Masroor Library – Kabupaten Sorong, Papua Barat – WARTA “JANG-E-MUQADDAS” JAI DAERAH PAPUA BARAT [27/7]. TESTIMONI alias kesaksian hidup itu disampaikan oleh salah seorang pelaku sejarah konversi agama di Kabupaten Tambrauw yang kini menetap di Kabupaten Sorong. Perpindahan agama dari agama sebelumnya menjadi Muslim bagi suku Abun ternyata tidaklah mudah. Bahkan, konsekuensinya mereka mengalami berbagai intimidasi dan persekusi. Tidak tahan, mereka pun hijrah ke Kabupaten Sorong. Disinilah mereka dapat mengekspresikan keyakinan barunya tanpa intimidasi.
Kisah perpindahan agama itu disampaikan oleh beberapa orang asli Papua dari suku Abun asal Kabupaten Tambrauw. Mereka bermarga Yenjau, Yeblo, Yengre, Yesnath dan Yespian. Marga suku Abun sendiri berjumlah 12 hingga 24 marga. Beberapa marga di antaranya beragama Islam. Yaitu Yeblo, Yenjau dan Yengre serta sebagian yang lain.
“Kami memeluk Islam karena menurut leluhur kami Islam adalah agama pertama yang dipeluk di Kepala Burung Papua sejak abad 17. Sultan Tidore yang membawa agama Islam ke Tambrauw. Meskipun awalnya Sultan hanya ingin mencari burung kuning (cendrawasih), namun akhirnya kami simpati dengan agama Sultan,” ungkap Haji Lukman Yenjau, salah seorang Muslim asal suku Abun.
Kini, Haji Lukman serta beberapa orang suku Abun yang telah memeluk Islam tinggal di Kabupaten dan Kota Sorong. Sekitar 10 KK menempati kawasan Bendungan (Dam) di SP 1, Kecamatan Aimas, Kabupaten Sorong. Sementara yang lainnya tinggal di Klalin 1 dan di ibukota Kabupaten di Aimas. Jumlahnya diperkirakan ada puluhan orang.
Lima orang tokoh yang memprakarsai perpindahan (konversi) agama tersebut adalah Lukman, Yacob, Adam, Darwis dan Hamidah. Oleh sebab itu, intimidasi yang mereka alami ketika masih tinggal di Distrik Sausapor, Kabupaten Tambrauw juga terbilang berat. Bahkan, bekas-bekas intimidasi tersebut menyebabkan gangguan pendengaran bagi salah seorang di antaranya. Ketika bertemu dengan dia, Mubalig Daerah Papua Barat pun harus meminta bantuan putrinya untuk komunikasi dengan bahasa isyarat.
Tahun 2015, salah seorang tokoh awalin Muslim Tambrauw asal suku Abun bermarga Yeblo itu menyatakan baiat. Sayangnya, karena selama empat tahunan jarang dikunjungi, maka hubungan menjadi jauh dan renggang. Ciri kejemaatan pun belum kuat mengakar. Namun, sedapat mungkin Mubalig Daerah Papua Barat dan Ketua JAI Kota Sorong mengunjungi lokasi perkampungan mereka bila sedang ada agenda kunjungan ke Kota dan Kabupaten Sorong.
Termasuk saat Idul Adha 1442 H lalu, untuk di Kampung Tambrauw dilaksanakan penyembelihan hewan kurban berupa sapi. Beberapa hari sebelumnya, Ketua JAI Kota Sorong melakukan survei kesana. Haji Lukman Yenjau dan Saleh pun jumpa di sana. Rencananya, pemotongan sapi akan dilaksanakan pada hari kedua Idul Adha, yaitu Rabu (21/7) pagi.
Sesuai rencana, Rabu pagi itu, Ketua Bpk. Rudiyanto didampingi Sekr. Khas JAI Kota Sorong Bpk. Yulfi Syarif Ahmad pun sudah tiba di lokasi. Ketika sapi sudah tiba diantarkan oleh penjualnya, tim pemotongan pun melakukan koordinasi. Tiga orang tampak melakukan proses penyembelihan terhadap sapi kurban yang berasal dari Tabungan Qurban anggota Jemaat di Jawa tersebut.
“Semua tim pemotongan sapi berasal dari Jawa semua. Jumlahnya ada 10 orang. Mereka adalah pendatang yang tinggal di kawasan jalan besar. Ternyata mereka masih satu RT dengan Kampung Tambrauw,” ujar Ketua JAI Kota Sorong menyebutkan proses dan tim pemotongan disana. “Mereka masih anggota RT dari Ibu Hamidah Yenjau (muslimah awalin).”
“Ketika kami masih di agama sebelumnya, kami telah merasa jijik dan geli saat melihat babi atau anjing. Padahal saat itu, kami dipaksa untuk mengkonsumsinya sebagai tradisi adat atau ritual agama. Saat ini, setelah kami memeluk Islam, kami sudah benar-benar menjauhkan diri dari kedua hewan tersebut. Melihatnya saja merasa jijik,” ungkap Ibu Hamidah Yenjau yang kini dipercaya sebagai Ketua RT disana.
Memang, ini karena Islam sudah mengakar dalam suku Abun di Sausapor, Kabupaten Tambrauw sejak lampau. Leluhur mereka dulu beragama Islam sebelum akhirnya dipaksa masuk ke agama baru yang disebarkan oleh kalangan pekabar Injil dan missionaris. Jejak Islam di Tambrauw sendiri lambat laun menjadi sirna. Hanya ada tuturan dari mulut ke mulut saja bahwa Sultan Tidore pernah datang kesana. Marga Sidik, Aisyah, Syufi dan Najasi pernah dikenal disana, namun saat ini telah hilang.
Proses penetelan daging dan pengepakan pun dilaksanakan. Untuk di Kampung Tambrauw sendiri ada sekitar 10 KK, sedangkan diluar itu ada 23 KK lagi. Jadi totalnya ada 33 KK. Sedangkan untuk anggota Jemaat sendiri jumlahnya ada 10 KK. Ditambah tim pemotongan sebanyak 10 orang. Secara kesuluran ada sekitar 55 paket dengan berat rata-rata 1,5 kg hingga 2 kg diluar tulang-tulang.
“Tahun 2020 lalu, untuk di Sorong begitu juga di lokasi lainnya hanya bisa mengurbankan masing-masing seekor kambing. Tahun ini Daerah Papua Barat mencanangkan Program Tabungan Qurban Sapi sehingga di beberapa kabupaten/kota bisa melaksanakan pemotongan sapi. Diperkirakan, tahun ini ada sekitar 6000 (enam ribu) orang yang menerima manfaat dari semua pengorbanan hewan tersebut,” papar Mubalig Daerah Papua Barat, Rakeeman R.A.M. Jumaan.
Sesuai dengan amanat dari yang berkurban (sohibul qurban) di Daerah Papua Barat, bahwa daging kurban itu bukan hanya untuk anggota Jemaat melainkan juga dibagikan kepada orang asli Papua dan penerima manfaat lainnya. Bila dikalkulasi secara keseluruhan, jumlah orang asli Papua (OAP) yang menerima manfaat ada sekitar 110 KK alias sekitar 1100 orang (18,33%). []
Disusun oleh:
Mln. Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat
Related Posts
Waqf-E-Nou Parents Day Sukses Digelar di Masjid Mahmudah Gondrong Tangerang
Jemaat Ahmadiyah Cibinong Adakan Kelas Waqf-E-Nou
Ansharullah Ahmadiyah Indonesia Adakan Ijtima Nasional 2024
Bekali Public Speaking dan Personal Building | Hadirkan Mentor dari Celebes Public Speaking
DPD Jemaat Ahmadiyah Bogor Hadiri FGD Setara Institute
No Responses