“Kekurangan sarana-sarana perhubungan yang nyata (memang ada pesawat-pesawat terbang, tetapi tidak ada jalan-jalan) membuat komunikasi daerah-daerah pesisir dengan daerah-daerah pedalaman menjadi sulit dan mahal. Isolasi ini belum didobrak secara definitif.”
Masroor Library – Tiga puluh enam tahun lalu, Jan Boelaars, M.S.C. telah menuliskan dalam bukunya, Manusia Irian: Dahulu, Sekarang dan Masa Depan, yang diterbitkan oleh PT Gramedia Jakarta hlm. 222, bahwa ketiadaan jalan-jalan yang menghubungkan antara daerah pesisir dengan daerah pedalaman menjadi penyebab mahal dan sulitnya sarana perhubungan.
Meskipun disebutkan bahwa pesawat-pesawat telah ada dan melayani ke pelosok pedalaman, tetapi tetap saja, ketiadaan jalan-jalan itu masih menjadi kendala utama. Hal ini dikarenakan, pesawat hanya dapat membawa orang tetapi sedikit saja barang. Sedangkan barang-barang itu, juga sangat diperlukan dalam kehidupan manusia, termasuk yang tinggal di pedalaman.
Salah satu yang vital adalah barang kebutuhan hidup dan juga peralatan pendidikan (alat peraga). Dilihat dari nilai pendidikan, ketiadaan alat peraga, akan menyebabkan pembelajaran di pedalaman menjadi kurang maksimal. Begitu juga bila dilihat dari nilai ekonomis, lalu-lalang barang dari dan keluar pedalaman menjadi faktor utama perkembangan suatu daerah.
Oleh sebab itu, Romo Katolik dan dosen Etnografi & Antropologi asal Belanda di berbagai kampus di Indonesia itu menegaskan:
“Hidup di daerah pedalaman sudah sulit bagi orang-orang dari daerah lain di Irian yang lain, apalagi bagi orang-orang dari pulau yang lain. Hal itu memang dan tetap merupakan suatu tugas yang besar bagi mereka, yang toh mau memikulnya, dapat dipandang sebagai suatu beban tersendiri. Bukan hanya persoalan memperoleh tenaga-tenaga guru sangat sulit, melainkan juga masalah pengangkutan alat-alat pengajaran sangat terbatas dan mengalami banyak hambatan.”
SARANA TRANSPORTASI PADA MASA BELANDA
Guna mengatasi hambatan transportasi, pemerintah Nederland Nieuw Guinea (Belanda) mulai membangun jalan penghubung antara Teminabuan dengan Ayamaru. Program ini mulai dilaksanakan sejak Nopember 1958 atau enam tahun sejak Ayamaru dijadikan sebagai pusat pemerintahan Onder-Afdeeling dan ditempatkan seorang Hoofd van Plaatselijk Bestuur (HPB) alias Kepala Pemerintahan Lokal disana.
Dengan memanfaatkan sumber daya setempat, puluhan kilometer jalan penghubung itu mulai dibangun. Di beberapa sungai juga mulai dibuat jembatan kayu. Jembatan itu masih terlihat sangat sederhana, di atasnya diletakkan kayu-kayu kecil yang kemudian ditutup dengan tanah dan pasir.
Begitu juga untuk membuka hubungan dengan lokasi lain dengan cepat, maka pesawat udara pun mulai dipergunakan. Jalur Manokwari, Biak, Sorong dan Kaimana ke Teminabuan dilayani dengan pesawat Havilland Canada Beaver yang dapat mendarat di air. Penerbangan dari Teminabuan ke Ayamaru dimulai pada 1 Desember 1958 oleh De Kroonduif.
De Kroonduif merupakan anak maskapai Nederland Nieuw Guinea Luchvaart Maatschappij (NNGLM) yang mendapat subsidi dari pemerintah Nederland Nieuw Guinea untuk melayani penerbangan di Dutch Nieuw Guinea. Nama De Kroonduif merupakan bahasa Belanda yang artinya sama dengan Merpati Bermahkota (Crowned Pigeon), yang merupakan logo maskapai tersebut.
Selain menggunakan De Havilland Canada Beaver, De Kroonduif juga menggunakan Douglas DC-3 Dacota dan Twin Pioneers untuk melayani penumpang di wilayah Dutch Nieuw Guinea antara tahun 1955 hingga 1963. Mulai 1 Desember 1963, De Kroonduif kemudian diambil alih oleh Garuda Indonesia Airways (GIA) melalui Merpati.
SARANA TRANSPORTASI PADA MASA NKRI
Sejak Nederland Nieuw Guinea (Papua Barat) dikembalikan ke pangkuan NKRI pada 1 Mei 1963 oleh United Nation Temporary Executive Authority (UNTEA) alias Otoritas Pemerintahan Sementara PBB, Papua Barat belum sepenuhnya dikuasai oleh NKRI. Setelah pada 1969 dilaksanakan referendum act of free choice alias Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) melibatkan 1.025 orang asli Papua, maka kedudukan Papua Barat semakin kokoh.
Sejak saat itu, pembangunan demi pembangunan pun dilakukan di Tanah Papua. Hingga di masa pemerintahan Joko Widodo, Papua mendapat sentuhan secara khusus. Ini khususnya sarana transportasi darat, udara dan laut yang menghubungkan berbagai tempat di Tanah Papua. Trans Papua dan Trans Papua Barat pun sudah mulai tersambung. Meski masih belum begitu bagus namun hubungan antar lokasi termasuk di pedalaman sudah mulai membaik.
Khusus untuk Trans Papua Barat yang menghubungkan antara Sorong dengan berbagai kota lainnya, saat ini dapat dibilang sudah mendekati 90% terhubung secara nyaman. Meskipun memang, ongkos perjalanan ke tempat-tempat itu masih terbilang mahal dibandingkan dengan di wilayah lainnya di Indonesia. Ini memang wajar sebab sulitnya medan dan harga BBM menjadi penyebabnya.
Misalnya, untuk perjalanan darat dari Kota Sorong ke Kabupaten Sorong Selatan harus menghabiskan ongkos sebesar Rp 500.000,- untuk sekali pulang-pergi. Sedangkan dari Kabupaten Manokwari ke Kabupaten Teluk Bintuni menghabiskan ongkos Rp 1.000.000,- untuk pulang-pergi. Ini diluar bea lain-lain selama dalam perjalanan, terutama konsumsi yang juga lumayan besar.
Bila kita tinggal bukan di Kota Sorong atau di Kabupaten Manokwari, maka diperlukan ongkos lagi untuk mencapai kota tersebut. Dari Kota Manokwari ke Kota Sorong diperlukan sedikitnya Rp 1.000.000,- dengan pesawat atau Rp 291.000,- melalui kapal laut. Begitu juga dari Kota Sorong ke Kota Manokwari. Ini belum ditambah bea lain selama dalam perjalanan: konsumsi, transpor ke/dari bandara/pelabuhan dan lain-lain.
Oleh sebab itu, moda transportasi udara atau pesawat tetap masih menjadi primadona dalam kaitan dengan transportasi ke daerah-daerah terjauh dari ibukota Provinsi. Meski demikian, tetap saja biaya transportasi akan mahal. Dalam sekali perjalanan udara plus lain-lainnya, Kaimana dan Fak Fak terhitung yang paling mahal. Diperlukan sekitar Rp 6 jutaan untuk sekali kunjungan ke Fak Fak atau ke Kaimana.
KUNJUNGAN MUBALIG DAERAH PAPUA BARAT DENGAN PESAWAT
Saat ini, Mubalig Daerah Papua Barat tinggal di Kota Manokwari, ibukota Provinsi Papua Barat. Sebelumnya, Mubalig Daerah Papua Barat pertama tinggal di Kota Sorong. Sebelum ada pesawat perintis yang melayani ke pelosok/antar Kabupaten, ongkos transportasi dari satu tempat ke tempat lain di Papua Barat sangatlah mahal. Pesawat besar hanya menjangkau kota-kota besar terkait landasan pacu (airfields) yang memungkinkan.
Tetapi setelah ada pesawat perintis, maka keperluan bea untuk perjalanan semakin murah dan cepat. Bila biasanya dengan menggunakan jalur udara dan darat menghabiskan sekitar Rp 2.000.000,- diluar konsumsi, maka dengan adanya pesawat perintis, bea transportasi pun turun hingga setengahnya bahkan kurang dari 50% saja. Waktu tempuh juga yang sebelumnya lima jam, menjadi hanya satu jam saja.
Untuk pesawat perintis, saat ini dilayani oleh SusiAir dengan menggunakan pesawat Cessna Grand Caravan. Pesawat ini menghubungkan seluruh kota di Papua Barat dengan lebih cepat dan murah. Bila tujuan kita hanya di sekitar ibukota kabupaten, maka ini akan menjadi solusi dan teman perjalanan yang efektif dan efisien. Jargon SusiAir adalah “reach the unreachable”.
Ada dua pangkalan (homebase) pesawat SusiAir di Papua Barat, yaitu di Bandara Domine Eduard Osok (DEO) Kota Sorong dan di Bandara Rendani Kab. Manokwari. Dari kedua bandara itulah seluruh daerah terpencil dan terjauh dapat dijangkau. Setiap homebase telah memiliki rute masing-masing, meskipun ada juga yang dilayani oleh kedua-duanya.
Dari Bandara DEO Kota Sorong, pesawat perintis dapat menjangkau Teminabuan dan Inanwatan (Kab. Sorong Selatan), Werur (Kab. Tambrauw), Ayawasi (Kab. Maybrat), Waisai, Kabare (Raja Ampat) dan Teluk Bintuni. Antara Teminabuan dan Inanwatan juga dilayani oleh pesawat perintis tersebut. Tarif terendah adalah Rp 383.360,- (Sorong-Werur) dan tertinggi sebesar Rp 1.756.670,- (Soring-Bintuni).
Sedangkan dari Bandara Rendani Kab. Manokwari dapat menjangkau ke Kambuaya (Kab. Maybrat), Kebar dan Werur (Kab. Tambrauw), Teminabuan (Kab. Sorong Selatan), Anggi (Kab. Pegunungan Arfak), Babo (Kab. Teluk Bintuni) dan Wasior (Kab. Teluk Wondama). Tarif terendah adalah Rp 320.360,- (Manokwari-Kebar) dan tertinggi sebesar Rp 459.670,- (Manokwari-Teminabuan).
Selama ditugaskan lebih dari 25 bulan di Papua Barat, Mubalig Daerah telah melakukan perjalanan dengan moda transportasi udara puluhan kali. Untuk ke Kota Sorong, ada sekitar 38 kali pulang-pergi. Ke Fak Fak baru sekali dengan pesawat propeller (baling-baling) dan ke Sorong Selatan juga baru sekali dengan pesawat perintis. Bila diprosentase, hampir tiap bulan Mubalig Daerah Papua Barat menggunakan jasa moda transportasi udara.
PENGALAMAN MENGGUNAKAN PESAWAT PERINTIS
Untuk pertama kalinya Mubalig Daerah Papua Barat menggunakan pesawat perintis pada 19 Oktober 2022 atau bertepatan dengan 88 tahun Gerakan Tahrik Jadid. Tujuannya adalah mengunjungi Teminabuan, ibukota Kab. Sorong Selatan secara lebih cepat dan murah. Ini bisa dibuktikan, bila melalui jalur udara ke Sorong (transit) lalu dilanjutkan dengan perjalanan darat, maka dana dan waktu akan menjadi mahal dan lama.
Tetapi dengan menggunakan pesawat perintis langsung dari Manokwari ke Teminabuan, lamanya waktu dan mahalnya ongkos bisa ditekan hingga 50%. Waktu tempuh pun yang biasanya memerlukan sekitar 5 jam efektif, kini hanya satu jam efektif saja telah tiba di tujuan. Jam efektif adalah jam penerbangan/perjalanan diluar dari waktu tempuh dari rumah ke bandara.
Namun, ada yang harus dipersiapkan bila kita akan menggunakan pesawat perintis. Di antaranya ketetapan hati dan keberanian karena pesawat kecil berbeda dengan pesawat besar. Pesawat perintis biasanya terbang lebih rendah atau setinggi awan. Sehingga ini akan mendebarkan bagi yang memiliki darah rendah.
Memang pemandangan di bawah sangat indah karena terlihat jelas. Tetapi merasakan goyangan keras pesawat, miring ke kanan atau kiri, tiba-tiba berbelok dan menukik, akan menjadi sensasi tersendiri. Disarankan, mereka yang memiliki darah rendah atau lemah jantung agar tidak menaiki pesawat perintis ini. []
Catatan:
Selesai ditulis di Komplek Ampera Kohoin, Kelurahan Kaibus, Distrik Teminabuan, Kab. Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat pada Kamis, 20 Oktober 2022 pkl. 03:45 WIT.
Disusun oleh:
Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Papua Barat
Related Posts
Waqf-E-Nou Parents Day Sukses Digelar di Masjid Mahmudah Gondrong Tangerang
Jemaat Ahmadiyah Cibinong Adakan Kelas Waqf-E-Nou
Ansharullah Ahmadiyah Indonesia Adakan Ijtima Nasional 2024
Bekali Public Speaking dan Personal Building | Hadirkan Mentor dari Celebes Public Speaking
DPD Jemaat Ahmadiyah Bogor Hadiri FGD Setara Institute
No Responses