Sekarang, milik siapa kekayaan itu? Kekayaan itu milik anak yatim dan orang miskin dan ketika para ulama mulai membahas hal ini, mereka selalu menghubungkan kata ganti قِيَامًا dengan kekayaan dan mereka tidak benar-benar mencari alasan tetapi mereka mencari alasan untuk membenarkan pandangan mereka tentang hal ini dan jelas sekali bahwa mereka tidak dapat benar-benar membuatnya berhasil. Mereka mengatakan di sana itu menyatakan “kekayaan Anda” padahal kekayaan itu sebenarnya milik anak yatim dan قِيَامًا; itu adalah Qiyam atau sarana pendukung untuk Anda.
Jadi tentang apa semua ini apa artinya ini? Tentang ini saya menjelaskan bahwa jika makna ini diterima karena semua orang telah menerima ini kenyataannya, kekayaan nasional diperlukan agar perekonomian dapat bertahan hidup dan dalam kasus-kasus di mana banyak kemungkinan muncul seseorang yang tidak mampu menangani kekayaan dan memenuhi persyaratan perdagangan yang diperlukan, maka perekonomian dapat hancur, apalagi jika rasio ini meningkat. Berapa banyak Muslim yang ada di Madinah? Jumlah kejadian seperti itu muncul di Madinah sangat banyak dibandingkan dengan populasi mereka sehingga mereka pasti dapat mempengaruhi sistem ekonomi jika mereka tidak diberkati dengan ajaran yang jelas. Oleh karena itu, makna itu benar tidak salah. Kekayaan adalah sarana penopang dan penopang bagi bangsa tetapi penguasaan individu bukan milik bangsa melainkan milik anak yatim.
Makna kedua yang saya sajikan tidak menyebabkan masalah yang sama, melainkan berfungsi sebagai tafsir atas ayat itu sendiri. Terjemahan akan menjadi pertama, Allah menyatakan فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ bukan ayat sebelum ini, ayat yang mengatakanوَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا
Serta jangan memberikan kepada yang miskin atau yatim piatu, tidak, bukan yatim piatu, tetapi, “dan jangan berikan kepada orang bodoh harta Anda الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا yang telah Allah jadikan sebagai sarana pendukung bagi Anda .وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ dan kemudian, beri mereka pakaian bagus untuk dipakai dan makanan enak untuk dimakan.
Makna lain yang saya ambil dari sini adalah pemilik kekayaan mungkin bukan yatim piatu atau miskin, mereka mungkin orang-orang yang sangat miskin yang sebenarnya tidak memiliki kekayaan. Dalam kasus seperti itu, terlepas dari kenyataan kekayaan itu bukan milik mereka, itu milik Anda. Oleh karena itu, Anda harus menjaga mereka dan menjadi kewajiban bagi Anda untuk memenuhi kebutuhan mereka. Jadi, ini adalah salah satu terjemahan yang saya sajikan yang persis sama dengan terjemahan pertama yang saya sajikan juga. Artinya, ini adalah Qiyam atau sarana pendukung bagi Anda, namun merupakan kewajiban untuk memberi manfaat kepada orang lain melalui ini.
Sekarang terjemahan lain yang akan saya sajikan adalah yang sebelumnya saya hindari. Satu terjemahan yang saya berikan tentang ini adalah kekayaan yang untuknya Anda telah dijadikan Qiyam. Kekayaan yang tidak dapat Anda percayai sesuai dengan Qiyam. Karena terjemahan ini tampaknya bertentangan dengan tata bahasa, itulah sebabnya banyak komentator tidak pernah berpikir ke arah ini. Padahal sebenarnya, terjemahan ini tidak bertentangan dengan tata bahasa. Tidak perlu mencari alasan untuk membenarkan terjemahan ini. Terjemahan ini akan bertepatan dengan aturan tata bahasa Arab dan akan menjadi salah satu terjemahan berkualitas tinggi. Terjemahan itu adalah janganlah kalian serahkan kekayaan kalian kepada ahli waris yang masih lemah akalnya الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ yang telah dipercayakan Tuhan Yang Maha Kuasa kepada Anda sebagai sarana pendukung. قِيَامًا artinya kekayaan ini telah dipercayakan kepadamu sebagai alat penunjang dan itulah sebabnya Tuhan berkata “hartamu”, karena kamu adalah Qiyam atau alat penunjang. Jadi kata قِيَامًا adalah manshub dalam arti karena kamu adalah alat penunjang bagi mereka, itulah mengapa kekayaan ini dipercayakan kepadamu dan itulah mengapa ini disebut sebagai kekayaanmu. Namun nyatanya, ini tidak akan menjadi kekayaan Anda seperti itu. Jadi, terjemahan ini mutlak sesuai menurut tata bahasa Arab dan konteks ayat ini.
Ada baiknya Anda meminta klarifikasi lebih lanjut tentang ini. Aneh, sarjana lain tidak berpikir untuk mengajukan pertanyaan ini, atau mereka mungkin telah memikirkannya dan mungkin ragu-ragu untuk bertanya tetapi itu perlu untuk ditanyakan. Anda melakukan hal yang baik untuk bertanya, Jazakallah. Apakah sekarang sudah jelas Imam Sahib?
Imam Sahib: Ya, memang sangat jelas.
Hudhur: Di sini قِيَامًا tidak mengacu pada kekayaan melainkan pada orang-orang itu. قِيَامًا dalam arti apa? Dalam arti mereka telah dimintai pertanggungjawaban atas kekayaan ini. Tanggung jawab ini telah diletakkan pada Anda, kekayaan ini telah dipercayakan kepada Anda, لَكُمْ اَیْ قِیَامًا dalam kapasitas bahwa Anda adalah Qayam atau sarana pendukung. Pertanyaan selanjutnya…
PS Sahib: Pertanyaan kedua adalah bahwa ketika membahas periode waktu di mana Surat Al-Nisa diturunkan, Hudhur menyebutkan bahwa seorang orientalis mengatakan ini adalah Surah yang diturunkan di Madinah dan beberapa ayat juga tidak sesuai dengan keadaan waktu saat ayat-ayat tersebut diwahyukan. Dalam hal ini ayat yang dibahas adalah يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
Hudhur: Ya, saya mengerti, Anda punya referensi untuk itu kan?
PS Sahib: Ya, ada.
Hudhur: Tidak apa-apa, Anda boleh membacanya.
PS Sahib: Baiklah
Hudhur: Tapi hal sebelum itu, saya akan menjelaskan keseluruhan latar belakang ini.
PS Sahib: Baiklah
Hudhur: Ketika kita membahas ayat sebelumnya, saya menyebutkan bahwa Wherry telah mengajukan pertanyaan ini dan selain dia, Noldeke atau Noldique bagaimanapun namanya dilafalkan, yang adalah merupakan seorang orientalis Jerman. Ia juga mengajukan pertanyaan ini bahwa meskipun Surah Al-Nisa adalah surah yang diturunkan di Madinah, tetapi beberapa ayat dari surah ini diturunkan di Mekah atau mereka mengatakan meskipun Surah Al -Nisa diturunkan di Madinah, tetapi beberapa ayat dari Surah ini diturunkan pada saat pertempuran Uhud, pertempuran Badar, pertempuran Badar kedua atau pertempuran yang terjadi setelah pertempuran Uhud terjadi dan selama itu ketika mereka (umat Muslim) bentrok dengan suku Banu Qainuqa. Tetapi kedua orientalis ini mengatakan beberapa ayat dari Surah ini tidak diturunkan pada zaman ini. Mereka mengatakan sebagian diturunkan pada permulaan era Madaniah dan sebagian lagi setelah era yang menurut Noldeke atau Noldique diturunkan di Mekah. Dalam hal inilah saya meminta referensi ini.
Ketika Noldeke mengatakan beberapa ayat diturunkan di Mekah, itu tidak berarti ayat-ayat itu diturunkan sebelum zaman Madaniah. Dia hanya bermaksud untuk mengatakan bahwa ketika Nabi SAW kembali ke Mekah, saat itulah ayat-ayat ini diturunkan kepadanya dan itulah sebabnya mereka disebut sebagai ayat-ayat yang diturunkan di Mekah.
Namun, akademisi lain telah menjelaskan bahwa istilah Madaniah dan Makkiahmtidak berarti ayat ini dan itu diturunkan di Madinah atau di Mekah. Artinya, ayat-ayat itu diturunkan sebelum Hijrahatau setelah Hijrah. Jadi ketika dia mengatakan ayat-ayat ini adalah Makkiah (diturunkan di Mekah), itu tidak berarti bahwa ayat-ayat ini diturunkan sebelum Hijrah.
Demikian pula, sebagaimana Wherry juga telah membicarakan hal ini; dia tidak mengacu pada ayat yang secara khusus diturunkan di Mekah, dia tidak mengatakan ayat-ayat itu diturunkan sebelum Hijrah. Dia mengatakan mungkin telah diturunkan pada awal Hijrah dan cara yang aneh dia membuat kesimpulan adalah dia mengatakan bahwa yang ditujukan pada kalimat یَا اَیُّھَا النَّاسُ; meskipun sebenarnya tidak disebutkan dalam referensi yang dia sajikan. Saya tidak tahu apakah ada kesalahan dalam referensi atau tidak. Namun, saya menyampaikan apa yang harus dipahami kepada Anda. Dia mengatakan bahwa Nabi SAW na’udzubillah, telah menjilat orang-orang Yahudi demi menyenangkan mereka di awal era Mekah. Itulah mengapa ketika penentangan terjadi, maka hubungan baik pun tidak ada lagi. Jadi dalam ayat-ayat ini, (dia mengatakan bahwa karena) tingkat tertinggi dari ajaran keadilan yang berkaitan dengan orang Yahudi telah diberikan dan karena kualitas baik mereka juga telah disebutkan, itulah mengapa mereka harus diturunkan sebelum Hijrah. Dengan kata lain, jika seseorang melihat ini dari sudut pandang prasangka dan jika seseorang mengabaikan fakta sejarah atau jika semangat mulia Islam tidak dipahami maka seseorang harus menarik kesimpulan ayat-ayat ini diturunkan sebelumnya Hijrah.
Tetapi faktanya adalah ayat-ayat tersebut tidak dapat dikeluarkan dan ditempatkan di tempat lain dengan ayat-ayat lain yang diturunkan dari zaman itu karena surat Al-Qur’an ini saling berhubungan erat. Setiap ayat dalam Surah ini berkaitan erat dengan ayat-ayat sebelumnya dan juga ayat-ayat sesudahnya. Oleh karena itu, jika —dengan berpijak kepada anggapan yang tidak berdasar— seseorang mengatakan karena orang-orang Yahudi telah dipuji dalam ayat-ayat tertentu, maka pasti ayat-ayat ini telah wahyukan sebelum Hijrah adalah sebuah kebohongan yang nyata. Ayat-ayat itu ditempatkan di tempat yang paling tepat.
Indikasi kecil lainnya yang kami temukan adalah kalimat sapaan يَا أَيُّهَا النَّاسُ “wahai manusia!“ biasa digunakan bahkan sebelum mereka (umat Muslim) mengenal Ahli Kitab. Setelah mereka mengenal ahli kitab, kalimat penujuan tersebut tidak lagi digunakan dan kalimat یَا اَھْلَ الْکِتَابِ“Wahai Ahlul Kitab!” atau یَا اَیُّھَا الْمُؤْمِنُوْن“Wahai orang-orang beriman!” atau يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ “Hai orang-orang yang beriman, takutlah kepada Allah”. Jadi, dengan cara inilah orang-orang beriman atau ahli kitab mulai disapa.
Di satu sisi, era Mekah tertinggal di mana orang-orang disapa secara terbatas karena orang-orang pada saat itu tidak takut akan Tuhan, juga tidak termasuk orang-orang yang membaca kitab. Orang-orang pada waktu itu hanya disebut sebagai النَّاسُ. Itu membantah klaim ini sehingga saya bertanya untuk mencari tahu tentang era manakah ayat يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا diturunkan. Ayat dengan أَيُّهَا النَّاسُ ini adalah salah satu yang diterima oleh Wherry dan oleh semua orientalis lainnya bahwa ini diturunkan di Mekah dan bahasan ini telah dibahas di sana. Ungkapan-ungkapan ini tidak terbatas pada orang-orang Mekah atau para penyembah berhala. قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ Katakanlah, hai umat manusia, tidak peduli di mana Anda tinggal di dunia ini, apakah itu di Mekah, Madinah, Arab atau di negara non-Arab, إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا. Aku adalah rasul kepada kamu sekalian, dengan ayat ini dan ungkapan يَا أَيُّهَا النَّاسُ ini hanya lebih jauh untuk menunjukkan dan membuktikan bahwa ayat ini sebenarnya diturunkan di Mekah.
Lebih jauh juga menunjukkan keindahan subjek ayat ini juga dalam pandangan ke depan Nabi SAW dan di sisi Allah, mereka tidak pernah hanya orang Mekah, mereka dianggap sebagai manusia dan ini juga merupakan ajaran umum pada saat itu. Ketika orang-orang tertentu dibicarakan kemudian ajaran-ajaran diturunkan sambil mengingat mereka. Dan ketika rincian syariat disebutkan, maka orang yang takut akan Tuhan dan orang-orang beriman telah dibahas secara khusus. Era itu adalah era di mana ajaran yang terdiri dari prinsip-prinsip terbesar diturunkan dan di era di mana nubuat tentang era masa depan dibuat. Untuk memuaskan umat manusia ada nubuatan yang sangat menentukan tentang masa depan sehingga jelas terlihat bahwa orang yang membuat nubuatan ini tidak berbicara atas kemauannya sendiri. Ini adalah seseorang yang berbicara sebagai wakil Tuhan yang Yang Tahu yang tak terlihat. Jadi, inilah kenyataannya. Sekarang fakta sejarah yang telah kita gali menunjukkan ini berasal dari masa yang lebih awal. Sekarang, bacalah referensi dari Bukhari.
PS Sahib: Ya, referensi ini dari Sahih Bukhari, Kitab-ul-Tafsir. Pada suatu kesempatan, Hadhrat Abu Bakar RA dan Hadhrat Umar RA memiliki perselisihan di antara mereka tentang sesuatu dan kemudian masalah itu disampaikan di hadapan Nabi SAW di mana beliau bersabda,
هَلْ أَنْتُمْ تَارِكُونَ لِي صَاحِبِي هَلْ أَنْتُمْ تَارِكُونَ لِي صَاحِبِي إِنِّي قُلْتُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا فَقُلْتُمْ كَذَبْتَ وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ صَدَقْتَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Bukankah kalian pernah meninggalkan sahabatku untukku, Bukankah kalian pernah meninggalkan sahabatku untukku? Sesungguhnya aku pernah berkata; Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah utusan kepada kalian semua, lalu kalian katakan; ‘Anda telah berdusta, namun Abu Bakar berkata; ‘Anda benar.’
Hudhur: Referensi ini sangat unik. Referensi ini berasal dari masa ketika Islam baru saja dimulai. Hadhrat Umar RA dan banyak sahabat lainnya belum menerima Islam.
Ada perselisihan yang dibawa ke hadapan Nabi SAW di mana Hadhrat Abu Bakar Siddiq RA dan Hadhrat Umar Al-Khattab, itu Hadhrat Umar Ibn-ul-Khattab kan, Ibn-ul-Khattab?
PS Sahib: Ya
Hudhur: Gelar Hadhrat Umar sebenarnya adalah Al-Farooq. Tapi bagaimanapun, ada perselisihan di antara mereka. Perselisihan senatiasa terjadi dari waktu ke waktu. Nabi Suci SAW percaya bahwa Hadhrat Abu Bakar RA adalah orang yang telah dianiaya dan merasa sedih karena fakta bahwa Hadhrat Abu Bakar RA telah diperlakukan dengan kasar oleh beberapa sahabat lainnya. Menanggapi ini, Nabi SAW bersabda, “Apakah aku akan meninggalkan sahabatku sendiri?هَلْ أَنْتُمْ تَارِكُونَ لِي صَاحِبِي Apakah kalian akan meninggalkan dia sendirian demi aku? إِنِّي قُلْتُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا فَقُلْتُمْ كَذَبْتَ وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ صَدَقْتَ Dia (Hadhrat Abu Bakr) adalah sahabat yang ketika aku mengumumkan, يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا orang-orang mengatakan bahwa aku berbohong sedangkan dia berkata bahwa aku jujur.”
Ini adalah referensi yang luar biasa. Alasan kedekatan beliau dengannya (Hadhrat Abu Bakar) disebutkan dengan jelas dan itu semata-mata demi Allah. Beliau seorang yang tampil dengan kesaksiannya seorang yang pemberani, seorang yang tidak peduli sedikit pun tentang apa yang mungkin dipikirkan orang Mekah terhadapnya, dia membahayakan kedudukan dan kehormatannya sendiri dan mempertaruhkan semuanya itu untuk direnggut darinya.
Hadhrat Abu Bakar RA membuktikan kebenaran Nabi SAW dalam keadaan ini dan membacakan ayat يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا yang berarti bahwa pada permulaan wahyu Alquran adalah pendakwaan telah dibuat secara terbuka oleh Nabi Muhammad SAW bahwa beliau SAW adalah Nabi bagi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, salah besar untuk mengatakan bentuk sapaan kepada orang-orang berangsur-angsur berubah atau ahli kitab secara bertahap dimasukkan ke dalam yang ditujunya dalam sapaan atau agama lain juga secara bertahap dimasukkan ke dalam dakwahnya. Jadi, inilah yang ingin saya jelaskan. Sekarang apakah kita memiliki pertanyaan dari seseorang yang merupakan anggota setempat di sini? Apakah ada yang lokal atau tidak, maksud saya, apakah ada pertanyaan lain? Ya, lanjutkan. Dr Sahib berdiri untuk mengajukan pertanyaan.
Penanya: Hudhur, beberapa hari yang lalu…
Hudhur: Siapa nama Anda?
Penanya: Dr Tariq, Hudhur
Hudhur: Perkenalkan diri Anda, Anda dari Tharparkar?
Penanya. Ya Hudhur, saya dari Kundhi.
Hudhur: Anda berasal dari Kundhi?
Penanya: Ya Hudhur
Hudhur: Dan Anda telah menikah dengan seseorang di sini di Inggris, Mashallah?
Penanya: Ya Hudhur
Hudhur: Dan Anda juga telah mendedikasikan hidup Anda untuk sementara waktu untuk berkhidmat di Tanzania?
Penanya: Ya
Hudhur: Baiklah, sekarang ajukan pertanyaan Anda.
Penanya: Hudhur, beberapa hari yang lalu masalah AIDS dibahas dalam Dars dan dalam hal ini pertanyaan saya, Hudhur menyebutkan Hadhrat Masih Mau’ud RA telah mengatakan bahwa wabah penyakit tertentu akan menyebar.
Hudhur: Baiklah
Penanya: Ketika wabah dibandingkan dengan AIDS, jelas bahwa penderitaan AIDS terkait langsung dengan perilaku amoral seseorang sedangkan wabah tidak secara langsung terkait dengan perilaku amoral seseorang. Jadi, dapatkah kita katakan jika AIDS telah berkembang sebagai tanda kebenaran Hadhrat Masih Mau’ud RA maka janji اِنِّی اُحَافِظُ کُلَّ مَنْ فِی الدَّار yang diwahyukan dengan Hadhrat Masih Mau’ud AS, apakah itu akan tergenapi pada misi inidalam kaitannya dengan AIDS?
Hudhur: Pertanyaan Anda ini juga telah ditanyakan oleh orang lain dalam bentuk surat dan ada baiknya Anda mengingatkan saya tentang itu, pertanyaan ini perlu dijawab. Pada awalnya, pertanyaan Anda sepertinya mengarah ke arah lain tetapi kemudian arahnya berubah. Seharusnya ada dua pertanyaan yang diajukan. Satu pertanyaan adalah wabah (AIDS) ini jika kita menyebutnya sebagai sejenis wabah adalah penyakit yang terkait dengan perilaku tidak bermoral. Wabah yang berkembang untuk mendukung klaim benar dari Hadhrat Masih Mau’ud RA tidak terkait dengan perilaku amoral. Pendakwaan beliau itu sebenarnya terkait dengan menolak kebenaran. Anda mungkin telah melupakan fakta bahwa saya juga menghubungkan ini dengan Hadits Nabi SAW yang menubuatkan suatu saat akan tiba ketika wabah jenis tertentu akan berkembang sebagai hukuman dan hukuman itu akan disebabkan oleh perilaku amoral. Apakah Anda mengerti?
Penanya: Ya
Hudhur: Oleh karena itu, aspek perilaku tidak bermoral termasuk di dalamnya. Yang perlu kita tentukan adalah apakah aspek menolak kebenaran juga termasuk dalam ini atau tidak? Saya menyebutkan nubuatan Hadhrat Masih Mau’ud RA untuk mendukung aspek menolak kebenaran dan mengatakan bahwa beliau juga bernubuat tentang jenis wabah tertentu yang akan berkembang di masa depan sebagai hukuman dan aspek penolakan kebenaran jauh lebih menonjol. Beliau tidak berbicara tentang aspek perilaku amoral. Jadi, wabah yang terkait dengan perilaku tidak bermoral dan yang secara alami berkembang sebagai akibat dari perilaku tidak bermoral; jika Tuhan Yang Maha Kuasa berkehendak mewujudkan hal itu untuk mendukung Masih Mau’ud AS, maka tidak ada salahnya. Bencana alam juga terwujud untuk mendukung Hadhrat Masih Mau’ud RA juga. Jadi ini dapat dianggap sebagai malapetaka yang bisa terwujud untuk mendukung Masih Mau’ud AS, ini adalah satu aspek.
Aspek kedua adalah ketika saya mengatakan ini, tidak berarti siapa pun yang menjadi Ahmadi [akan otomatis terhindar darinya]; seseorang yang melakukan tindakan yang dapat menyebabkan AIDS, dan AIDS [secara aktif] hanya dapat diderita oleh seseorang yang melakukan sesuatu yang tidak bermoral. Jadi tidak ada jaminan bahwa seseorang yang melakukan tindakan tersebut akan diselamatkan dari tertular jika dia menjadi seorang Ahmadi. Dalam frasa مَنْ فِی الدَّار mencakup fakta bahwa siapa pun yang berada di dalam empat dinding ini akan diselamatkan. Hadhrat Masih Mau’ud AS dengan jelas menjelaskan bahwa الدَّار tidak hanya mengacu pada empat dinding rumah fisik beliau, melainkan pada empat dinding ajaran beliau. Beliau telah menjelaskan bahasan ini dalam buku beliau Bahtera Nuh dengan menyamakan الدَّار dengan bahtera dan telah menjelaskan berulang kali bahwa seseorang hanya akan diselamatkan jika mereka berada di dalam bahtera. Bagaimana seseorang bisa diselamatkan jika mereka tidak berada di dalam bahtera? Ahlul-Bait juga merupakan الدَّار. Putra Nuh RA tidak diselamatkan meskipun dia termasuk di antara Ahlul-Bait tetapi dia tidak masuk dalam الدَّار. Dia tidak termasuk dalam Al-Bait dan karena itu, dia tidak bisa diselamatkan
Darsul Quran 167 – 04.02.1996
Hadhrat Khalifatul Masih IV, Hadhrat Mirza Tahir Ahmad (rha)
Pengalih bahasa: Dodi Kurniawan;
Editor: Mln. Dildaar A.D.
No Responses