“Saya baru pertama naik pesawat ini. Paitua baru dua bulan ditugaskan di Sorong Selatan, setelah perwiranya turun. Sebelumnya kami di Polres Manokwari. Sebelumnya lagi kami ditugaskan di Distrik Merdey selama 19 tahun.”
Masroor Library – Teminabuan, Papua Barat [19/10]. Pesawat SusiAir dengan kode penerbangan SI-9211 itu mulai lepas landas dari Bandara Rendani Manokwari menuju Bandara Teminabuan Sorong Selatan, Rabu (19/10) pkl. 08:35 WIT. Pesawat itu dimajukan terbang karena prakiraan cuaca yang tidak bagus bila agak siang. Arahnya menuju ke barat, melintasi pegunungan dan hutan rimba di Kab. Manokwari, Kab. Tambrauw, Kab. Maybrat dan Kab. Sorong Selatan.
Setelah melewati Distrik Prafi, Distrik Masih dan Distrik Sidey, pesawat tipe Cessna Grand Caravan itu mengarah ke Distrik Kebar dan tembus ke Distrik Ayamaru. Tampak di bawah jalanan di atas pegunungan seperti ular yang sedang melata. Danau Ayamaru juga terbentang luas di bawah sana. Saat melintas di atas Danau Ayamaru itulah awan pekat datang menghadang. Kecepatan awan itu sangat tinggi. Pilot berkewarganegaraan asing itu mencoba menghindari awan di depan.
Wajah-wajah tegang di dalam pesawat, menjadi pemandangan biasa dalam penerbangan pesawat perintis. Pesawat yang berukuran kecil menyebabkan selalu bergoyang dan bergoncang saat dihantam awan atau angin kencang. Beberapa kali pilot melakukan manuver udara untuk menghindari awan pekat dan angin itu. Akibatnya, secara mendadak pesawat itu belok ke kanan, belok ke kiri, naik, turun dan miring untuk menghindari rintangan di depan.
Setelah hampir satu jam melakukan penerbangan, pesawat pun memasuki kawasan Distrik Seremuk. Dengan sedikit berputar, pesawat itu menuju arah pelabuhan Teminabuan di Kelurahan Kaibus. Perahu-perahu di pelabuhan tampak dari atas, pertanda sesaat lagi pesawat milik maskapai SusiAir itu akan mendarat. Landasan pacu tampak di depan, di sebelah kananya terlihat Markas Koramil 1807-01/Teminabuan dan Markas Polres Sorong Selatan.
Pesawat itupun mendarat dengan mulus di landasan pacu bekas peninggalan Belanda itu. Sejak Desember 1958, landasan itu sudah mulai dipergunakan untuk melayani penerbangan dari Kaimana, Fak Fak, Manokwari, Biak dan Ayamaru. Tetapi, dulu penerbangan itu masih terbatas untuk “the first class service”. Ini berbeda dengan di masa sekarang yang bisa mengangkut masyarakat umum.
Dalam penerbangan itu, ada pilot dan co-pilot dan sebanyak 14 penumpang. Sistem tempat duduk diatur dua-satu:sebelah kanan untuk dua orang, sebelah kiri hanya untuk satu orang. Sementara di bagian paling belakang, bisa duduk sebanyak tiga orang di atas bangku panjang. Untuk kabin, disimpan di tempat yang agak lapang antara bangku panjang dengan bangku penumpang di depannya. Keberadaan pilot tidak dibatasi oleh partisi apapun alias menyatu dengan penumpang.
Selain Mubalig Daerah Papua Barat, tampak istri Kepala Pos Polisi Moswaren, Kab. Sorong Selatan ikut dalam penerbangan itu. “Saya baru pertama naik pesawat ini. Paitua baru dua bulan ditugaskan di Sorong Selatan, setelah perwiranya turun. Sebelumnya kami di Polres Manokwari. Sebelumnya lagi kami di Distrik Merdey selama 19 tahun,” kata ibu Amanah La Udin, yang tinggal di Inggramui itu.
Karena menyebut nama Merdey, Mubalig Daerah Papua Barat pun menanyakan nama Yustina Ogoney. Amanah La Udin yang berasal dari Salatiga dan sudah hampir 20 tahun tinggal di Papua Barat itu tampak kaget. Nama yang disebut itu adalah Kepala Distrik Merdey yang juga Koordinator Pemuda Katolik Papua Barat. Menurutnya, Yustina adalah sosok perempuan pekerja keras. “Di tangannya, Distrik Merdey menjadi berkembang maju.”
Setiba di Teminabuan, Mubalig Daerah Papua Barat disambut oleh keturunan Raja Wersar Onggook Kondjool alias Fle Fle Kondjool. Setelah makan-minum ringan di Warung Surabaya sekitar bandara, Mubalig Daerah Papua Barat kemudian diajak ke Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) Getsemani sebelah ujung landasan bandara. Ternyata, pendetanya berasal dari Maluku.
Kunjungan kedua ke Kabupaten Sorong Selatan itu dalam rangka memastikan keberadaan perahu yang akan ke pedalaman suku-suku IMEKKO. Bila Mubalig Daerah Papua Barat bertolak dari Manokwari dengan pesawat, maka Mubalig Lokal JAI Kota Sorong menyusul ke Teminabuan melalui jalur darat. Bila dengan pesawat dari Manokwari hanya satu jam perjalanan, dengan mobil memerlukan waktu empat jam lamanya dari Kota Sorong.
Keduanya kemudian bertemu di salah satu penginapan (homestay) di Komplek Ampera, Kohoin, Kel. Kaibus, Teminabuan. Setelah beristirahat sejenak, keduanya kemudian berkeliling ke pelabuhan. Saat melintasi Masjid Nur Rahman, tampak seorang asli Suku Kokoda sedang membonceng motor ojek. Tujuannya adalah bertemu dengan Mubalig Daerah Papua Barat di penginapan. Namun karena bertemu di perjalanan, mereka kemudian menuju ke Pelabuhan Teminabuan bersama-sama.
Sore hingga malam itu, ketiganya berkeliling Kota Teminabuan. Banyak hal yang bisa digali dari warga suku asli Kokoda bermarga Wugaje tersebut. Bila waktunya memungkinkan dan ada perahu, suatu saat Mubalig Daerah Papua Barat dan Mubalig Lokal JAI Kota Sorong akan tembus ke pedalaman Kokoda untuk melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pertabligan. []
Catatan:
Selesai ditulis di Homestay Nusa Indah Kaibus, Teminabuan, Sorong Selatan pada Rabu, 19 Oktober 2022 pkl. 21:45 WIT.
Disusun oleh:
Mln. Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat
Related Posts
Waqf-E-Nou Parents Day Sukses Digelar di Masjid Mahmudah Gondrong Tangerang
Jemaat Ahmadiyah Cibinong Adakan Kelas Waqf-E-Nou
Ansharullah Ahmadiyah Indonesia Adakan Ijtima Nasional 2024
Bekali Public Speaking dan Personal Building | Hadirkan Mentor dari Celebes Public Speaking
DPD Jemaat Ahmadiyah Bogor Hadiri FGD Setara Institute
No Responses