Masroor Library – kota Biak, Papua [28/7]. Motor Honda Beat yang dikemudikan oleh Frans Rumaropen itu melaju meninggalkan Losmen Karawatu di Jl. Dahlia, Burokub, Distrik Biak Kota, Biak, Papua, Kamis (28/7) pagi. Tujuannya tidak lain adalah Gereja Pekabaran Injil (GPI) Jalan Suci “Yerusalem” yang berada di Jl. Suci, Karang Mulia. Gereja denominasi inilah yang awal bilan Juli 2022 lalu menyelenggarakan Youth Camp Pemuda Wilayah Papua di Ayamaru, Maybrat.
“Luar biasa!!! Terimakasih telah berkunjung ke keluarga saya di Biak. Salam tabea!!!” pesan instan lewat WhatsAppp (WA) pun diterima oleh Mubalig Daerah Papua Barat saat sedang berbincang dengan Mama Swarba dan suami di kompleks gereja yang kini mulai berkembang di Tanah Papua itu. Pesan itu berasal dari Judith Yeuwun, staf di Universitas Papua (UNIPA) Manokwari yang keluarga besarnya memang banyak tinggal di Biak.
Beberapa pemuda yang pernahnikit acara Youth Camp di Wyamaru –dan pernah jumpa saat di atas KM Sinabung– kini jumpa lagi di GPI Jalan Suci. “Kalau yang menguasai public speaking dan intonasi suaranya mirip MC itu namanya Sara. Sayangnya, dia hari ini tidak hadir ke gereja. Begitu juga Evangelis Apolos sedang ada acara di Jayapura. Tetapi maitua (istri) beliau ada di rumah,” kata salah seorang pemuda.
Rampung dari kunjungan ke GPI Jalan Suci itu, Mubalig Daerah Papua Barat pun bergerak ke arah Kampung Binsari. Melewati Pangkalan AU dan Pintu Angin, akhirnya lokasi Goa Jepang peninggalan Perang Dunia II alias Perang Pasifik itupun dikunjungi. Kunjungan kesana bukan semata ziarah sejarah melainkan untuk mengeratkan dengan beberapa pihak. Salah satunya dengan Kepala Kampung, yaitu Yusuf Rumaropen.
Sebagaimana orang Biak lainnya, tampilan Yusuf Rumaropen terlihat sederhana. Padahal, Yusuf adalah Kepala Kampung dan juga juru kunci alias guide untuk obyek wisata Goa Jepang Abyab Binsari tersebut. Disebut Abyab Binsari alias “nenek” karena menurut cerita, di bukit itu dulu hidup seorang nenek-nenek, namun hilang misterius setelah Jepang datang dan menjadikan lokasi itu sebagai tempat persembunyian.
Selain Yusuf, pagi itu tampak juga sesosok mirip Jepang yang sedang membersihkan rumput dan bebatuan di area obyek wisata. Setelah didekati, memang sosok otu adalah orang asli Jepang. “Ohayo gozaimasu? Ogen ki desuka?” lelaki tua itu tampak kaget mendengar sapaan dalam bahasa ibunya. Dia tampak gembira, wajahnya sumringah dan mata sipitnya tampak melebar.
“Bahasa Jepang Bapak sudah bagus. Mari ada yang bisa saya bantu?” kata lelaki berpakaian kaos putih bertuliskan I Love Timika tersebut. Setelah Mubalig Daerah menguataran maksudnya, adik dari serdadu Jepang yang tewas di lokasi Goa Jepang itu kemudian menyambut dengan gembira. “Mari kita foto di ruang skeleton saja,” kata dia dia sambil menunjuk suatu bangunan kecil yang di dalamnya banyak tengkorak manusia.
Frans Rumaropen kemudian mengantar Mubalig Daerah Papua Barat berkeliling Kota Biak. “Kota Biak ini sebenarnya kecil saja. Hanya disini banyak lorongnya. Kalau belum terbiasa akan tersesat atau kebingungan,” kata ayah empat anak yang sebelumnya pernah menjadi petugas keamanan (Avsec) selama sembilan tahun (2008-2017) di Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta itu.
Frans sangat senang berbincang karena menurut Mubalig Daerah Papua Barat sangat komunikatif dan menguasai wawasan luas. Sejak di Gereja Pekabaran Injil (GPI) Jalan Suci, Frans sudah terheran-heran. Sebagai Muslim, tetapi tamunya itu memahami berbagai hal mengenai istilah dan materi Kekristenan. “Saya Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Tanah Papua. Gereja saya yang di Karang Mulia tadi, yaotu GKI Elim,” kata Frans.
Menurut dia, di Biak ini ada beberapa lokasi semacam transmigran orang Jawa. “Di dekat rumah saya ada kampung Wonogiri. Bahkan, kalau di Jawa ada Sunda, maka di Biak ini ada juga Sunde,” kata dia sambil berseloroh. Mubalig Daerah menerangkan, bajwa nama Katang Mulia sendiri adalah bahasa Jawa: Karang artinya “kebon”, mulia berarti “keramat”. “Nama desa saya sendiri di Indramayu adalah Sekar Mulia, artinya “Bunga Keramat”.
Sebelum kembali ke losmen lagi, Mubalig Daerah Papua Barat mengajak Frans untuk santap siang yang waktunya sudah lewat. “Ada warung Padang tempat biasa saya makan di ujung jalan ini. Namanya Sari Kapau, tempatnya luas dan menunya lengkap,” kata orang asli Biak yang ramah dan murah senyum itu. Menurutnya, di seluruh Biak, banyak terdapat warung Padang. Jangan khawatir, pendatang akan merasa nyam seolah di tempatnya sendiri, disini, pungkasnya. []
Disusun oleh:
Mln. Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat
Related Posts
Waqf-E-Nou Parents Day Sukses Digelar di Masjid Mahmudah Gondrong Tangerang
Jemaat Ahmadiyah Cibinong Adakan Kelas Waqf-E-Nou
Ansharullah Ahmadiyah Indonesia Adakan Ijtima Nasional 2024
Bekali Public Speaking dan Personal Building | Hadirkan Mentor dari Celebes Public Speaking
DPD Jemaat Ahmadiyah Bogor Hadiri FGD Setara Institute
No Responses