Pertarungan Senyap Dua Agama di Danau Rana | Penginjil Kristen Panen Raya Dai Islam Tampak Merana

Pertarungan Senyap Dua Agama di Danau Rana | Penginjil Kristen Panen Raya Dai Islam Tampak Merana
"Miris sekali melihat sarana untuk Da'i kita di Dusun Silewa. Jangankan peralatan masak, rumah untuk tempat tinggal juga tidak ada. Rumah untuk imam yang telah dibangun, kini ditempati oleh Guru Gugus Depan (GGD). Saat ini sedang dinego untuk dikembalikan ke peruntukkan awalnya."

Masroor Library – ISLAM masuk ke Pulau Buru sekitar abad XVI bersamaan dengan ekspansi Kesultanan Ternate yang kedua kali ke Maluku bagian Selatan. Berdasarkan catatan yang ada, Gubernur Kesultanan Ternate yang disebut Salahakan bernama Gimalaha Samarau pernah ditugaskan di Pulau Buru. Selama 35 tahun (1535-1570) Samarau menjadi Salahakan sebelum akhirnya ditarik ke Ternate sebagai Kapitan Laut. Posisinya kemudian digantikan oleh putranya, Ruhobongi.

Catatan lain –meski masih wacana– Islam sudah masuk ke Pulau Buru jauh sebelum Kesultanan Ternate ekspansi kesana. Beberapa narasumber yang penulis jumpai dan diskusi, menyatakan bahwa penyebaran Islam di Pulau Buru bersamaan dengan kedatangan utusan Majapahit atas nama Gajah Mada. Utusan itu beragama Islam. Situs peninggalannya di tepi pantai, masih sedang diteliti.

Tidak dapat dipungkiri, memang ada dua metode ketika menentukan awal masuknya Islam ke suatu tempat. Metode pertama dikenal dengan Penyiaran. Sedangkan yang kedua disebut Pelembagaan. Penyiaran Islam boleh jadi sudah dilakukan sejak lama, namun Pelembagaannya baru beberapa abad kemudian. Ternate, Haya, Siri-Sori mengalami kedua fase tersebut.

Lalu, bagaimana dengan penyebaran Kristen dan Katolik? Bukankah VOC juga sudah sejak lama bercokol di Pulau Buru, khususnya di Kayeli? Selama kurang lebih tiga abad lamanya VOC menguasai Pulau Buru (Bourru), apakah penyebaran agama mereka juga –sebagai missi 3G– terjadi seperti di daerah-daerah lainnya di Maluku? Dimana sajakah terdapat komunitas mereka?

Meskipun hampir 300 tahun VOC mencengkeram Pulau Buru khususnya di Kayeli (Caieli, Cajely), namun pengaruh mereka tidak terlihat dalam konversi agama. Penduduk sekitar masih tetap beragama Islam. Islam menjadi agama yang eksis bertahan hingga ratusan tahun kemudian hingga sekarang.

Menurut penuturan peneliti lokal berinisial JIT yang berasal dari marga Tan dan merupakan keturunan terakhir dari marga yang dulu paling dibenci VOC, dulu VOC ingin menghancurkan Islam di sana. Namun karena pertahanan Islam relatif kuat, VOC tidak bisa berbuat apa-apa. Genosida memang pernah terjadi menimpa warga, namun warga Muslim tidak mau pindah keyakinan.

Penyebaran Katolik di Pulau Buru

Penyebaran Kristen dan Katolik, secara masif terjadi sejak tahun 1973 dan 2003. Romo Werner Ruffing, SJ. dari Serikat Yesuit alias Society of Jesus Jerman adalah orang pertama yang menyebarkan Katolik di Pulau Buru (1973). Namun karena ada gesekan dengan perwira militer di sana, akhirnya dia diusir keluar Pulau Buru, empat tahun kemudian (1977).

Karena tidak ingin missinya terputus, Romo Ruffing lalu mencari penerus. Nama Romo Alexander Dirdjasusanta, SJ. pun akhirnya muncul sebagai pengganti. Imam yang baru berkarya selama tujuh tahun itu memang menyukai petualangan. Tawaran melayani di Bumi Bupolo dia terima dengan riang hati. Selama beberapa tahun dia melayani di kamp tahanan politik (tapol) G30S/PKI.

Ada sekitar 18 ribu tapol yang dibuang dari Jawa ke Pulau Buru, di antaranya 400 orang beragama Katolik. Mereka ditempatkan ke dalam 20 unit. Tiap unit terdiri dari sekitar 800 orang. Masing-masing unit dijaga sekitar 12 tentara pengawas. Untuk tempat tinggal, mereka akhirnya membuat rumah-rumah sederhana dari bahan seadanya. Mereka juga membuka lahan pertanian dan perkebunan.

Romo Alex melayani acara “santi adji” atau mengajar budi pekerti bagi para tapol. Namun diakuinya, secara senyap dia juga mewartakan Kristus kepada mereka. Tentu saja ini dilakukan secara senyap. Bagi mereka yang sudah 40 kali ikut pelayanannya dan memenuhi syarat, dilakukan baptis permandian. Tentu saja, ini juga dilakukan secara rahasia saat mandi di sungai.

Selama beberapa tahun berkarya kepada tahan politik, sudah 50% yang masuk ke dalam agama Katolik. Artinya pada sekitar tahun 1980-an itu, di Pulau Buru khususnya di Unit sudah ada sembilan ribu umat Katolik. Untuk memudahkan pengaturan juga dibentuk stasi-stasi semacam sektor dan ketuanya.

Penyebaran Protestan di Pulau Buru

Lain Katolik, beda lagi dengan Protestan di Pulau Buru. Meski sebelumnya sudah ada Kristen di sana, namun jumlahnya belum signifikan. Mereka biasanya hanya pendatang dari luar Pulau Buru, khususnya para pedagang China. Namun demikian, mereka telah memiliki gereja permanen. Ada beberapa denominasi yang melakukan pewartaan: Gereja Protestan Maluku (GPM) dan Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA).

Pada 1991, Penginjil Yafet Tasidjawa dari GPM melakukan penginjilan ke kawasan Danau Rana. Sebelumnya, Pdt. Deven dari GSJA Australia juga berhasil membaptis banyak suku asli menjadi Kristen. Secara berangsur, kawasan Danau Rana menjadi target penginjilan. Beberapa tahun berikutnya, GPM mengirimkan para penginjil dan pendeta secara masif ke kawasan Danau Rana.

Mereka memiliki basecamp di Desa Miskoko, Kecamatan Waplau. Desa ini 99% beragama Kristen. Gereja besar sudah didirikan di sana. Hanya beberapa orang saja yang Muslim atau agama suku. Dari GPM Miskoko inilah mereka bergerak ke Dusun Silewa, Desa Waelana-lana, Desa Waegeren dan tembus ke sekitar Danau Rana.

Saat terjadi kerusuhan berakar agama (1999), banyak warga Kristen yang mengungsi ke sekitar Danau Rana. Mereka berbaur dengan suku-suku pedalaman. Di antaranya di sekitar Skusa Ukalahin. Ketika konflik mereda, mereka kemudian kembali ke tempat asalnya masing-masing. Beberapa yang menetapkan tinggal kemudian menyebarkan Kristen kepada suku asli di sana.

Pada 2005-2011 adalah masa panen raya baptisan baru dari agama suku. Kawasan Skusa Ukalahin berpindah agama. Ratusan orang dibaptis. Penginjil Yafet Tasidjawa mencatat, selama kurun itu ada 200 warga suku pedalaman di Skusa Ukalahin yang dibaptis. Ada juga yang di Kampung Tengah dan Tanah Tinggi.

Perlu perjuangan berat ketika mereka mewartakan Kristen kepada suku asli. Ancaman boikot, intimidasi, pengusiran dan pembunuhan kerap diterima. Namun karena kegigihan, akhirnya “panen raya” pun tiba. Salah seorang Kepala Soa, Estefanus Necikit (pangkat Prowisi), menyatakan diri masuk Kristen. Ini disusul warga lainnya yang mengikuti jejaknya.

Kini, di Skusa Ukalahin sudah didirikan Jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM) Skusa Ukalahin. Meski awalnya masih menginduk ke Jemaat GPM Miskoko, namun kini sudah berdiri sendiri. Meski secara organisasi belum definitif, secara ibadah biasa dilaksanakan di rumah Estefanus Necikit. Karena tidak bisa menampung jemaat, akhirnya dibangun rumah ibadah darurat. Lokasinya hanya enam meter dari rumah semula.

Dulu GPM Sektor Skusa Ukalahin masih menginduk ke GPM Miskoko. Pdt. Elia Fatunlebit yang menjadi Ketua Majlis GPM Miskoko (2011-sekarang). Kini Sinode GPM telah menetapkan Pdt. Galiel H. Wirtha sebagai Ketua Majlis Jemaat GPM Skusa Ukalahin (2013-sekarang). Dengan menjadi definitif, kegiatan organisasi dan ibadah telah tertata secara baik dan aktif.

Masa Depan Islam di Pulau Rana

Bila denominasi Katolik dan Kristen telah mendapatkan “panen raya” di kawasan Danau Rana, penyebaran Islam di sana masih mengalami banyak kendala. Sangat jarang da’i Muslim yang melakukan syiar Islam ke sana. Di antara yang jarang itu, ada sosok anak muda yang tampil untuk menolong agama Allah di Dusun Silewa. Namanya adalah Ustad Husen berasal dari Bogor, Jawa Barat.

Ustad Husen jauh-jauh didatangkan dari Jawa hanya untuk menegakkan kalimat Tauhid di Dusun Silewa. Masjid “Jabal Nur” yang selama ini merana dan seolah menjadi museum, kini sudah berdenyut nafas baru ibadah harian dan mingguan termasuk tahunan. Dalam kesendirian, dia bertekad membina mualaf di sana agar sesuai dengan ajaran Islam pada umumnya.

Membandingkan kedua pekerjaan dakwah tersebut di atas, maka dapatlah dikatakan, bahwa missi Kristen sudah mengalami “panen raya” dengan bulir-bulir padi yang merona. Sedangkan missi Islam baru saja disemaikan kembali di sana setelah beberapa tahun terjadi kekosongan. []

—o0o—

Disusun oleh:
Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Daerah Maluku

Selesai ditulis: Sabtu, 17 Agustus 2019 pkl. 04.15 WIT di Wayame, Teluk Ambon, Kota Ambon (Maluku).

Catatan:
Sejak 14 April 2020, penulis diberi amanat sebagai Mubalig Daerah Papua Barat dan tiba di Manokwari pada 2 Agustus 2020.

No Responses

Tinggalkan Balasan