Masroor Library – Kota Biak, Papua[28/7]. Pulau Biak itu sudah tampak di depan mata. Lampu pelabuhan terlihat menerangi sekitarnya. Lampu tembak berwarna hijau seolah memandu kapal untuk sandar. Penumpang di dalamnya mulai bergegas menuju pintu keluar. Ternyata kapal PELNI yang menggunakan nama sebuah gunung di Sumatera Utara ini melakukan sandar kanan, Rabu (27/7) malam pkl. 20:00 WIT.
Sebelumnya, KM Sinabung tujuan Jayapura dengan rute singgah di Pulau Biak itu terlambat tiba di Pelabuhan Manokwari sekitar enam jam lamanya. Gerbang Utama Pelabuhan Manokwari (Port of Manokwari) masih terkunci, Rabu (27/7) pagi. Para penumpang masuk lewat jalan kecil di pagar sebelah kiri. Sementara yang lainnya masih duduk-duduk di depan kantor PELNI Manokwari.
“Menurut info, KM Sinabung juga telat berangkat dari Kota Sorong. Seharusnya berangkat pkl. 15:00 WIT, molor menjadi pkl. 22:00 WIT. Keterlambatan itu karena ada gempa di laut Ternate yang dilalui. Oleh sebab itu, diperkirakan baru akan tiba di Manokwari sekitar pkl. 10:00 WIT,” kata seorang tukang ojek berspekulasi.
Mubalig Daerah Papua Barat diantar oleh Qaid MKAI Manokwari, telah berada di depan Pelabuhan sejak pkl. 06:15 WIT. Selama empat jam lamanya, Mubalig Daerah menunggu di Pelabuhan hingga KM Sinabung sandar sekitar pkl. 10:00 WIT. Ruang tunggu pelabuhan dipadati oleh calon penumpang. Jumlahnya diperkirakan ada ratusan orang. Begitu juga penumpang yang turun ada ratusan orang.
Selama perjalanan laut lebih kurang 10 jam itu, Mubalig Daerah Papua Barat pun menjalin perkenalan dengan beberapa orang penumpang. Sejak di Pelabuhan Manokwari, telah berkomunikasi dengan seorang guru SMA YPK 2 Biak Kota asal Toraja. Begitu juga dengan seorang staf di Dinas Dikpora Kab. Raja Ampat serta seorang warga Pulau Doom yang tinggal di RK 06 Kelurahan Doom Barat.
Menggunakan wawasan etnografi Papua yang sudah hampir menyeluruh dikuasai, semua perbincangan dapat dilakukan dengan baik. Bahkan, Pilipus Pundu, guru bahasa Indonesia SMA YPK 2 itu selalu penasaran, siapa sebenarnya Mubalig Daerah ini. Begitu juga Mama Inseri Rumpaidus dan Metusalakh Mansoben, nampak terkaget-kaget karena setiap pembicaraan selalu terlihat mengenal dekat mereka atau lingkungannya padahal baru jumpa.
“Dari awal kita sudah heran. Wawasan Pak sangat multi disiplin ilmu. Kita ngomong apa saja, Pak bisa mengimbanginya bahkan dengan lebih baik dan luas. Pak ini sebenarnya intel atau apa?” kata Pilipus Pundu yang juga ayah dari Roland Riska, seorang mahasiswa Universitas Papua (UNIPA) Manokwari Jurusan Akuntansi Semester I itu.
“Saya juga heran, Pak ini meski baru jumpa tetapi seolah kenal dengan saya dan keluarga di Pulau Doom. Imam Daga itu bisa saya sebut tete (kakek). Sebab, sejak kecil saya diasuh oleh dia. Begitu juga Ustad Rahman asal Ternate, kami kenal baik meski berbeda agama. Bila ke Pulau Doom, silakan Pak mampir ke rumah saya dekat pemakaman umum Islam dan Kristen itu,” ujar Mama Inseri Rumpaidus yang kelahiran Pulau Doom tetapi sering bolak-balik Pulau Biak.
Begitu juga Metusalakh Mansoben, lelaki dengan tiga anak yang berasal dari Kampung Mansoben di Kab. Supiori Pulau Biak itu juga mengungkapkan keheranannya. “Katanya Pak belum pernah ke Raja Ampat, tetapi dari tadi ngobrol, seolah Pak telah mengenal banyak tentang Kab. Raja Ampat. Bahkan Pak tahu Pak Rapik, yang guru di SMK YPK Waisai itu.”
Karena sudah menjadi dekat, maka perjalanan laut yang sebenarnya membosankan itu berubah menjadi menyenangkan. Pilipus banyak menceritakan mengenai Ikatan Keluarga Toraja (IKT) Papua, sebab dia juga salah seorang pengurusnya. Sebelum diangkat menjadi guru, Pilipus pernah bekerja bangunan di SP 9 dan di Amban. “Saat itulah saya baru tahu yang namanya malaria. Seolah kepala saya dilingkari api, panas tak karuan.”
Kunjungan Mubalig Daerah Papua Barat ke Pulau Biak itu memiliki beberapa tujuan. Selain untuk pemetaan, juga mempersiapkan kemungkinan penempatan seorang Mubalig Penghubung (Liaison). Sebab, meskipun Pulau Biak termasuk ke dalam Provinsi Papua di bawah Mubalig Daerah Papua, namun secara letak geografis sangat dekat dengan Manokwari (Provinsi Papua Barat).
“Setelah Provinsi Papua mengalami pemekaran, salah satunya menjadi Provinsi Papua Tengah dengan ibukota di Nabire, maka untuk kawasan ini –yang dulu dikenal sebagai Schouten Eilanden– juga perlu ada seorang Mubalig. Pulau Biak, Pulau Numfor, Wasior, Nabire bisa digarap sebagai lokasi pertabligan,” rancang Mubalig Daerah Papua Barat yang telah berkoordinasi dengan Mubalig Daerah Papua sebelum mengunjungi Pulau Biak ini.
Selama beberapa hari ada di Biak, Mubalig Daerah Papua Barat menginap di salah satu losmen (homestay) alias penginapan yang –jaraknya hanya 600 meter saja dari Pelabuhan Biak– menggunakan nama suatu tempat di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) di Maluku. Nama tempat itu tepatnya termasuk ke dalam Kecamatan Teluk Waru. Kemungkinan pemilik penginapan ini berasal dari sana atau ada kaitan dengan tempat itu sehingga dijadikan suatu nama.
Sekedar diketahui, Pulau Biak terbagi menjadi dua administrasi pemerintahan, yaitu Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Supiori. Secara demografis, penduduk Biak terbilang heterogen dan terbuka. Banyak dari warganya yang menyelesaikan pendidikan tinggi serta menjadi pegawai/pejabat atau tokoh bidang tertentu. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila kantor LL Dikti juga di Pulau Biak. []
Disusun ole:
Mln. Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat
Related Posts
Waqf-E-Nou Parents Day Sukses Digelar di Masjid Mahmudah Gondrong Tangerang
Jemaat Ahmadiyah Cibinong Adakan Kelas Waqf-E-Nou
Ansharullah Ahmadiyah Indonesia Adakan Ijtima Nasional 2024
Bekali Public Speaking dan Personal Building | Hadirkan Mentor dari Celebes Public Speaking
DPD Jemaat Ahmadiyah Bogor Hadiri FGD Setara Institute
No Responses