Berkenaan dengan Jimat

Berkenaan dengan Jimat

Pada tanggal 4 Juli 1903, sebelum lsya, ada seseorang yang bertanya,

“Mengikatkan jimat di lengan dan sebagainya serta memberi jampi-jampian, apakah dibenarkan, atau tidak?”

Menanggapi hal itu Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengarah kepada Maulana Hakim Nuruddin, dan bersabda:

“Apakah ada bukti-buktinya dari Hadits-hadits?”

Maulana Hakim Nuruddin r.a. menjelaskan:

“Ada tertulis bahwa apabila Khalid bin Walid pergi dalam pertempuran, maka rambut Rasulullah saw. yang diikatkan pada sorban beliau itu, beliau letakkan menggantung ke arah depan. Kemudian suatu kali Rasulullah saw. mencukur seluruh rambut kepada beliau pada waktu pagi, lalu separuh rambut itu beliau berikan kepada seorang sahabat tertentu, sedangkan separuh lagi beliau bagikan kepada para sahabah lainnya. Rasulullah s.a.w. juga memberi minum orang-orang sakit dengan air bekas cucian jubah beliau, dan orang-orang sakit itu menjadi sembuh. Seorang perempuan suatu kali juga telah mengumpulkan keringat beliau.”

Mendengar seluruh uraian ini Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda:

“Kalau begitu dari situ disimpulkan bahwa pasti ada hal-hal tertentu di dalamnya, yang tidak hampa dari manfaat. Dan dari situ juga timbul asal-muasal jimat dan sebagainya. [Namun] apalah artinya menggantungkan rambut, dan apa pula artinya memakai jimat. Saya juga memperoleh ilham: “Badsyah tere kaprung me se barkat dhundhengge — raja-raja akan mencari berkat dari pakaian-pakaian engkau.”

Tentu ada sesuatu di situ sehingga mereka akan mencari berkat darinya. Namun di dalam semua ini juga terdapat peran dorongan-dorongan kecintaan.

Kemudian berlangsung perbincangan mengenai kelemahan (dosa-dosa) kecil yang timbul dari tokoh-tokoh besar. Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda:

“Manusia-manusia yang merupakan tokoh besar dalam hal kejujuran dan kesetiaan, apabila diperbincangkan mengenai dosa-dosa (kelemahan) kecil mereka maka iman menjadi rusak. Allah justru memaafkan dosa-dosa (kelemahan) kecil itu, dan keagungan pekerjaan-pekerjaan mereka itu sedemikian rupa, sehingga terasa malu untuk membincangkan doss-dosa (kelemahan) kecil yang mereka lakukan. Oleh karena itu perlahan-lahan hal itu akan hilang sehingga tidak ada lagi bekasnya sedikit pun.” (Malfuzat, jld. VI, hlm. 36-38).

Pada tanggal 10 Agustus 1903, seseorang bertanya mengenai dampak-dampak dan pengaruh jimat. Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menjelaskan:

“Keberadaan dampaknya merupakan suatu penda’waan tanpa dalil. Pengobatan semacam ini termasuk dalam daya pengaruh sugesti pemikiran, sebab anggapan pemikiran menimbulkan dampak yang besar pada manusia. Hal itu bisa membuat seseorang menjadi tertawa, dan bisa membuat seseorang menangis. Dan banyak hal yang pada hakikatnya tidak ada dapat diperlihatkan oleh daya ini. Dan ia menjadi pengobatan untuk beberapa penyakit.

Sering juga jimat-jimat itu tidak menimbulkan faedah, sehingga akhirnya terpaksa dikatakan kepada orang yang memberi jimat itu bahwa jimat tersebut sudah tidak berguna lagi.” (Malfuzat, jld. VI, hlm. 107-108).

No Responses

Tinggalkan Balasan