Memahami Hijrahnya Yesus Setelah Penyaliban

Memahami Hijrahnya Yesus Setelah Penyaliban

Masroor Library – Artikel ini merupakan jawaban dari Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rmh Khalifatul Masih IV dengan pertanyaan lengkap sebagai berikut:

Kalau tidak salah menurut pendapat Ahmadiyah tentang Yesus, Yesus masih hidup ketika kesalahan besar itu mulai terjadi dalam Kristenitas. Mengapa Yesus dalam hal ini tidak berusaha mengatasi pihak-pihak berselisih dalam Kristenitas?

Jawaban dari Hazrat Mirza Tahir Ahmad rmh yang dimuat di kumpulan Tanya Jawab Khalifah IV yang dipublikasikan oleh PPMAI adalah:

Bila anda berbicara tentang sejarah masa lampau dan mencoba memahaminya dalam latar modern, dalam sosial, ekonomi dan ilmu pengetahuannya, anda bisa membuat kesalahan seperti itu dalam gambaran pikiran anda. Zaman itu adalah jauh berbeda dari zaman sekarang. Susah komunikasi, susah transpor dan sebagainya, menggambarkan satu zaman berbeda sekali. Karena itu, kita harus kembali ke zaman itu disamping mempermasalahkannya.

Menurut pendapat Ahmadiyah yang didukung bukti dari Injil dan sejarah, Kristus tidak meninggal disalib, tetapi terselamatkan dari kematian terkutuk di tiang salib. Kemudian, ia pergi menjauh dan masih hidup dengan luka-luka sama seperti yang diperolehnya dari penyaliban dan menurut kami terdapat bukti dari Perjanjian Baru sendiri, bahwa orang yang tampak setelah peristiwa penyaliban bukanlah Kristus dalam wujud baru, Kristus yang telah terbebas dari wujud manusiawi. Hendaknya anda menyadari, hal ini adalah satu masalah fundamental yang harus saya tunjukkan.

Menurut paham Kristen, ia terbebaskan dari ikatan kemanusiaan pada saat itu dan akhirnya pergi kepada Tuhan setelah tiga hari. Ketika ia tampak kepada murid-muridnya yang ia kunjungi beberapa waktu kemudian, semestinya ia tampak telah terbebaskan dari ikatan tersebut, sehingga anda mengatakan bahwa Kristus bangkit dari antara orang mati. Akan tetapi, apa yang kita lihat sesuai kesaksian Injil adalah orang yang semula juga dalam keterikatannya yang asal ditambah dengan adanya luka-luka dan bekas-bekas penyaliban.

Karena itu ketika mereka tampak ketakutan dan akan melarikan diri darinya, ia memanggil mereka kembali dan berkata: Jangan takut, saya bukan hantu. Saya orang yang sama juga. Lihatlah, peganglah luka-luka ini. Jadi, ini menyatakan bahwa ia tidak pernah mati. Akan tetapi, ia sedang pergi menjauh setelah terselamatkan itu.

Itulah satu-satunya kesimpulan logis yang dapat diambil tentang apa yang telah terjadi, karena tindak-tanduk Kristus memperlihatkan kepada kita bahwa ia sedang menyembunyikan diri dari pengawasan Yahudi. Dan lagi, kalau ia memang telah bangkit dari antara orang mati tak ada alasan baginya untuk menyembunyikan diri karena bagaimana pun, ia tidak mungkin dibunuh lagi.

Dalam pemunculannya kembali itu, dengan memperhatikan tingkah lakunya yang gelisah, tampak bahwa ia sedang menyembunyikan diri dari pengawasan Yahudi yang memusuhinya dan muncul diam-diam di kesunyian malam gelap gelita ditengah-tengah muridnya, bahwa ia semestinya pergi ke kota dan semestinya ia harus pergi di siang hari. Dan ini adalah persis tindak-tanduk para Nabi apabila mereka berhijrah. Jadi, sebenamya ia sedang berhijrah.

Dalam keadaan demikian, mustahil orang menyatakan bahwa Yesus tidak mati di salib, karena kalau menyatakan begitu, mereka sama dengan membantu suatu kejahatan. Mereka melihat seorang laki-laki lepas dari hukum kekaisaran Romawi dan mereka membantunya dengan tidak melaporkan peristiwa itu. Keadaan sulit inilah yang dihadapi oleh kaum Kristen awal.

Satu-satunya pilihan dalam hal ini adalah menciptakan suatu kesan: meskipun kami telah melihatnya, kami tahu ia sudah meninggal, sebagaimana kepercayaan anda sekarang. Ia terlepas dari suatu nasib yang anda kehendaki, tetapi ia tidak hidup setelah penyaliban. Setidak-tidaknya ia mati seketika. Dengan demikian, hukum Romawi dapat dihindarkan. Anda telah mencapai maksud anda dengan baik. Akan tetapi, kami tetap mendapatkan orang tersebut dan juga kami telah menyelamatkan nasib mereka.

Itulah satu-satunya sikap logis yang dapat diambil kaum Kristen, dan memang inilah sikap yang mereka ambil dengan sepengetahuan mereka dan dengan tidak mengeta-huinya dan menyadarinya diambil pula oleh generasi kemudian. Akan tetapi dengan latar belakang begini dan dengan latar sarana komunikasi tersedia, anda dapat membayang-kannya sendiri, bagaimana mungkin ia dapat mengadakan hubungan dengan orang-orangnya yang tertinggal di belakang.

Menurut pendapat kami, ia telah pergi ke Afghanistan ke Kashmir. Pada masa itu orang tidak mudah melakukan kunjungan berkali-kali. Bahkan pesan yang dikirim melalui utusan-utusan dapat sedikit berubah atau terlupakan atau mereka tidak dapat cukup mempengaruhi orang-orangnya untuk diajak pada satu disiplin.

Misalnya, kita lihat kejadian serupa dalam sejarah yang terjadi pada zaman Musa as. Ia meninggalkan bangsanya selama empat puluh hari. Dan apakah yang terjadi dengan amanat yang ditinggalkannya. Ia kembali dengan amat murka dan kecewa. Dipegangnya janggut saudaranya sambil berkata, apakah ini yang engkau izinkan kepada mereka agar diperbuat dan di-percaya? Masa itulah yang kita bicarakan.

Sebentar saja menghilang, amanat itu sudah menyimpang, bahkan mungkin kita tenggelam lebih jauh lagi ke dalam ajakannya dan memberi wajah lain pada diri kita. Karena itu, apa yang telah terjadi pada Kristenitas sama sekali tidak mengherankan atau tak dapat dipercaya dalam suasana seperti itu.

Selain dari itu, kita pun memiliki satu bukti yang dikemukakan oleh seorang sarjana Inggris dari Oxford. Baru-baru ini saja, maksud saya beberapa tahun lalu, seorang sarjana Oxford ditugaskan untuk meneliti suku bangsa Darwish dari Afghanistan. Dalam abad modern ini, suatu kebangkitan baru telah terjadi dalam kalangan Darwish dan gerakannya. Maka sarjana tersebut pergilah ke Heraat khususnya. Ia telah menulis sebuah buku berjudul Among the Dervishes yang diterbitkan oleh Oxford University Press.

Dalam buku itu sebenarnya masalah Kristenitas sama sekali bukan bidangnya, tiba-tiba ia menyimpang dari arahnya, kemudian ia berkata, “ada satu hal sangat menarik telah terjadi ketika saya dalam penelitian. Begitu menariknya sehingga saya tidak dapat menahan diri menceritakan kepada Anda apa yang terjadi, meskipun sebenamya saya tahu ini bukan bidang saya’. Kemudian, ia mulai bercerita, bahwa ia bersua dengan satu suku Afghan yang disebut Mosaic, keturunan Musa. Satu hal menarik tentang mereka adalah, bahwa mereka menyebut dirinya Muslim Kristen. Inilah yang mencengangkan dirinya. Mengapakah Muslim dan Kristen digandengkan begitu?

Ia berkata; ‘ketika saya dalam penelitian, akhimya saya dibawa kepada pemimpin mereka yang bernama Elba Yahya. Elba adalah suatu gelaran. Itu adalah sebutan untuk Bapak Besar Yahudi, Elba, yang masih tetap dipertahankan oleh suku tersebut. Ketika berjumpa dengannya, saya bertanya, mengapa mereka disebut Muslim Kristen. Jawabannya adalah, bahwa dahulu kami memeluk Kristen di tangan Yesus Kristus sendiri. Sekali lagi, ia dibuat terkejut, apa pula itu, di tangan Yesus Kristus. Ia berkata, memang demikian. Anda tidak mengetahuinya. Namun, ia terselamatkan dari penyaliban, terlepas dari pengawasan Yahudi. Ketika sedang berhijrah ke Kashmir, ia melewati jalan sini. Karena kami adalah keturunan suku Israel kuno, ia memberi pengajaran di tengah-tengah kami. Kami merasa beruntung dapat menerimanya.

Akan tetapi, Kristenitas yang diberikan kepada kami menurutnya ia juga memiliki gulungan naskah kuno Injil adalah bahwa Kristus tidak pernah mengajarkan Kristenitas. Ia mengajarkan keesaan Tuhan. Ia mendakwahkan dirinya sebagai seorang utusan Tuhan seperti hal nya utusan-utusan Tuhan lainnya.

Yang merupakan tambahan adalah mengenai segi Kemesiahan. Karena itu, kami menerimanya, karena kami percaya pada keesaan Tuhan, dan juga kami diberitahu oleh Al Masih bahwa seorang nabi lain akan datang. Ketika ia datang, kami pun menerimanya. Akan tetapi, kami merasa berhutang budi kepada Juru Selamat kami yang lampau, sehingga kami memutuskan untuk tetap menghubungkan namanya dengan agama kami agar kami selalu mengingatnya bahwa ia adalah Juru Selamat kami yang mula-mula. Karena itu, inilah sebabnya mengapa kami disebut Muslim Kristen.

Kemudian, ia menceritakan kepadanya, bahwa nama dari Penghulu kami adalah Yesus dari Nazareth dan Kashmir. Dan ia tercengang lagi, mengapa is menyebutnya Yesus Nazareth dan Kashmir. Jawabannya adalah, karena ia dilahirkan di Nazareth dan meninggal di Kashmir. [goes]

No Responses

Tinggalkan Balasan