Terima Kunjungan Kabintaljarah KODAM XVIII Kasuari | Bahas Tema Penting Sejarah dan Etnografi

Terima Kunjungan Kabintaljarah KODAM XVIII Kasuari | Bahas Tema Penting Sejarah dan Etnografi
"Bagaimana Belanda mampu mencari kelemahan orang Papua dan kemudian memanfaatkannya, karena mereka mempelajari etnografi dan antropologi. Mereka bisa masuk ke mana pun tanpa kendala."

Masroor Library – Manokwari, Papua Barat [3/8]. Mobil Dinas yang membawa Kabintaljarah KODAM XVIII/Kasuari Papua Barat Kol. (Inf.) Sampang Marulitua Sihotang, S.Si. dan staf Mayor Anwar Jayadi itu memasuki jalan depan Rumah Dinas Mubalig (RDM) Mubalig Daerah Papua Barat, Rabu (3/8) sore. Setelah parkir di depan gerbang, kedua perwira itu memasuki teras. Mubalig Daerah Papua Barat menyambut di depan dan mempersilakan masuk ke ruang tamu.

Beberapa saat sebelumnya, Wakabintal Letkol. Mustagfirin, S.Ag. menyampaikan kabar, bahwa Kabintaljarah (Kepala Pembinaan Mental dan Sejarah) yang baru dua minggu ditugaskan di KODAM XVIII/Kasuari ingin bertemu. Beberapa saat kemudian Mayor Anwar Jayadi pun menghubungi untuk kepastian lokasi pertemuan. Akhirnya, Kabintaljarah memilih di Rumah Dinas Mubalig (RDM) Mubalig Daerah Papua Barat.

“Selama beberapa hari berada disini, saya harus melakukan penyesuaian. Apalagi, waktu disini selisih dua jam dengan tempat tugas sebelumnya. Makanya setiba di Manokwari, saya langsung sakit,” kata perwira menengah TNI AD yang pernah menjabat sebagai Komandan Denmadam I / Bukit Barisan (2021-2022) tersebut. “Saya juga harus bertemu banyak orang supaya tidak bosan di kantor terus.”

Mantan Dandim 1303/Bolaang Mongondow itu juga berterimakasih karena telah diterima bertamu. “Kedepannya, bila ada sesuatu hal yang perlu dibantu, silakan tanpa sungkan-sungkan menyampaikannya,” harap Mubalig Daerah Papua Barat yang hari ini genap dua tahun lamanya ditugaskan di Papua Barat (2 Agustus 2020-2022). “Sebagai Ikon Prestasi Pancasila, saya siap mengemban tugas Negara.”

Perbincangan selama satu jam tersebut banyak membahas mengenai situasi Papua Barat, terutama etnografi, antropologi dan sejarah dalam kontek terkini. Kabintal juga menyadari –setelah dua minggu berada di Papua Barat– bahwa dikotomi antara pribumi dan pendatang masih terdengar. “Bahkan, baru beberapa hari disini, saya sudah menemukan lawan bicara yang mau menggugat PEPERA, Integrasi dan situasi politik serta sosial yang terjadi.”

Dalam kesempatan itu, Mubalig Daerah Papua Barat lalu menyampaikan, bahwa pendekatan militer sebaiknya juga diimbangi pendekatan etnografi dan antropologi. “Bagaimana Belanda mampu mencari kelemahan orang Papua dan kemudian memanfaatkannya, karena mereka mempelajari etnografi dan antropologi. Mereka bisa masuk ke mana pun tanpa kendala.”

Mayor Anwar Jayadi yang asal Jeneponto dan baru ditugaskan selama delapan bulan di KODAM XVIII/Kasuari pun ikut menambahkan terkait situasi di Manokwari. “Disini biasa terjadi pemalangan. Bukan hanya lokasi tertentu, bahkan Kantor Gubernur pun sempat beberapa kali dipalang. Ini sesuatu yang sangat memalukan. Bukankah Gubernur dulu itu adalah juga sebagai Kepala Suku Besar disini juga?”

Mubalig Daerah kemudian mengungkapkan, bahwa ada semacam info yang tidak jelas yang coba dikembangkan oleh pihak tertentu untuk mendiskreditkan Indonesia dan membuat dikotomi. “Bahwa pernah terjadi semacam genosida di Papua Barat dengan cara pemboman warga sipil oleh Pasukan Gerak Cepat (PGT) dan Pasukan Srigala RI, sepanjang Ayamaru hingga Teminabuan. Dikatakan, bahwa sebanyak 1.500 penduduk tewas akibat hal itu.”

Kabintal yang baru pun merespon, bahwa pastilah ada aktor intelektual atau thinktank di belakang ini yang ingin memperkeruh suasana. “Bisa saja ini adalah orang pribumi sendiri yang mendapat dukungan pihak lain, terutama Belanda, Australia, Selandia Baru, Vanuatu dan negara sekitar lainnya. Intinya, Belanda tidak rela Papua diserahkan dan menjadi bagian dari Indonesia.”

Mubalig Daerah Papua Barat pun menyarankan agar mantan Kasrem 132/Tadulako (2018-2020) tersebut banyak bergaul dan berkeliling teritorial. Banyak hal yang bisa dilihat dan dianalisa. Utamanya adalah mengenai karakter orang-orang asli Papua. Pendekatan etnografi dan antropologi perlu dilakukan supaya masyarakat menjadi nyaman. “Tidak selamanya pendekatan militer itu bagus. Tegas memang perlu, tetapi apabila masih bisa diselesaikan dengan cara lain, sebaiknya hindari operasi militer,” pinta Mubalig Daerah.

Kolonel Sampang Marulitua Sihotang dan Mayor Anwar Jayadi pun berpamitan. Setelah menjabat tangan Mubalig Daerah Papua Barat, keduanya kemudian menuju mobil dinas yang terparkir di depan gerbang Rumah Dinas Mubalig tetapi dengan posisi sudah berubah arah. Ternyata sopir –yang juga personel TNI– telah memarkir mobil tersebut dengan posisi siap kembali. Tepat pkl. 16:00 WIT, mobil itu telah meninggalkan Komplek Perumahan Arfai Indah Permai. []

Disusun oleh:
Mln. Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat

Tags:

No Responses

Tinggalkan Balasan