Masroor Library – Istilah Rishta Nata bagi kalangan Jemaat Ahmadiyah, tentunya sudah bukan merupakan suatu hal yang baru lagi karena sering kali didengar bahkan menjadi bahasan menarik yang tidak kunjung selesainya. Apalagi bagi sebagian Khuddam dan Lajnah muda yang aktif di setiap kegiatan Jemaat, istilah ini sudah cukup populer, karena memang yang menjadi objek Rishta Nata adalah mereka.
Namun sejauh ini masih terlihat adanya suatu keprihatinan di lingkungan pengurus Jemaat, karena untuk mewujudkan program Rishta Nata yang memang menjadi program utama yang dicanangkan Hazrat Khalifatul Masih IV ra ini masih kurang mendapat perhatian dari berbagai pihak. Hal lain yang menjadi keprihatinan adalah kurangnya kesadaran baik dari sebagian besar para khuddam dan Lajnah muda maupun para orang tua untuk sama-sama memfokuskan diri terhadap program ini.
Rishta Nata dan Tujuannya
Definisi yang sederhana dari Rishta Nata adalah “suatu proses pernikahan dan membina rumah tangga untuk menuju keluarga surgawi yang didasarkan atas landasan ketakwaan “. Suatu proses pernikahan dengan tujuan hanya semata-mata demi meraih kecintaan Allah Ta‟ala dan dalam upaya mencapai kedekatan kepadaNya. Selama seorang Khuddam atau Lajnah ketika berpikir tentang pernikahan, yang terbayang dalam benaknya hanyalah si Akang yang ganteng atau si Eneng yang cantik jelita, maka hakikat Rishta Nata yang harus menjadi prioritas utama masih jauh dari harapan.
Selama yang ada dibenak si Ujang dan si Nyai, ketika berpikir tentang pernikahan hanyalah tentang pesta pernikahan yang mewah gaun pengantin yang indah, maskawin yang wah… maka tujuan utama program Rishta Nata yang dicanangkan Hz Khalifatul Masih ke IV ra, masih jauh dari jangkauan.
Untuk bisa mengerti apa hakikat sesungguhnya dari program yang dicanangkan beliau ini, marilah kita tengok peristiwa seribu empat ratus tahun yang silam. Di Zaman itu ada satu figure ciptaan Tuhan yang paripurna yang telah memberikan petunjuk, gambaran dan contoh nyata tentang bagaimana cara membina dan menciptakan suatu keluarga Surgawi.
Contoh itu telah ada pada wujud suci Rasulullah SAW. Mari kita tela‟ah, kita jabarkan, kita pahami dan kita wujudkan dalam perilaku kita masing-masing bagaimana Rasulullah SAW mendemonstrasikan tauladan yang sempurna dalam menjalankan roda rumah tangganya sehingga mencapai keluarga surgawi.
Dalam suatu hadits diriwayatkan oleh Hazrat Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Wanita dinikahi karena empat hal karena hartanya, karena status sosialnya (keturunannya), karena kecantikannya, dan karena ketaatan kepada agamanya. Maka hendaklah kamu lebih mengutamakan agamanya, apabila kamu tidak ingin tanganmu dikotori Lumpur (yakni duka-cita). [ HR Bukhari ]
Kalaupun ada ke empat karakter dalam diri calon pasangan hidup kalian, tentunya hal itu merupakan bonus dari Allah Ta’ala. Kalian harus mensyukurinya. Tetapi jangan memaksakan keempat karakter itu harus ada dalam diri pasangan kalian, karena sampai kapan pun kalian tidak akan dapat menemukannya.
Dan akhirnya kalian akan membujang selamanya, sedangkan membujang seumur hidup dalam Islam, tidak diperbolehkan.
Rasulullah SAW bersabda bahwa :
Menikah itu adalah sunnahku, barangsiapa tidak mengikuti sunnahku maka dia bukanlah dari golonganku. [ Ibn. Asakir ]
Barangsiapa meninggalkan (sunnah) menikah hanya karena takut susah ataukarena takut miskin, maka dia bukanlah dari padaku. [ HR Dailami dan Abu Dawwud ]
Di lain riwayat Rasulullah SAW bersabda bahwa :
Menikah itu adalah menjalankan setengah dari agamanya….
Kebaikan-kebaikan yang akan diperoleh seandainya kita menikah dengan orang dari kalangan sendiri atau sesama anggota Jemaat, adalah :
- Kita telah mengikuti aturan Nizam dengan jiwa sami‟na wa atho‟na. Artinya kita telah menjadi seorang Ahmadi yang konsekuen terhadap Ikrar Bai‟at, yang berarti insya Allah akan digolongkan sebagai anggota Ahmadi yang taat. Betapa nikmatnya menjadi hamba-hamba Allah yang taat !
- Menikah dengan sesama anggota berarti akan memperingan dalam hal pembinaan keluarga. Karena kita berada dalam satu Bahtera yang sama, yang mengerti tentang tujuan sebenarnya dari pembinaan keluarga yang dicontohkan Rasulullah SAW. Sebagai sesama anggota Jemaat tentunya saling mengerti akan visi dan misi Jemaat, yang harus diaplikasikan dalam kehidupan keluarga agar tercipta keluarga surgawi.
- Akan memperkokoh jalinan silaturahmi dan ikatan kekeluargaan dalam Jemaat, karena setiap individu senantiasa mengerti tugas masing-masing. Sang khuddam yang menjadi suami mengerti tugas yang diembannya sebagai khadim Ilahi yang harus berjuang demi tegaknya Tauhid Ilahi melalui penghidmatan terhadap umat manusia. Sang Lajnah yang menjadi istri akan mengerti tugas dan tanggung jawabnya baik kepada keluarga maupun kepada Jemaat. Melakukan penghidmatan dengan menjaga harta suami yang diamanatkan kepadanya, memberikan bimbingan terhadap anak-anak buah cinta mereka, mendidiknya sehingga menjadi khadim-khadim yang insya Allah akan berguna bagi Jemaat. Dari ibu yang shaleh dan taat akan terlahir putra-putri yang shaleh dan taat pula. Dengan demikian fungsi masing-masing badan akan berjalan selaras dan saling menunjang. Takala sang suami pergi ke mesjid, sang istri pun turut pula ke mesjid dengan membawa anak-anak mereka, untuk melaksanakan masing-masing tugasnya. Sang Lajnah tidak mendapatkan larangan dari sang suami untuk berkhidmat di Jemaat. Demikian pula sang Khuddam tidak akan mendapatkan rongrongan dari sang istri tatkala ia harus pergi ke mesjid atau ke luar kota untuk urusan jemaat.
- Dari pasangan suami-istri yang ada dalam satu Bahtera, yang sudah saling mengerti tugas dan tanggung jawab masing-masing, insya Allah akan melahirkan anak-anak yang shaleh, dan dengan kesadaran tinggi akan mewakafkan anak-anak mereka melalui “Program Wakaf-in-Nou”, sesuai anjuran Khalifah dalam rangka mengantisipasi perkembangan Islam di masa mendatang. Dari anak-anak wakaf ini diharapkan akan muncul GENERASI BARU yang akan mampu merubah tatanan dunia. Generasi baru yang lebih baik dari generasi saat ini.
Menikah Dengan Bukan Ahmadi Merupakan Pelanggaran Nizam
Menikah dengan bukan Ahmadi, adalah merupakan Pelanggaran Nizam yang serius, yang membuat seseorang dikeluarkan dari Jemaat, dan segala pengorbanannya tidak akan diterima.
Berikut ini kutipan surat Hz Khalifatul Masih V atba, jawaban atas surat yang dikirimkan Sadr Lajnah Imailah Indonesia ( ibu Hj. Chadidjah ), tertanggal 06 Desember 2003, berkenaan dengan masalah Rishta Nata, sebagai berikut :………..
Anda memohon petunjuk ……..
Pertanyaan kedua berkenaan dengan Perkawinan wanita Ahmadi dengan Pria bukan Ahmadi. Telah ada pedoman yang sangat jelas, sejelas Kristal. Dalam kasus-kasus demikian aturan tersebut telah ditegakkan dengan teguh dan panjang lebar, diterangkan pula cara untuk ditaati.
- Menjadi satu kepastian yang jelas bahwa bagaimanapun juga seorang wanita Ahmadi tidak diizinkan menikah di luar lingkungan Jemaat dengan pria bukan Ahmadi. Harus dipahami dengan jelas bahwa perkawinan di luar Jemaat adalah serupa dengan IRTIDAD atau meninggalkan (melepaskan) Ahmadiyah.
- Apabila seorang anggota Lajnah memperlihatkan sikap memberontak dan memberitahukan niatnya untuk menikahi seorang pria bukan Ahmadi dan walaupun diberi peringatan dan nasihat, dia tidak mengindahkan nasihat itu, maka dia harus dikeluarkan dari Nizam Jemaat. Hal itu harus menjadi kewajiban Jemaat dan Pengurus yang berwenang harus melaporkan kasus tersebut ke Pusat serta menganjurkan agar orang tersebut dikeluarkan (dari Jemaat).
- Ada hal-hal yang harus diingat (diperhatikan) ketika berurusan dengan masalah seperti itu dan harus memastikan siapa yang melaksanakan upacara pernikahan tersebut. Jika dia seorang Ahmadi maka artinya dia juga bersikap menentang aturan (ketentuan) serta tata cara yang telah ditetapkan oleh Jemaat dan kepadanya dapat dikenakan sangsi yang direkomendasikan.
- Jika seorang anggota Lajnah memohon kepada Nizam Jemaat untuk diizinkan (diperbolehkan) serta menggunakan pengaruhnya yang besar guna mencapai tujuannya, dan tetap meneruskan proses perkawinan tanpa mempertimbangkan bahwa Jemaat belum memberikan keputusan apapun maka dia juga melanggar disiplin Jemaat.
- Kemudian yang terakhir, jika seorang anggota Lajnah tidak berusaha untuk menghubungi Jemaat atau tidak pula memberitahukan niatnya untuk menikah dengan pria bukan Ahmadi, maka sehubungan dengan hal itu Jemaat harus melakukan prosedur yang telah ditetapkan untuk mengeluarkan dia serta orang-orang (Ahmadi) yang mempunyai kaitan dengan perkawinannya. Pula harus menjadi suatu yang sangat jelas bahwa seseorang yang sudah menikah dengan pria bukan Ahmadi dan dia telah dikeluarkan dari Nizam Jemaat, maka penegasan pengulangan kembali baiatnya tidak secara otomatis menjadi semacam jaminan bahwa dia dimaafkan serta dapat mengembalikan statusnya sebagai seorang Ahmadi.
Berikut ini kutipan Terjemahan Surat Additional Vakilut Tabshir, London, tgl. 29 Januari 2001.
HAZRAT MASIH MAU‟UD a.s. telah mengeluarkan dari Ahmadiyyah seorang wanita Ahmadi yang menikah dengan bukan Ahmadi. Bagaimana mungkin dia (wanita) itu bisa menjadi anggota Lajnah atau Pengurus Lajnah.
Berikut ini kutipan Terjemahan Surat Wakilul A‟la, Rabwah Pakistan kepada bp.
Amir Nasional, tgl. 21 Pebruari 2004.
Sebagai anggota Jemaat masih ada yang suka mengundang mereka yang dikenai sanksi hukuman oleh Jemaat kedalam acara-acara mereka atau acara-acara social lainnya (Undangan pernikahan dsb. Pent). Hal ini handaklah sekali-kali jangan lagi dilakukan. Sekedar bercakap-cakap saja masih dapat diperkenankan, akan tetapi mengadakan hubungan erat dalam hal kemasyarakatan dengan mereka harus dijauhi. Orang-orang dikenai sanksi hukuman oleh Jemaat ini memang tidak semestinya harus diboikot secara total, akan tetapi kita perlu membuat mereka merasakan sikap ke-tidak-sukaan kita, sebab kalau tidak, mereka tidak akan pernah mau menyadari kesalahan mereka. Bukan hanya pengorbanan-pengorbanan mereka seperti Chandah dan sebagainya saja yang tidak boleh diterima, tetapi mereka ini juga jangan diundang untuk ikut serta dalam pertemuan-pertemuan sosial,sehingga dengan demikian mereka mudah-mudahan dapat menyesali kesalahan-kesalahan mereka dan bertobat serta ber Istighfar.
Melanggar Aturan Nizam Berarti kelur Dari Jemaat
Salah satu jenis pelanggaran yang paling menonjol di kalangan Ahmadi di Negara Indonesia adalah pelanggaran terhadap aturan pernikahan yang telah ditetapkan Nizam, yaitu “Ahmadi harus menikah dengan Ahmadi lagi”. Di negara Indonesia yang kita cintai ini banyak yang tidak mengindahkan aturan ini.“Para orang tua Ahmadi rela membiarkan putra-putrinya menikah dengan bukan Ahmadi”. Padahal sudah jelas Hazrat Masih Mau‟ud as, sejak satu abad yang lalu (tahun 1889)telah mewanti-wanti agar jangan menikahkan putra-putri Ahmadi dengan putra-putri Non Ahmadi, karena hal itu akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan generasi Jemaat di masa mendatang.
Apabila orang tua Ahmadi konsekuen dengan aturan pernikahan ini, bahwa mereka tidak menikahkan putra-putri mereka dengan Non-Ahmadi, maka perkembangan Jemaat ini dari anak cucunya saja, dari tahun ke tahun akan berkembang dengan sangat pesat. Apabila para Ahmadi taat serta patuh terhadap aturan yang telah ditetapkan Nizam, maka kurun waktu 80 tahun cukuplah kiranyauntuk menjadikan Jemaat Indonesia memperoleh kemajuan yang signifikan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Berikut ini Fatwa Hazrat Masih Mau‟ud yang beliau sampaikan pada tgl. 07 Juni 1889, sebagai berikut :
“Oleh karena Jemaat kita kian berderap maju dan meningkat terus berkat rahmat, kasih-sayang dan karunia Allah, sedang jumlahnya sudah mencapai angka ribuan dan di masa mendatang akan meningkat sampai ratusan ribu orang, agaknya sudah tiba saatnya kalau dibuat suatu pengelolaan untuk mengawinkan pemuda dan pemudi (Ahmadi) supaya tercipta keserasian hidup antara mereka serta guna melindungi mereka dari akibat-akibat pengaruh buruk keluarga mereka.
Ternyata sekarang sudah mustahil untuk terus melangsungkan perkawinan dengan pasangan dari keluarga yang berada di bawah pengaruh kiayi yang bersikap tak bersahabat, berpurbasangka, memusuhi dan membenci hingga ambang batas puncak, lain hal kalau mereka bertobat lalu masuk ke dalam haribaan Jemaat. Dan sekarang Jemaat sekelumitpun tidak bergantung pada mereka. Di kalangan Jemaat terdapat banyak bilangan orang yang mempunyai nilai lebih dari orang lain dalam harta, kekayaan, pengetahuan, kecemerlangan, keturunan,kesalehan, dan ketakwaan. Sedangkan orang-orang Islam dari segala lapisan hidup terdapat di dalam Jemaat ini, maka Jemaat kita sama sekali tidak perlu mengadakan hubungan perkawinan baru dengan orang-orang yang mencap ktia kafir dan menyebut kita Dajjal atau mungkin saja tidak menyebut kita kafir namun mereka memuji serta mengikuti langkah mereka itu.
Ingat, jika seseorang tidak dapat meninggalkan mereka, ia tidak layak masuk ke dalam Jemaat kita.Selama seorang saudara tidak meninggalkan saudaranya, atau seorang ayah tidak meninggalkan anaknya demi mempertahankan nilai-nilai kesalehan dan kebenaran, dia bukanlah dari kita. Maka itu seluruh Jemaat harus menyimak dengan baik bahwa adalah penting bagi seseorang yang benar memathuhi syarat-syarat ini. Oleh sebab itu aku telah mengatur agar di masa yang akan dating aku harus memiliki sebuah daftar, yang bersifat rahasia, tempat memuat nama-nama para pemuda dan para pemudi dari kalangan Jemaat ini. Jika orang tua seorang anak gadis atau pemuda tidak menemukan jodohnya di kalangan keluarga mereka sendiri yang Ahmadi lagi mukhlis serta dapat memenuhi kepuasan hati mereka, maka menjadi keharusan bagi mereka memperkenalkan kami mencari bagi mereka jodoh-jodoh dari kalangan Jemaat. Setiap orang harus yakin bahwa kami akan menjajagi hal itu, sebagai simpatisan-simpatisan sejati serta akan sejauh mungkin memperhatikan untuk mereka mendapatkan pasangan dari status social / suku-bangsa mereka, atau pasangan itu harus dari kalangan yang mengharuskan kawin di antara mereka sendiri. Syarat paling bermakna yang harus mendapat perhatian adalah bahwa pemuda ataupun gadis itu hendaknya seorang yang mukhlis, sopan, dan menampakkan ciri-ciri tabiat yang baik.
Registrasi ini akan dirahasiakan dari waktu ke waktu, menurut situasi dan kondisi, informasi akan dapat diberikan (kepada orang yang serius berminat, peny,). Penilaian tentang kepribadian dimiliki oleh seorang gadis atau seorang pemuda tertentu tidak akan disampaikan kalau saja kelayakannya serta peri lakunya yang baik tidak terbukti. Maka itu wajib atas sahabat-sahabat kami yang mukhlis agar sudi mengirimkan kepada kami daftar nama-nama anak-anak mereka berikut catatan tentang umur, tingkatan sosial, suku bangsa, dll., untuk dimasukandalam buku registrasi.
Oleh: Bagus Sugiarto
Sumber: Buku Rishtanata yang dipublikasikan oleh PPMAI.ID
No Responses