Iksan Logpon Arfai yang berjarak hanya sekira 250 meter saja. []

Disusun oleh:
Mln. Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat

Tags:

No Responses

Tinggalkan Balasan