“Pendekatan militer kadang tidak terlalu efektif untuk di Tanah Papua. Sebab, meskipun satu kelompok sudah dihancurkan, maka –karena dendam dari anak-anak keturunannya– maka muncul kelompok baru yang lebih militan. Pendekatan etnografi agaknya lebih efektif. Rangkul semua kepala suku untuk memberikan pernyataan bahwa separatisme tidak akan menyelesaikan masalah dan pembangunan adalah solusinya.”
Masroor Library – Manokwari, Papua Barat [10/1. Kuda besi bernama BeAT (Be Automatic) itu memasuki halaman Lee Cafe & Restaurant di Jalan Merdeka, Manokwari Barat, Manokwari, Papua Barat, Selasa (10/1) malam. Mubalig Daerah Papua Barat pun memakir kuda besi itu di antara kendaraan roda dua lainnya. Tampak di sebelah, ada sebuah Hi-Lux berplat KODAM XVIII/Kasuari yang sudah terparkir lebih dulu. Tak salah, itu adalah kendaraan dinas milik Dandim 1806/Teluk Bintuni.
Lee Cafe & Resto Manokwari menempati lahan yang sebelumnya adalah lahan Bioskop Oriental, yang kemudian berganti nama menjadi Bioskop Intim. Di Manokwari pada tahun 1950-1960 dulu ada dua bioskop, yang satunya lagi berada di depan Lapangan Borarsi dan bernama Bioskop Rex. Kini, Lee Cafe & Resto juga tetap menawarkan live music untuk para pengunjung mirip suasana di bioskop. Bahkan, bangunannya juga tetap masih mirip bioskop yang dulu.
“Saya sudah di dalam, Pak. Bila sudah tiba, langsung masuk saja. Saya bersama beberapa perwira BKO yang akan dikembalikan ke kesatuan masing-masing karena penugasan di Papua sudah selesai.” sebuah notifikasi pesan instan WhatsApp (WA) muncul di layar gawai Mubalig Daerah Papua Barat. Pesan itu dari Letkol. Arh. Patrick Arya Bima, S.I.P., Dandim 1806/Teluk Bintuni.
Setelah menyalami semua yang hadir, Mubalig Daerah Papua Barat pun kemudian duduk di bangku kosong di hadapan Dandim yang sebelumnya pernah ditugaskan di KODAM III/Siliwangi, Jawa Barat itu. “Ketika Skep turun sebagai Dandim, di Bintuni saat itu terjadi penyerangan oleh kelompok separatis teroris (KST). Saya jadi berfikir, solusi apa yang perlu dilakukan di teritorial saya ke depannya agar kasus semacam ini tak terulang lagi.” ujar pemeluk Katolik itu.
“Oleh sebab itu, saya memerlukan orang-orang seperti Bapak yang menguasai wawasan sejarah, etnografi dan antropologi untuk memberikan masukan dan solusi,” kata salah satu Dandim di antara lima Dandim yang berada di bawah KOREM Jazirah Onim tersebut. “Pendekatan militerisme selalunya tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Karena itu saya tertarik dengan kajian Bapak terkait sejarah, etnografi dan antropologi.”
Letkol. Patrick kemudian memperkenalkan satu persatu perwira BKO yang hadir bersamanya. Dari empat perwira, salah seorangnya adalah orang asli Papua, tetapi masih ada keturunan Batak, Sumatra Utara. Seorang lagi keturunan Dayak, tetapi masih ada darah Jawa. Lainnya dari Makassar dan Jawa Tengah. Mereka telah ditugaskan di Papua Barat khususnya di Teluk Bintuni selama satu tahunan.
Selama hampir tiga jam, perbincangan santai itu membahas berbagai pengalaman dari perwira BKO dan tanggapan oleh Mubalig Daerah Papua Barat yang diminta sebagai konsultan. Ternyata para perwira itu pernah ditugaskan di kawasan Kali Tami, Kamundan, Sebyar, Kokoda, Bermes dan lokasi lainnya. Mubalig Daerah menerangkan satu persatu lokasi itu berdasarkan perspektif sejarah, etnografi dan antropologi.
Semua yang hadir tampak terkesima mendapat penjelasan detil dan mendalam. Sehingga salah seorang perwira pun menyebutkan, bahwa dulu ketika baru pertama tiba di Manokwari, pernah mendapatkan pembekalan wawasan etnografi, tetapi tidak mendalam seperti yang disampaikan malam itu. “Dulu yang menjadi narasumber kami orang Papua asli, saya lupa namanya.” kata perwira yang alumnus jurusan Hukum di Universitas Negeri Semarang (UNNES) itu.
Mubalig Daerah Papua Barat pun menyebutkan satu nama yang kemudian dibenarkan oleh perwira itu dan teman-temannya. “Doktor AR, tidak melakukan field research alias penelitian lapangan secara menyeluruh. Studinya didasarkan atas kontribusi dari para mahasiswanya yang berasal dari lokasi-lokasi tersebut. Akibatnya banyak informasi yang simpang siur dan tidak utuh,” papar Mubalig Daerah Papua Barat.
Sebelum acara pertemuan diakhiri tepat pkl. 23:00 WIT, Mubalig Daerah Papua Barat pun memberikan pernyataan untuk Dandim 1806/Teluk Bintuni. Pendekatan kepada para kepala suku di Teluk Bintuni yang mencakup tujuh suku besar disana perlu dilakukan. Cara yang mudah adalah berkomunikasi dengan Ketua Dewan Adat Daerah (DAD) dan Lembaga Masyarakat Adat (LMA). DAD Teluk Bintuni diketuai oleh Tonny Urbon, sedangkan LMA Teluk Bintuni oleh Dr. Jamaludin Iribaram. DAD representasi dari suku-suku Kristen, LMA untuk suku-suku/marga Muslim.
“Pendekatan militer kadang tidak terlalu efektif untuk di Tanah Papua. Sebab, meskipun satu kelompok sudah dihancurkan, maka –karena dendam dari anak-anak keturunannya– maka muncul kelompok baru yang lebih militan. Pendekatan etnografi agaknya lebih efektif. Rangkul semua kepala suku untuk memberikan pernyataan bahwa separatisme tidak akan menyelesaikan masalah dan pembangunan adalah solusinya.” pungkas Mubalig Daerah Papua Barat.
Dandim 1806/Teluk Bintuni menyampaikan terimakasih dan berharap, bila suatu saat Mubalig Daerah Papua Barat melakukan kunjungan ke Teluk Bintuni lagi agar konfirmasi. “Bila Pak nanti jadi ke Distrik Merdey, kabari saja. Nanti saya akan naik menyusul dari Bintuni. Kebetulan, di Merdey, masih belum ada Danramil definitif karena yang ada tidak melakukan MPP sehingga tahun ini akan pensiun.” harapnya. []
Disusun oleh:
Mln. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat
Related Posts
Lomba Tumpeng Dilaksanakan oleh Hostel, Membiasakan Menjadi Chef Setara Hotel
Kunjungan Akademik Mahasiswa Ahmadiyah ke Komunitas Mormon
Ahmadiyah Cibeureum Peringati Tasyakur 117 Tahun Khilafah Ahmadiyah
AGB Gelar Haul Gus Dur Ke-15
Hari Masih Mau’ud JAI Cibeureum | Tasyakur 136 Jemaat Ahmadiyah dan Menyongsong 100 tahun JAI
No Responses