Masroor Library – Setelah datang muballigh dari Pasang Kayu Sulawesi Barat, dengan meninggalkan anak istrinya membawa dana pribadi 3 jt saya bisa bergerak lagi. Dana saya pinjam dan belanja beras dan lain-lain. Dana 1,5 jt saya sisakan ditangan untuk dibawa ke anggota-anggota jemaat yang kesulitan dana.
Pagi hari ini saya dengan pak Wandi dan pak Nanang tiga muballigh langsung gerak. Meminta 5 kantong daging ayam siap saji. Membawa sawi 1 karung, 1 karung beras dan Mie Instan satu ransel. Setelah subuh karena kegiatan panjang kami hanya sempatkan diri minum teh dan mie instan sedikit. Bukan karena tidak ada makanan tapi karena mau gerak cepat. Karena ada 6 titik yang letaknya berjauhan harus kami jangkau.
Ibu-ibu LI sigap dan cekatan di sini. Kemarin satu motor ibu-ibu berboncengan mampu membawa 26 ekor ayam hidup dari ternak ayam yang sudah dibuka untuk umum.
Bapak-bapak pukul 02.00 sudah keluar rumah berburu BBM untuk saya dan tim jalan. Logistik kami aman berkat kesolidan dan kekompakan juga ketaatan anggota dan pengurus.
Enam titik yang dituju 2 titik adalah warga jemaat yang belum saya jumpai secara langsung. Hngga pukul 10.30 kami sudah dapat 4 titik untuk memasok logistik. Jarak cukup jauh kami bawa dua sepeda motor yang kondisinya satu masih layaj sedangkan yang satunya sudah memprihatinkan dengan ban belakang yang pecah-pecah karena usia.
Siang itu kami menuju kontrakan anggota Mubayyin Baru yang letaknya persis di bawah jembatan kuning kota Palu yang terkena Tsunami tempat dimana korban ratusan meninggal tersapu gelombang. Mubayyin Baru ini baiat di lapas, biasa setiap minggu saya jenguk namanya Mas Sukarlin. Tapi karena banyak kegiatan, lama saya tidak jenguk sampai tidak tahu sudah bebas atau belum. Itu pun kita lost contact karena beliau tidak ada Phone Cell, begitu juga istrinya. Mereka orang miskin yang hidup dari mengais botol-botol bekas dari pukul 02.00 dini hari hingga pukul 04.00. Palu panas terik sekali jika siang makanya kerja malam. Mas Karlin dipenjara hanya karena salah ambil barang bekas terbengkalai vonis 2 tahun.
Saya berbekal keyakinan saja bahwa beliau dan keluarga selamat. Begitu sampai kontrakan kami lihat semua masih berantakan kayu-kayu kelapa gelondongan juga material berat masih bertebaran di jalan. Saya sudah biasa lihat begitu saat di Aceh sebulan jadi punya pengalaman.
Debu tebal dan bau menyengat kuat cukup mengganggu kami, dan kamipun lupa bawa penutup hidung.
Pintu-pintu kontrakan semua tertutup rapat. Hanya satu pintu yang terbuka. Pintu rumah mas Karlin saya juga lihat ada jejak bekas kaki di pintu rumah. Keyakinan beliau selamat semakin kuat. Saya keliling mencari ditengah-tengah situasi horor tersebut. Tapi tidak mendapati seorangpun. Akhirnya saya putuskan menuju titik terakhir dulu Munayyin Baru yang terjauh dari tempat kita mengungsi yaitu bapak Syarifuddin.
Baru saja motor dijalankan beberapa meter saya kenali wajah mas Karlin di kejauhan. Di jemaat sini hanya saya dan pak Nanang yang kenal beliau yang lain tidak ada yang kenal jadi harus kita sendiri yang cari.
Saya teriak-teriak kegirangan,
“Mas… Mas! Mas! Alhamdulillah sampean selamat!”
Rupanya beliau sedang mengais barang-barang yang masih bisa diselamatkan. Karena haus pergi ke tetangga. Saya tanya mana istri dan anak. Jawaban membahagiakan juga saya dapat bahwa mereka juga selamat mengungsi di balaikota.
Saya droping mie instan juga air dan dana seadanya. Lalu pamit mencari istri dan anaknya.
Mereka berkisah bahwa saat tsunami mereka di sana dengan kisah-kisah yang menyeramkan dan tak terbayangkan oleh orang-orang hidup normal. Tapi mereka selamat meski saat itu mereka sedang terpisah karena urusan masing-masing ditengah acara Palu Nomoni yang banjir orang Jum’at sore lalu.
Lalu kami angkut istri dan anaknya pulang kepada mas Karlin untuk ambil barang-barang yang mau dibawa. Saya janji sore akan jemput mereka. Karena masih akan jalan lagi ke Mubayyin Baru lain yang masih jauh jaraknya untuk droping sisa logistik dan dana. Lalu pulang untuk membawa lagi satu motor tambahan.
Berikutnya kami meluncur disepanjang pantai yang porak poranda berkilo-kilo meter berdebu, ketika masuk kota pun tersendat-sendat oleh SPBU yang dibanjiri ribuan warga yang berburu BBM. Kami bersyukur BBM cukup selama 7 hari ini tanpa harus antri. Kami ambil dari SPBU paling dekat pengungsian yang terisolir karena jalan aspal ke tempat itu sudah hancur patah-patah, menggunung-gunung tak karuan bentuknya tidak ada mobil bisa lewat motor pun susah.
Saat ambil BBM kami selalu beruntung karena selalu bertemu orang yang sedang menyedot BBM mnggunakan mesin sedot air atau alkon. Datang antri sebentar jerigen-jerigen kami penuh. Saya kemarin sempat dapat stok 25 liter lebih untuk pribadi. Padahal biasa orang berebut menimba dengan timba-timba rancangan sendiri dari pipa PVC. Itu pun sekali ciduk hasil hanya setengah gelas.
Kadang sampai atas direbut orang jadinya malah tumpah membuat orang mandi BBM. Membahayakan!
Karena jalan dan bangunan-bagunan yang sudah rusak saya sempat terlewat 1 km lebih dari target. Syukurnya saya segera sadar sehingga balik haluan dan segera dapat rumah pak Safruddin MB warga NTT.
Di rumah saya lihat hanya istrinya. Saya sapa dan tanyakan di mana bapak dan Wandi anak laki-lakinya. Ternyata mereka sedang antri BBM. Karena sudah dapat kabar meyakinkan dan beliau sehat dan selamat semua kami segera droping semua sisa logistik.
Duduk beberapa saat juga memberi aconite 1000 lalu pamit meluncur ke balaikota untuk menjemput istri pak Sukarlin.
Siang itu pun kami tak sempat makan. Hanya masuk 1 buah beng-beng dan floridina beli dari sisa dana yang hanya beberapa puluh ribu saja.
Jalan bertiga dana langsung kosong.
Karena sudah tak kuat menahan lapar kami meluncur pulang untuk makan dan istirahat sejenak sambil mencari bantuan 1 motor lagi. Kami harus bekerja begitu karena hp sering hilang signal.
Karena sudah bekerja keras seminggu ini kami cukup lelah jadi istirahat hingga jam 16.30 baru meluncur menjemput mas karlin dan keluarga.
Penjemputan ini juga ceritanya jadi tidak mudah seperti rencana awal. Karena kami terlambat turun. Kami tiba di lokasi sudah menjelang maghrib suasana sudah mendekati remang-remang dan makin horor.
Tiba di lokasi juga target tidak ada. Entah kemana.
Sementara target hilang, malam sudah datang keadaan semakin gelap.
Saya ingat tadi siang mas Karlin memperlihatkan gerobak untuk mencari rongsokan baru ia temukan di tengah-tengah reruntuhan tidak ada ditempat. Saya tebak mereka meluncur ke Balaikota yang jaraknya juga sebenarnya jauh dari rumah beliau.
Saya sempat tanya tetangga jauhnya apakah melihat mas Lin.
Dijawab ia lihat tadi jalan ke arah selatan.
Kami bertiga, saya, pak Wandi dan Wahyu akhirnya pelan-pelan menyusuri jalanan kota yang semakin gelap.
Sudah jalan jauh. Saya lihat dikejauhan ada wanita mendorong gerobak dengan anak kecil berkerudung putih. Saya yakin itu target. Motor saya pacu mendekat dan benar target ada hanya mas Karlin tidak ada. Istri mas karlin bermandikan keringat mendorong gerobak berisi barang-barang.
Saya segera minta beliau berhenti dan menanyakan mana mas karlin.
Dijawab mas karlin menunggu saya di rumah. Padahal sudah saya cari tidak ada. Lalu saya cepat mengambil keputusan Wahyu jaga ibu dan anak tersebut. Saya dan pak Wandi balik lagi menyisir jalan-jalan yang mungkin dilalui. Bolak balik dua kali hasil nihil.
Kami meluncur ke target dan memaksa beliau meninggalkan gerobak yang merupakan satu-satunya sarana hidupnya. Saya yakinkan akan usahakan carikan ganti kalau itu hilang.
Beliau bersedia. Lalu kita ikat barang-barang di dua motor dan saya yang bonceng 2 target.
Kita putuskan meluncur ke Balaikota dengan harapan mas Karlin mungkin sudah di sana.
Alhamdulillah ternyata benar.
Tapi sedikit masalah terjadi pak Wandi dan Wahyu yang belum hapal Palu, hilang di belakang saya. Waduh! Jangan2 sudah duluan. Taktis saja saya paksa bonceng empat karena sudah gelap malam.
Syukurlah baru 50 m jalan mereka berdua muncul yang rupanya salah mengikuti orang lain yang dikira saya.
Saya masih trauma sebenarnya jalan malam begini mengingat pelarian saya paska gempa tapi tidak ada opsi lain kecuali saya sendiri turun.
Jarak yang cukup jauh dengan kondisi masih gelap total kami tembus. Alhamdulillah satu keluarga yang memiliki kisah hidup yang mengharu biru dan saksi hidup Tsunami Palu sudah kami evakuasi ke Jemaat Sigibiromaru.
Palu 4 oktober 2018
Yang Amat lemah
Arief Rahman Efendi
Related Posts
Mahasiswa Jamiah Ahmadiyah Indonesia Adakan Kunjungan Akademik Mengenal Kristologi
Ahmadiyah Turut Serta dalam Festival Toleransi 2024
Jemaat Ahmadiyah Indonesia Adakan Acara Saresehan Wawasan Kebangsaan
Pasir Luhur Alias Baturraden | Lokasi Perjuangan Putra Prabu Siliwangi dalam Mencari Calon Permaisuri
MKAI Jabar 2 Meraih Piala Bergilir di Ijtima ASEAN 2024
No Responses