Sekali Mendayung Dua Tiga Pulau Terlampaui

Sekali Mendayung Dua Tiga Pulau Terlampaui
"Masyarakat Jayawi Jaya Suku Dani Lembah Baliem Wamena Papua dalam keseharian mereka lebih dominan pada nilai-nilai pure (asli) masih kuat terasa sampai kini. Pembangunan dan modernisasi belum merubah kehidupan warga Suku Dani Lembah Baliem. Mereka lebih menghayati nilai tradisi lama daripada nilai-nilai baru dari agama manapun."

Masroor Library – Manokwari, Papua Barat [2/8]. Nama aslinya adalah Isman atau Nasike atau Ponogo, sedangkan nama marganya adalah Asso. Ismail adalah nama setelah sekolah dan menjadi muslim (mualaf). Dalam tradisi Suku Dani di Lembah Baliem, Wamena, Jayawi Jaya, perubahan pergantian nama mengikuti peristiwa penting. Demikian pula yang terjadi pada K.H. Ismail Asso, pimpinan Pondok Pesantren “Al-Hidayah Firdaus Asso” Koya, Jayapura, Papua.

Dalam pertemuan perdana sejak kenal beberapa tahun lalu, Kyai Ismail Asso menceritakan tradisi perubahan pemberian nama di Kampung Werasikiwa, Dusun Assolipele, Distrik Walesi Wamena, Kabupaten Jayawi Jaya, Papua. Hal itu diungkapkan saat berjumpa di Warung Makan Timba Manokwari, di Jl. Trikora Arfai 1, Anday, Manokwari Selatan, Manokwari, Papua Barat, Selasa (2/8) sore.

“Saya diberi nama oleh orangtua Nasike: Na (ku), Sike (panah). Jadi Nasike artinya “panahku”. Jika diperhatikan arti nama ini menunjukkan bahwa ada harapan orang tua, kelak besar dikemudian hari, saya diharapkan menjaga dusun dari penyerbuan/perebutan musuh dalam tradisi perang suku di Lembah Baliem,” kata juara harapan dua MTQ Jenjang Anak-anak Tingkat Nasional di Provinsi Lampung 1988 itu.

Kedatangan Kyai Ismail didampingi Aulia Anshor, staf Kemenag Kanwil Provinsi Papua Barat itu dalam rangka berjumpa dengan Mubalig Daerah Papua Barat. Kebetulan alumnus Pondok Pesantren “Al-Mukhlishin” Ciseeng, Parung, Bogor itu sudah lama ingin berjumpa. Sayangnya, saat Mubalig Daerah Papua Barat sedang ada di Jayapura, nomor putra asli Suku Dani itu tak bisa dihubungi.

“Harus diakui, Muslim Papua itu masih suka mementingkan kulit dibanding isi. Hakikat agama Islam yang penting dan utama, justru belum bisa diserap dan dilaksanakan dalam tataran praksis sehari-hari,” kata mantan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat tersebut. Pencinta filsafat Barat itu mahir mengungkapkan permasalahan dan solusinya dari perspektif filsuf Barat dan Muslim.

Setelah beberapa saat berbincang, Mubalig Daerah Papua Barat kemudian melakukan video call via WhatsApp (WA) dengan seseorang. Ketika melihat orang yang ada di VC tersebut, kedua tamu itu sangat kaget. Gambar dan suara di seberang sana, adalah orang yang puluhan tahun lalu menjadi pengajar mereka di Pondok Pesantren “Al-Mukhlishin” Ciseeng, Parung, Bogor.

“Assalaamu ‘alaikum, Ustad Nanang. Bagaimana kabarnya? Salam dari Manokwari, Papua Barat. Kebetulan kami bertiga sedang berkumpul disini. Saya, Isman Asso, dan ini teman saya Aulia Anshor yang dulu dari Papua yang mondok di Al-Mukhlishin Ciseeng,” ujar Kyai Ismail Asso yang berdiri didampingi oleh Aulia Anshor, putra mantan Camat Teluk Bintuni yang kini menjadi staf di Kementerian Agama Provinsi Papua Barat.

Gambar dan suara di ujung sana adalah milik Drs. Nanang Ishom, M.Si., Kepala Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Mukhlishin (STAIM) Ciseeng, Parung, Bogor yang juga teman dekat Mubalig Daerah Papua Barat. Nanang Ishom adalah alumnus IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan satu angkatan dengan Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.A., Pembantu I Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

Usai VC, Mubalig Daerah Papua Barat kemudian mengirimkan foto-foto pertemuan di Warung Makan Timba itu kepada Nanang Ishom. Tidak berapa lama, gawai Mubalig Daerah Papua Barat pun menerima pesan via WhatsApp (WA).

“Assalamu ‘alaikum Wr.Wb. Mohon maaf lahir bathin dari Nanang Ishom dan keluarga besar Pondok Pesantren Al-Mukhlishin Ciseeng, Parung, Bogor menyampaikan silaturrahim. Wassalamu ‘alaikum Wr.Wb.”

Sebelum diakhiri, Kyai Ismail dan Aulia lalu mengajak Mubalig Daerah Papua Barat mengunjungi Momi Waren. Rencananya, Rabu (3/8) pagi, ketiganya akan bertolak ke Kabupaten Manokwari Selatan untuk melaksanakan acara “menyusun tulang-belulang”. Itu adalah istilah Papua untuk menelusuri jejak leluhur orang Papua yang telah masuk Islam. Mubalig Daerah Papua Barat diminta untuk melacak jejak tersebut.

“Saya telah sampaikan kepada Aulia, bahwa Ustad Jumaan ini pakar manuskrip dan sejarah Islam terutama di Maluku, Papua dan Papua Barat. Oleh sebab itu, kebetulan Ustad ada, kita bisa menelusuri jejak leluhur kami yang sudah menjadi muslim lebih tua dari leluhur kami di Suku Dani, Lembah Baliem sana,” kata Kyai Ismail Asso yang –menurut kabar angin– dulu sempat menyatakan baiat saat mengunjungi Kampus Mubarak, Kemang, Bogor sekitar tahun 1991.

Dengan mobil yang disewa oleh Kyai Ismail, Mubalig Daerah Papua Barat kemudian diantar pulang ke Rumah Dinas Mubalig (RDM) yang jaraknya hanya sekitar 500 meter saja dari lokasi pertemuan. Keduanya tidak sempat mampir ke rumah dan hanya mengantar hingga depan gerbang rumah karena harus melanjutkan perjalanan kembali ke Kantor Kemenag Provinsi Papua Barat dan ke tempat menginap di salah satu hotel di Kota Manokwari. []

Disusun oleh:
Mln. Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat

Tags:

No Responses

Tinggalkan Balasan