“Jangan coba-coba ganggu Ahmadiyah. Kalian tidak tahu, bahwa saya memiliki Dosen Tarbiyah juga orang Ahmadiyah. Ilmu keagamaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan orang Ahmadiyah, meskipun mereka hanya nelayan di Nametek sana. Merekalah yang menjadi
pembela Islam di dunia.”
(Dr. Muhammad Mukaddar, S.Ag., M.A.Pd.)
Masroor Library – Kota Namlea, Pulau Buru (Maluku) – WARTA “MELEK” JAI DAERAH MALUKU [30/7/2020]. Sepenggal kutipan di atas memiliki makna sejarah yang dalam dan panjang. Sejarah intimidasi dan diskrimasi Jemaat Ahmadiyah di Pulau Buru. Saat ini, yang mengucapkan kata-kata tersebut telah menjadi Rektor Universitas Iqra Buru (UNIQBU). Lembaga pendidikan tinggi yang menjadi kebanggaan warga masyarakat Kabupaten Buru tersebut berada di bawah Yayasan Muslim Buru (YMB).
Dr. Muhammad Mukaddar, S.Ag., M.A.Pd. adalah Rektor UNIQBU Kab. Buru yang brilian. Meski masih terbilang masih muda, gagasannya untuk memajukan pendidikan sudah diakui. Bahkan, Bupati Kab. Buru sendiri, yaitu Ramly Ibrahim Umasugi, S.Pi., M.M., yang kemudian meminta Mukaddar mengemban amanah sebagai Rektor.
Ucapan Ustad Mukaddar di atas, disampaikan ketika ada desakan para alim-ulama Namlea kepada Bupati Kab. Buru pada masa itu, Husni Hentihu. Ketika didatangi para ulama yang ingin Bupati membubarkan Jemaat Ahmadiyah itu, Hentihu akan meminta pendapat dari seseorang yang dikenal memiliki wawasan keagamaan mumpuni. Dia adalah Ustad Muhammad Mukaddar.
Ucapan Ustad Mukaddar –yang ternyata murid Drs. Aly Abubakar Basalamah, M.A., tokoh Ahmadiyah Yogyakarta– itu disampaikan di hadapan para ulama Namlea atas permintaan Bupati Husni. Sejak saat itu, intimidasi dan penentangan terhadap Jemaat mulai turun eskalasinya. Padahal sebelumnya, pihak yang anti selalu berupaya mengganggu dengan tujuan membubarkan Jemaat Ahmadiyah dari Pulau Buru.
Sebut saja –menurut saksi mata dan Ketua Jemaat Namlea Pulau Buru pertama– Ahmad La Juma, Camat Namlea dulu pernah berupaya membubarkan dan mengusir anggota Jemaat dari Pulau Buru. “Apabila kalian tidak mau keluar dari Ahmadiyah juga, sebaiknya kalian keluar dari Pulau Buru ini!” kata oknum Camat tersebut. Tidak berapa lama, oknum Camat tersebut terkena strook, mengalami kelumpuhan.
Atau, suatu saat, Ahmad La Juma pernah dipanggil ke Kantor Balai Desa Namlea untuk dihadapkan dengan Muspika dan alim-ulama. Meski suasana awalnya panas, namun berkat penjelasan yang baik, akhirnya situasi menjadi kondusif. Kepala Desa dan Sekretaris Desa bahkan menjadi baik.
“Kalau kalian ingin menjelek-jelekkan Ahmadiyah, jangan lagi di Desa ini. Silakan kalian ceramah di tempat lain saja!” kata Kepala Desa saat itu, Talim Wamnebo.
Ketika pembangunan Masjid “Hidayah” di tanah hibah keluarga Taha Kondowa sedang dilakukan, datang tiga orang polisi atas suruhan Camat Namlea. Mereka ingin menghentikan proses pembangunannya. Namun, dengan tegas Ahmad La Juma yang adalah Ketua saat itu mengatakan bahwa bila tidak ada surat perintah, pembangunan akan jalan terus. Akhirnya ketiga aparat itu takut dan lapor kepada Camat yang juga akhirnya berfikir ulang khawatir dituntut.
Ahmad La Juma juga pernah dipanggil ke Mako di Unit. Ini karena ada anggota disana yang dipermasalahkan karena keahmadiyahannya. Namun, buntut dari peristiwa itu, akhirnya orang-orang mulai faham mengenai Ahmadiyah. Mereka yang tadinya anti, ada yang berubah menjadi simpati.
Ketika beberapa orang menanyakan kepada seorang Habib bermarga Al-Habsyi, yaitu Habib Umar alias Abah. Jawaban Abah juga senada dengan apa yang disampaikan oleh Ustad Mukaddar di atas.
“Kalian jangan berani-berani berhadapan dengan orang Ahmadiyah. Ilmu mereka itu tinggi. Kalian tidak ada apa-apanya. Kalian memangnya ulama yang berilmu? Justru Ahmadiyah-lah yang saat ini memperjuangkan Islam!” tegas Habib Umar itu seolah promosi.
Kini, puluhan tahun telah berlalu. Intimidasi mulai berangsur hilang. Anggota Jemaat dapat menikmati ibadah dengan tenang di Masjid “Hidayah” Nametek, Namlea. Masjid pertama yang dibangun oleh Jemaat itu menjadi saksi peristiwa sejarah dari masa ke masa. Masjid yang awalnya adalah rumah dengan dinding dan atap terbuat dari daun nipah (aren) itu kini telah menjadi bangunan permanen.
Semoga Jemaat di Pulau Buru khususnya di Namlea tetap dapat melaksanakan rabtah dan tablig dengan giat dan semangat. Semoga anggota disini tidak terbuai dengan kenyamanan ini sehingga melupakan rabtah dan tablig. Semoga bermunculan orang-orang yang berhati bersih dan mau membela atau bahkan bergabung dengan Jemaat ini. Aamiin Allahumma Aamiin. []
Disusun oleh:
Mln. Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Maluku
Related Posts
Waqf-E-Nou Parents Day Sukses Digelar di Masjid Mahmudah Gondrong Tangerang
Jemaat Ahmadiyah Cibinong Adakan Kelas Waqf-E-Nou
Ansharullah Ahmadiyah Indonesia Adakan Ijtima Nasional 2024
Bekali Public Speaking dan Personal Building | Hadirkan Mentor dari Celebes Public Speaking
DPD Jemaat Ahmadiyah Bogor Hadiri FGD Setara Institute
No Responses